JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengekspresikan diri dan ide yang dimiliki oleh tiap individu, salah satunya yaitu melalui karya seni mural. Kata ‘mural’ berasal dari bahasa latin ‘murus’ yang berarti dinding. Dalam arti yang lebih luas, mural diartikan sebagai lukisan atau gambar yang dituangkan pada dinding atau media yang luas dan permanen.
Tahun ini, Dongkrak Seni UI 2018 (Dongsen UI 2018) menyediakan wadah bagi para pegiat mural untuk mengekspresikan diri melalui kegiatan live mural atau membuat mural secara langsung di tempat. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung dalam gelaran tahunan yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (BEM FTUI) tersebut, yakni Freedom of Expression atau kebebasan berekspresi.
Salah satu peserta live mural ini adalah Popo Mangun. Popo mengambil cerita utama terkait suasana para pengunjung di Dongsen UI 2018. Dengan gaya surealismenya (aliran seni yang menunjukkan kebebasan berkreasi hingga melebihi batas logika), Popo menuangkan kreativitasnya dalam bentuk pola dan garis. Berbeda dari kebanyakan komunitas yang hadir, Popo sendiri lebih memilih menggunakan alat spidol akrilik daripada menggunakan kuas.
“Gue pakai spidol akrilik tujuannya agar menggambarnya lebih cepat aja, sih, karena kan gambar gue memang basically surrealism. Kalau diturunin lagi, masuknya pattern dan line art. Kalau pakai spidol akrilik lebih rapi dan gampang buat detailing kecilnya,” kata Popo.
Sayangnya, kebebesan berekspresi lewat seni mural sering disalahgunakaan oleh orang-orang tertentu, misalnya dengan sikap vandalisme. Menurut KBBI, vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya. Dalam konteks ini, sering kali orang-orang yang melakukan vandalisme menggunakan mural di ruang dan sarana publik.
Menurut Popo, vandalisme terjadi karena faktor eksternal maupun internal dalam diri vandal (perusak) tersebut. Faktor-faktor itu antara lain kurangnya wadah yang disediakan pemerintah setempat, belum mampunya komunitas mural untuk menampung mereka, dan kurangnya strategi menyiasati tempat dalam berekspresi.
“Gue sendiri pun pernah ada di fase itu di mana gue merasa harus menggambar lebih liar lagi. Di sisi lain, seiring dengan pengalaman, gue merasa ini (vandalisme) nggak baik buat dicerna,” ungkap Popo. “Jadi menurut gue, vandalisme akan regenerasi terus. Nanti akan ada orang-orang baru yang melakukan itu dan orang-orang yang sudah melakukan itu akan berhenti.”
Ia berharap akan muncul lebih banyak acara seni yang turut melibatkan komunitas mural seperti yang dilakukan Dongsen UI 2018. Dengan begitu, komunitas mural akan sering terekspos. Kesadaran masyarakat, khususnya anak muda tentang mural juga ikut meningkat.
“So far sebenarnya lebih diperbanyak aja, sih, entah kerja samanya dengan sponsor ataupun antarkomunitas atau antarpelaku kreatif. Dengan begitu, mereka akan saling bertemu, bersilaturahmi, kamudian akhirnya berkolaborasi,” harapnya.
Live mural merupakan satu dari serangkaian acara yang diselenggarakan oleh Dongsen UI 2018. Selain itu, gelaran yang diadakan di Kuningan City Ballroom, Jakarta Selatan pada Sabtu (10/11/18) ini juga dimeriahkan oleh acara seminar, bazar, pameran seni, dan panggung musik.
Reporter: Galuh Putri Riyanto
Editor: Geofanni Nerissa Arviana
Forografer: Galuh Putri Riyanto