JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Pernyataan tersebut dipaparkan oleh jurnalis senior Tempo Hermien Y. Kleden pada Masterclass bertemakan Teknik Wawancara. Kerap kali jurnalis disalahartikan sebagai ‘pahlawan’ bagi masyarakat. Ia menegaskan bahwa merupakan sebuah kewajiban bagi seorang jurnalis untuk menjadi jembatan informasi kepada masyarakat, dalam Tempo Media Week, Sabtu (25/11/2017).
Dalam bertugas sebagai jembatan informasi bagi masyarakat, khususnya bagi jurnalis pemula, dirinya menegaskan bahwa seorang jurnalis haruslah bersikap dinamis. Entah terhadap waktu maupun keadaan. Anggapan ‘pahlawan’ ini berasal dari kepercayaan masyarakat dan sumber kepada jurnalis.
“Dan memang sudah menjadi tugas bagi wartawan adalah jangan penah menghancurkan kepercayaan itu,” pungkas perempuan yang memenangkan SK Trimurti Award 2009 ini.
Kepekaan, kesiapan, dan efisiensi wartawan juga harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan, ia kerap heran dengan banyaknya wartawan yang melontarkan pertanyaan tanpa didasari riset terlebih dahulu, “Makin enggak ada persiapan, pertanyaannya makin enggak jelas.”
Buruknya, banyak jurnalis yang hanya terfokus pada pekerjaannya, sehingga melupakan pentingnya memahami narasumber secara emosional.
“I know you guys are need this for the camera, but please come with sensible. Put your empathy then put your question,” terang Hermien.
Suatu wawancara akan berjalan mulus jika sang jurnalis berhasil menyamakan isi pikiran dengan narasumber, kemudian mendapatkan kepercayaan. Dengan begitu, narasumberlah yang akan terbuka sepenuhnya.
“Saya tidak percaya pada pertanyaan haram, I did my interview for 22 years. Dan saya menetapkan dari awal, tidak ada pertanyaan yang tidak bisa ditanyakan di muka bumi. Persoalannya, dia mau jawab apa enggak.” – Hermien Kleden
Ada dua hal yang sudah menjadi harga mati yakni seorang jurnalis tidak boleh membohongi narasumber. Kemudian, haram bagi seorang jurnalis mengambil keuntungan atas ketidaktahuan narasumber. Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang jurnalis memberitahukan hak-hak yang dimiliki narasumber.
Selain itu, kelas ini turut dihadiri oleh Prita Laura. Dirinya juga turut memberikan pesan-pesan dalam berkarir di dunia jurnalistik.

“Kita sebagai jurnalis tuh selalu menyediakan waktu untuk off-air untuk mendobrak tembok-tembok (rasa narasumber untuk tertutup) dulu, baru kita on-air,” terang Prita dalam Masterclass yang diadakan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI).
“Jadi ada beberapa hal (sensitif) yang kita perlu pelan-pelan untuk masuk (dalam pembicaraan),” tutup presenter program 360 MetroTV tersebut.
Penulis: Gabrielle Alicia Wynne Pribadi
Editor: Gilang Fajar Septian
Photographer: Rafaela Chandra