SERPONG, ULTIMAGZ.com – Psikolog Yayasan Praktek Psikologi Indonesia (YPPI) Adib Setiawan menekankan bahwa menerima kenyataan hidup adalah kunci penyembuhan depresi melalui seminar Unspoken 2019 di Lecture Hall Universitas Multimedia Nusantara (UMN) (29/04/19). Hal ini dikarenakan beberapa penyebab depresi adalah kekecewaan, pengalaman menyakitkan, atau perasaan bersalah.
“Seseorang yang depresi itu bisa merasa bersalah. ‘Jangan-jangan orangtua saya bercerai gara-gara saya’. Padahal, orangtua bercerai itu tidak ada hubungannya dengan anak, tapi dia (tetap) merasa bersalah,” kata Adib.
Maka dari itu, Adib menyarankan peserta seminar untuk mau mendengarkan cerita para penderita depresi sebagai cara utama. Menurut pengalamannya, para penderita depresi ringan bisa disembuhkan apabila ada yang mau mendengarkan cerita mereka. Usai saling bercerita, para penderita dapat menyadari kembali realitas yang sebenarnya.
“Ada yang senasib, adanya dukungan, ‘Oh ternyata masalah dia lebih berat daripada masalah saya, oh masalah saya lebih ringan.’ Itu yang terpenting, jadi adanya kesadaran diri. Masalahnya, para penderita depresi ini jarang sekali ngobrol, jadinya dia (penderita depresi) tidak mengetahui posisi mereka di mana,” jelas Adib.
Adib menegaskan bahwa para penderita depresi tidak akan bisa menerima kenyataan hidup begitu saja. Hal ini disebabkan oleh trauma dan pikiran yang menumpuk dalam jangka waktu relatif panjang.
Selain itu, proses bertukar cerita tak bisa dilakukan sembarangan, karena pendengar dapat secara langsung maupun tidak langsung melakukan blocking. Misalnya, ketika para penderita depresi putus cinta, mendengarkan nama mantan kekasihnya saja akan membuat para penderita berhenti berbicara.
“Dunia ini seolah-olah menyiksa, begitu menekan,” tutur Adib.
Selain itu, Founder Depression Warriors Indonesia Maya Asmara juga menceritakan bahwa stres adalah awal mula depresi menurut pengalaman pribadinya. Sebagai penyintas depresi, Maya mengalami penurunan nilai kala masa-masa depresinya yang menyebabkan IPK-nya turun dari 3,9 menjadi 1,6 pada semester tiga hingga lima. Pun dia mengaku merupakan murid yang cemerlang kala SMA.
“Aneh ya, padahal pas SMA, aku disebut sebagai anak yang pintar,” kata Maya.
Maya memandang bahwa penyakit mental di Indonesia belum mendapat perhatian yang memadai. Misalnya, ketika ada yang depresi akibat masalah percintaan malah acap kali diejek dan disepelekan. Padahal menurutnya, sedih karena kehilangan adalah hal yang wajar.
Maya pun pernah menyakiti dirinya sendiri dengan melakukan cutting, atau menyayat bagian-bagian tubuhnya dengan benda tajam. Sayangnya, orang-orang di sekitarnya baru menyadari saat depresinya sudah parah.
“‘Loh kok kamu gak bilang,’ kata mereka. Ya sudah bilang, tapi tidak didengarkan,” keluh Maya.
Oleh karena itu, Maya menyarankan para peserta seminar untuk mendengarkan orang-orang di sekitar mereka yang sedang depresi. Maya mencontohkan kegiatan Depression Warriors Indonesia, yaitu saling bercerita dan memberikan dukungan. Dengan demikian, para penderita depresi bisa saling bercerita tanpa mendapatkan ‘saran’ yang malah bisa memperburuk kondisi para penderita.
“Dengan demikian, mereka bisa menerima kenyataan hidup. Pada saat kamu menghindari kenyataan hidup, maka rasa sakitnya malah akan semakin parah,” jelas Maya.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Ivan Jonathan
Foto: Ignatius Raditya Nugraha