SERPONG, ULTIMAGZ.com – Sejumlah 30 tim dari beberapa universitas di Indonesia berkompetisi selama 24 jam membuat prototipe atau aplikasi berfitur dasar untuk bantuan sosial melalui BIOS Hackathon 2019 di Function Hall, Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Senin (14/10/19). Bertajuk Improving the Society, beberapa tim mengemukakan ide-ide menarik untuk membantu para penyandang disabilitas dan kelompok-kelompok lain yang dinilai masih kurang diperhatikan.
“Ini membuat keyboard, tapi untuk penyandang disabilitas tuna netra memakai huruf braille,” kata mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Antonius Yonanda, salah satu peserta kompetisi. Yonanda menjelaskan, pembuatan keyboard akan dibagi menjadi dua, yakni hardware dan software. Dijelaskan, keyboard software akan berbentuk aplikasi di dalam ponsel pintar. Dalam kompetisi berhadiah total 25 juta rupiah
“Misalnya, mau menulis huruf ‘A’. Nanti joystick-nya digerakkan ke atas kiri [menyerupai huruf braille] sehingga muncul huruf ‘A’,” jelas Antonius. Mahasiswa UGM tersebut berharap, aplikasi buatannya dapat membantu para tuna netra untuk memperoleh informasi dari perangkat-perangkat digital di masa kini, seperti laptop dan ponsel pintar.
Di pihak lain, salah satu tim dari Universitas Gunadarma membuat aplikasi untuk membantu komunikasi dengan para tuli.
“Aplikasi yang kami buat ini untuk membantu komunikasi dengan tuna rungu [tuli]. Kami menggunakan kamera kita sendiri kepada tuna rungu yang menggunakan bahasa isyarat,” tutur Mahasiswa Universitas Gunadarnma Thaufan. Ia berharap, aplikasi buatannya akan memudahkan khalayak agar bisa berkomunikasi dengan para tuli.
“Ketika kita berhadapan dengan seorang tuna rungu, kita bisa download aplikasi ini saja,” tambahnya.
Sementara itu, salah satu tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat aplikasi sebagai platform agar para seniman bisa mendapatkan rekomendasi berisikan kompetisi-kompetisi seni yang sedang berlangsung. “Seniman itu kendalanya adalah mereka itu tidak tahu kalau hasil karya mereka worth untuk dipromosikan atau dikompetisikan. Kebanyakan dari mereka [seniman] membuat untuk kesenangan mereka sendiri,” kata Mahasiswa ITB Vincent Augusta.
Tak hanya itu, Vincent menambahkan bahwa pembuatan aplikasi tim dilakukan berdasarkan hasil survei pasar. Hasil survei pasar tersebut menjelaskan, banyak seniman baru tahu bahwa karya mereka pantas untuk ditampilkan pada jenjang yang lebih tinggi.
“Harapannya, mereka bisa ikut lomba dan bisa menginspirasi seniman lainnya untuk mengikuti jejaknya,” tutur Vincent usai mengikuti kompetisi berhadiah total 25 juta rupiah tersebut.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Geofanni Nerissa Arviana
Foto: Azhar Dwi Arinata