SERPONG, ULTIMAGZ.com – Sebanyak 14 film hasil karya tugas akhir mahasiswa Fakultas Seni dan Desain Universitas Multimedia Nusantara (FSD UMN) turut mengawali pameran IMAGO 2018 di hari pertama, Selasa (18/09/18). Pemutaran karya tugas akhir sinematografi dan animasi itu dilangsungkan di Lecture Hall, New Media Tower, UMN pada 18-21 September 2018.
Pemutaran film terbagi dalam 3 sesi yakni Kenangan Masa Kecil, Darah Muda, dan Masa Senja. Deretan judul film yang mewarnai 3 sesi tersebut di antaranya Memoar of Kannaya, The Apple and Its Tree, Kelabu, Baba, Life of Death, Jurig, dan Marzuki.
Film Memoar of Kannaya menjadi salah satu karya yang dipertontonkan di sesi pertama. Film ini menceritakan sosok gadis bernama Kannaya yang baru kehilangan ayahnya. Kannaya yang semasa kecil sering ditinggalkan ibunya, lebih banyak menghabiskan waktu bersama ayahnya. Dalam kesaksiannya tentang sang ayah, Kannaya mengisahkan memori indahnya bersama ayahnya. Namun, tersimpan memori lain yang tidak diceritakan detil dalam film ini. Lewat pilihan backsound, penonton digiring untuk menginterpretasikan sendiri “memori lain” yang dialami Kannaya.
Problema di Tengah Keluarga
Dalam sesi kedua pemutaran film (Darah Muda), karya sinematografi berjudul Kelabu dan Baba memiliki satu kemiripan yakni konflik dalam sebuah keluarga. Kelabu menceritakan seorang gadis dengan gelar dokter muda yang harus menunda keinginannya untuk melanjutkan studi. Orangtua dokter muda itu beranggapan bahwa karir bukan menjadi satu hal utama bagi perempuan, dan mengarahkannya untuk menikah terlebih dulu.
Serupa dengan Kelabu, film berjudul Baba juga menggambarkan sebuah konflik antara orang tua dan anak yang berbeda pandangan. Seorang ayah mengusir anak sulungnya dari rumah, karena sering mabuk-mabukan. Tingkah putra sulung itu bukan tanpa alasan, melainkan bentuk protes pada ayahnya yang memintanya berhenti sekolah untuk mengurus usaha bengkel milik sang ayah.
Suara yang Terbungkam
Film animasi berjudul Marzuki mengisahkan tentang seorang mantan atlet sepakbola yang hanya bekerja sebagai guru olahraga honorer. Memadukan animasi dan rekaman wawancara dengan istri Marzuki, film ini menghadirkan konsep berbeda. “Tak jual saja ini medali kalau memang enggak ada harganya, ngapain disimpan?” pernyataan Dyah, istri Marzuki mengawali film.
Dalam adegan-adegan selanjutnya, masih dengan latar belakang suara Dyah, penonton diajak melihat perjuangan Marzuki untuk dapat diterima sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berkali-kali mengajukan berkas persyaratan ke pemerintah DKI Jakarta, namun usaha tersebut selalu terhambat oleh gelar sarjana yang tidak dimilikinya. Meski pernah berkali mewakili Indonesia di sejumlah pertandingan, namun hingga akhir hayatnya status sebagai PNS tidak juga berhasil didapatkannya.
Penulis : Anindya Wahyu Paramita
Editor : Hilel Hodawya
Foto : Ezra Pradipta