SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pernahkah Ultimates mendengar istilah “wibu”? Wibu merupakan sebuah julukan untuk seseorang yang menyukai semua berkedok Jepang. Julukan ini awalnya dikategorikan sebagai sebuah ledekan, tetapi apakah Ultimates menyadari perkembangan stereotipe seorang wibu di zaman sekarang?
Awal Mula Arti Wibu dan Fandom
Melansir rri.co.id, kata wibu berasal dari bahasa Inggris weeaboo dan merupakan sebuah julukan bagi seseorang yang tertarik dengan budaya Jepang. Kata ini muncul pertama kali di sebuah komik web berjudul The Perry Bible Fellowship. Pada awalnya, weeaboo tidak mempunyai arti dan dianggap memiliki konotasi negatif. Namun, pada 2000-an, kata ini mulai populer di media sosial dan berubah menjadi “wibu” setelah diserap oleh bahasa Indonesia.
Tidak hanya wibu, julukan otaku juga sering digunakan untuk seseorang tertarik dengan budaya Jepang. Namun, kedua tersebut mempunyai arti yang berbeda. Otaku berasal dari bahasa Jepang untuk mendeskripsikan seseorang yang mendalami suatu hobi. Istilah otaku juga sudah lebih lama digunakan daripada wibu. Melansir japanexperience.com, otaku pertama kali digunakan pada 1983.
Baca juga: Mengenal Oshikatsu: Kultur Penggemar Idola dari Jepang
Baik wibu maupun otaku sering diasosiasikan dengan istilah fandom. Namun, ketiganya tidak terlalu bersinggungan. Melansir geotimes.id, fandom merupakan suatu kelompok yang terbentuk berdasarkan minat atau kegemaran yang sama terhadap objek. Seorang wibu bisa bergabung dengan banyak fandom, terutama yang berkaitan dengan budaya Jepang. Namun, tidak semua orang yang berada dalam sebuah fandom otomatis bisa disebut wibu. Fandom sendiri lebih luas dan mencakup banyak jenis minat, sedangkan wibu merujuk secara khusus kepada budaya Jepang.
Stigma Wibu Prapandemi
Pada awalnya, seorang wibu sering dianggap sebagai individu yang kekanak-kanakan, tidak realistis, atau bahkan terisolasi dari dunia sosial mereka. Melansir liputan6.com, beberapa orang memandang wibu sebagai kelompok yang terobsesi secara berlebihan sehingga mengabaikan kehidupan nyata mereka.

Dalam beberapa kasus, wibu diasosiasikan dengan sifat cabul atau bahkan pedofilia. Orang menganggap bahwa minat wibu terhadap karakter-karakter fiksi dalam anime bisa merambah pada ketertarikan yang tidak wajar.
Hal ini dapat disebabkan oleh sifat penggemar anime dan komik Jepang yang lebih tertutup. Melansir idntimes.com, wibu sering dianggap anti sosial karena kebiasaannya hanya diisi dengan menonton anime sepanjang waktu. Banyak wibu cenderung memilih untuk berinteraksi dengan sesama penggemar seperti di forum dalam jaringan (daring), grup media sosial, atau festival budaya Jepang. Interaksi semacam ini menciptakan rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka, tetapi juga bisa mengarah pada sikap eksklusif terhadap orang luar.
Selain itu, banyak orang menganggap kelompok wibu tidak higienis. Stigma ini muncul karena wibu dianggap selalu menyendiri dan tidak keluar rumah. Di Indonesia, terdapat istilah bau bawang yang diberikan kepada wibu. Melansir gramedia.com, istilah ini dipopulerkan oleh krator konten YouTube Ericko Lim untuk menyindir wibu dengan bau yang tidak sedap saat menghadiri acara atau konvensi budaya Jepang.
Perubahan Identitas Wibu, Apa yang Terjadi?
Seiring berjalannya waktu, terjadi sebuah perubahan terhadap stigma dan pandangan sosial terhadap wibu. Hal ini dipicu oleh meningkatnya popularitas budaya Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Budaya Jepang seperti anime, komik, musik J-pop, serta tren mode dan teknologi semakin diterima dan diminati oleh banyak orang di berbagai belahan dunia.
Melansir thejakartapost.com, peningkatan minat orang terhadap budaya Jepang dipicu oleh terjadinya pandemi covid-19 pada 2019 lalu. Dengan banyaknya tempat streaming seperti Netflix, TikTok dan YouTube, popularitas budaya Jepang semakin tersebar ke seluruh dunia. Crunchyroll, salah satu aplikasi streaming andalan wibu, berkembang pesat, dari yang sebelumnya hanya memiliki satu juta pelanggan (subscribers) pada 2017, menjadi 5 juta pelanggan pada akhir 2021, dilansir dari theverge.com. Banyak orang yang sebelumnya tidak familiar mulai tertarik membaca dan menonton.
Baca juga: Mari Bahas Wasabi, Bumbu Hijau Asal Jepang dengan Rasa Pedas yang Unik
Hal ini menyebabkan perubahan terhadap stigma wibu. Orang tidak lagi menganggap tontonan mereka kekanak-kanakan, bahkan mulai turut menyukainya. Melansir liputan6.com, citra wibu di Indonesia maupun dunia mengalami perubahan positif, dengan semakin populernya anime dan pengakuan dari masyarakat. Banyak orang kini mulai memandang wibu sebagai bagian dari budaya pop yang lebih diterima. Hal ini menciptakan suasana serta ruang yang lebih inklusif bagi penggemar baru dan lama.
Dampak Banyaknya Orang Awam Memasuki Fandom Spaces Secara Keseluruhan
Fandom wibu kini menghadapi perubahan signifikan akibat kehadiran orang awam, yaitu mereka yang sebelumnya tidak terlalu mengenal anime atau komik. Semenjak pandemi, berbagai orang mulai memasuki kelompok fandom tertentu, seperti cosplay dan interaksi di media sosial. Fenomena ini membawa dampak signifikan terhadap komunitas wibu.
Dalam pengaruh positifnya, kehadiran orang awam memperluas jangkauan fandom anime, menjadikannya lebih inklusif dan dikenal oleh masyarakat umum. Acara seperti konvensi cosplay atau festival budaya Jepang kini menarik lebih banyak pendatang. Hal ini juga berkontribusi pada penerimaan budaya Jepang secara global.
Contohnya, di Indonesia, Comic Frontier atau Comifuro adalah acara konvensi dōjinshi, istilah bahasa Jepang yang digunakan untuk menyebut karya yang diterbitkan sendiri. Diadakan dua kali setahun di Indonesia, bertujuan untuk memamerkan atau menjual karya pribadi penggemar, dilansir narasi.tv. Industri merchandise anime juga berkembang pesat seiring dengan meningkatnya popularitas anime dan komik.
Namun, kehadiran orang-orang baru di komunitas wibu menimbulkan beberapa dampak tidak menyenangkan. Salah satu contohnya, beberapa orang awam datang ke suatu acara wibu tanpa memahami aturan komunitas atau kelompok tertentu dan merusak suasana.
Pada 2018, terjadi insiden di salah satu acara bertema Jepang terbesar di Amerika Serikat (AS), yaitu Anime Matsuri yang diselenggarakan di Houston, Texas. Melansir chron.com, insiden terjadi ketika John Leigh, penyelenggara acara yang merupakan orang awam mengecewakan komunitas wibu. Hal ini tampak dari beberapa seiyuu (sebutan pengisi suara Jepang) membatalkan kehadiran mereka karena adanya komunikasi yang buruk. Padahal, seiyuu menjadi sosok yang sangat dihormati dalam komunitas wibu. John Leigh lebih mementingkan keuntungan yang didapat daripada menyenangkan penggemar, dilansir dari houstonpress.com.
Adapun kasus lain di Jepang ketika orang-orang yang bukan wibu membeli dan menjual tiket pemutaran film Demon Slayer – The Movie: Mugen Train dengan harga yang jauh lebih mahal pada 2020 lalu, dilansir dari asahi.com. Hal ini memicu perdebatan antara penggemar lama dan penggemar baru Demon Slayer, mengingat kapasitas yang tersedia tidaklah banyak.
Cara Menyikapi Dan Menerapkan Fandom Etiquette
Melansir stitchmediamix.com, etiket (etiquette) fandom adalah aturan tidak tertulis atau panduan yang berlaku dalam suatu komunitas penggemar. Tujuannya adalah memastikan adanya interaksi sehat dan saling menghargai antara fandom, baik secara daring maupun luar jaringan (luring).
Salah satu aspek penting di fandom adalah hindari pelecehan verbal dan non-verbal. Dalam konteks komunitas wibu, beberapa perempuan sering kali dipanggil dengan istilah yang merendahkan, seperti “wibu cari perhatian” dan komentar tidak menyenangkan terhadap tubuh mereka, dilansir dari liputan6.com.
Selain itu, hindari menyerang seseorang hanya karena ada perbedaan preferensi dan opini terhadap suatu hal. Mengutip cbr.com, beberapa penggemar merendahkan penggemar lain yang menonton anime dengan sulih suara (dubbing) bahasa Inggris atau bahasa lainnya. Mereka menganggap bahwa wibu sejati hanya boleh menonton dengan audio Jepang serta takarir (subtitle). Akibatnya, penggemar yang lebih memilih versi dubbing sering diberi label “wibu palsu”. Perilaku ini bisa menciptakan interaksi toksik antar anggota fandom.
Agar bisa membentuk fandom yang nyaman, perlu diingat bahwa konten fandom dibuat oleh penggemar, untuk penggemar lainnya. Jika Ultimates merasa terganggu oleh seseorang atau pembuat konten tertentu dalam suatu fandom, gunakan fitur blokir atau filter di suatu platform daripada memicu konflik.
Baca juga: Mengenal Oshikatsu: Kultur Penggemar Idola dari Jepang
Penting untuk bisa menggunakan media sosial secara bertanggung jawab, termasuk ketika membagikan konten atau memberikan komentar terkait karya penggemar lain. Tidak hanya di sosial media saja, tetapi juga dalam interaksi langsung. Ketika bertemu dengan sesama wibu di acara konvensi atau cosplay, penting untuk menerapkan sikap saling menghargai terhadap berbagai pendapat dan preferensi.
Dengan menjaga dan menghargai hasil karya orang lain, komunitas wibu dapat terus berkembang sebagai ruang yang inklusif dan menyenangkan bagi penggemar lama maupun baru.
Penulis: Belva Putri Paramitha, Zalfa Zahiyah Putri Wibawa
Editor: Jessie Valencia
Foto: ULTIMAGZ/Andita Chayara
Sumber: rri.co.id, japanexperience.com, geotimes.id, gramedia.com, narasi.tv, chron.com, stitchmediamix.com, liputan6.com, idntimes.com, thejakartapost.com, houstonpress.com, theverge.com.
Ресторан на Таганке АрубаБистро – https://arubabistro.ru/ – это Латиноамериканское bistro & cocktail bar в тропическо – колониальном стиле. Зайдите на сайт, ознакомьтесь с нашим меню или забронируйте столик. Aruba – сочетание роскоши и безупречного вкуса, где можно отведать вкусные блюда из разных стран мира. У нас уникальная концепция, первоклассный сервис и высокая кухня с авторским меню.
Ресторан на Таганке АрубаБистро – https://arubabistro.ru/ – это Латиноамериканское bistro & cocktail bar в тропическо – колониальном стиле. Зайдите на сайт, ознакомьтесь с нашим меню или забронируйте столик. Aruba – сочетание роскоши и безупречного вкуса, где можно отведать вкусные блюда из разных стран мира. У нас уникальная концепция, первоклассный сервис и высокая кухня с авторским меню.
jaycitynews.com