SERPONG, ULTIMAGZ.com – Salsabila Rahmadhany adalah salah satu sosok yang berani menghadapi segala ragu yang datang dalam proses pendewasaan. Ia kini mahasiswi semester 7 di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dengan jurusan Jurnalistik.
Namun, gadis yang akrab disapa Chacha ini sudah lebih dulu memulai kariernya sebagai seorang pramugari.
Baca juga: Kiprah Niknik M Kuntarto sebagai Ahli Linguistik dalam Pelestarian Bahasa Indonesia
Usai lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), Chacha memutuskan untuk menabung keperluan kuliahnya. Hal itu ia lakukan dengan cara menjadi kru kabin di salah satu maskapai penerbangan nasional yakni Garuda Indonesia.
“Awalnya itu dari tahun 2018 sampai tahun 2020 aku menjadi cabin crew Garuda. Terus itu sebenarnya aku kerja buat nabung kuliah,” ucap Chacha kepada ULTIMAGZ pada Senin (9/10/2023).
“Setelah udah lumayan terkumpul uangnya, aku memutuskan untuk kuliah di tahun 2020.”
Perjalanannya menuju karier pramugari pun dipenuhi rintangan. Begitu lulus SMA, ia mencoba Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan juga Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Sayangnya, ia tidak lolos seleksi keduanya.
Maka dari itu, Chacha mulai melakukan beberapa pekerjaan lepas atau freelance di usia mudanya untuk mengisi kekosongan sembari mencari penghasilan sendiri. Sebelum menjadi pramugari, perempuan kelahiran 1998 ini kerap mengambil berbagai pekerjaan lepas melalui modeling seperti photoshoot atau iklan.
“Jadi, aku pikir setelah aku lulus SMA dan gak masuk SBMPTN dan SNMPTN, ya sudahlah aku harus kerja sesuatu yang bisa menjaga aku nih. Biar setiap bulan aku bisa ada pendapatan stabil,” ujarnya.
Semangat dan tekad Chacha tidak runtuh. Ia mendapat saran dari salah satu anggota keluarganya untuk mencoba program pendidikan dan pelatihan di Garuda Indonesia.
“Awalnya keluarga gak perbolehkan karena risikonya itu besar, dan aku dianggap masih kecil, kan aku waktu itu masih 18 tahun,” kata Chacha.
“Cuman waktu itu aku pikir dengan ijazah SMA, mau kerja di mana untuk mendapatkan uang yang lumayan besar dengan jangka yang gak terlalu panjang.”
Ia akhirnya mencoba mendaftar di Garuda Indonesia. Prosesnya lagi-lagi tidak selalu mulus. Ia mengaku telah gagal lolos sebanyak tiga kali. Namun, determinasi Chacha tidak mudah menyerah, ia pun berhasil mendapatkan Flight Attendant Certificate alias lisensi penerbangan.
Ketika Chacha berada di semester 6, ia sempat kembali terjun menjadi pramugari. Hal itu ia lakukan untuk pembaruan lisensi miliknya.
“Karena lisensi aku itu udah mati dari 2021, aku pikir kalau sekolah lagi pasti kan biayanya mahal. Jadi untuk menghidupkan kembali lisensi aku, di situ aku ambil kesempatan untuk coba ikut kerja lagi,” kata Chacha.
Chacha pun mengambil cuti di semester 6 kuliahnya selama kurang lebih empat bulan. Ia melaksanakan ujian-ujian kualifikasi ulang awak kabin dan sekolah European Aviation Safety Agency (EASA) selama dua bulan. Kemudian ia kembali terbang menjadi pramugari selama dua bulan.
Memilih Jurnalistik Karena Ketertarikan
Ketertarikan Chacha pada bidang jurnalistik sudah ada sejak ia masih kecil. Hal tersebut bermula ketika ia melihat reporter melalui televisi.
“Aku sebenernya ingin banget jadi reporter, dari kecil tuh kalau aku nonton TV aku selalu pengen banget jadi reporter. Kayaknya seru nih bisa liputan di banyak peristiwa,” ceritanya.
Mewawancarai narasumber, berdiri di depan kamera sembari melaporkan kejadian terkini, menghasilkan informasi teraktual pada khalayak, hal-hal seperti itu menimbulkan minat pada Chacha.
Chacha melihat adanya kesamaan dalam menjadi jurnalis dan pramugari. Ia mengatakan bahwa bekerja sebagai pramugari memungkinkan dirinya bertemu dengan berbagai orang dari berbagai latar belakang.
Begitu juga dengan menjadi wartawan nantinya, pekerjaan yang dituntut untuk bertemu orang-orang baru. Chacha juga berpendapat bahwa berbincang dan bertukar pikiran dengan orang lain dapat membuat kita menyerap pengalaman yang sudah mereka lalui. Belajar melalui pengalaman orang lain merupakan salah satu cara yang ia lakukan untuk memperkaya diri.
“Makanya aku ambil pekerjaan jadi pramugari, terus ingin jadi jurnalis juga. Karena aku suka banget kerja yang banyak ketemu orang,” katanya.
Walaupun sudah memiliki pengalaman sebagai pramugari, Chacha tetap ingin mengambil peluang menjadi seorang jurnalis setelah lulus kuliah. Namun, sistem rekrutmen di Indonesia yang mengacu pada umur menjadi salah satu kendala dan kegelisahannya untuk berkarier di media.
Ia mengatakan bahwa batas usia maksimal pelamar kerja yang berstatus fresh graduate atau lulusan baru di industri media adalah 27. Ia mengakui tidak setuju dengan hal itu.
“Dari segi umur, kayaknya muda banget ya maksimal 27. Kalau di negara lain kan, di beberapa negara maju misalnya, kayaknya 30 ke atas masih bisa,” ucap Chacha.
“Di atas 27 tuh kita udah dilihat jadi fosil kali ya, kayak udah tua banget,” tambahnya, sembari tertawa.
Kuliah Menjadi Prioritasnya
Walaupun sudah memiliki karier yang dapat dibilang mapan sebagai pramugari, Chacha tetap memilih berkuliah untuk menuntut ilmu. Ia mengingatkan bahwa kebutuhan tiap orang itu berbeda-beda. Ada yang membutuhkan kuliah, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa kuliah tidak selalu menjadi pendidikan yang wajib.
Menurut Chacha, ia memilih untuk memprioritaskan pendidikannya. Ia menjadikan ijazah yang nantinya didapatkan sebagai pegangan atau pengaman di kemudian hari.
“Kuliah itu menjadi salah satu pengaman aku kalau semisal terjadi situasi darurat, seperti apabila aku sakit atau terjadi kecelakaan, apa pun yang gak memungkinkan aku buat terbang lagi,” jelas Chacha.
“Kalau aku kuliah, aku tetap bisa cari kerja di tempat lain dan aku punya skill yang aku pelajari selama kuliah empat tahun,” imbuhnya.
Dengan adanya gelar sebagai seorang sarjana, Chacha merasa lebih aman karena memiliki peluang untuk berkarier di tempat atau bidang lain selain pramugari. Di sisi lain, dukungan keluarga untuk melanjutkan pendidikan juga menjadi salah satu motivasi untuk berkuliah. Sejak kecil, Chacha sudah dididik oleh orang tuanya untuk menjadi orang yang mandiri, independen, dan pekerja keras.
“Papaku menekankan kalau pendidikan itu penting banget dan dunia ini keras. Jadi kalau misalnya kita gak berilmu, dunia akan lebih jahat sama kita,” katanya.
Mulai dari menjadi seorang pramugari untuk menabung biaya kuliah hingga menetapkan tujuan matang di masa depannya, kisah Chacha mengajarkan pentingnya melakukan segala hal dengan kegigihan. Apa pun tantangannya, Chacha tetap fokus dengan tujuan hidupnya dan tidak menjadikan hambatan-hambatan tersebut sesuatu yang dikeluhkan.
Baca juga: Mengenal Aaron Nathanael yang Rajut Mimpi Lewat Atraksi
Chacha juga menekankan bahwa segala masalah yang dihadapi, pasti bisa dilewati dan akan ada hal baik yang menanti kita.
“Apa pun beban masalahnya, terus berjalan, terus coba, dan terus penasaran. Karena hidup bagaikan kotak kado yang bisa kita buka tiap harinya,” tutup Chacha.
Penulis: Wynnie Saputri Jansen
Editor: Alycia Catelyn
Foto: Salsabila Rahmadhany