JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Untuk memperingati 50 tahun peristiwa ’65, Kineforum menghadirkan mengadakan program pemutaran film dokumenter selama bulan Oktober. Di pekan ketiga ini, Kineforum mengadakan diskusi bertajuk “Peristiwa 1965 dalam Film Pasca-Orde Baru: Memori dan Suara yang Terpinggirkan”, Sabtu (24/10).
Diskusi tersebut menghadirkan dua pembicara, yakni Putu Oka Sukanta (Sastrawan dan Anggota LEKRA) dan Dr. Nani Nurrachman Soetojo (Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya). Menurut Putu, film dokumenter merupakan pengungkapan peristiwa 65 dengan sisi lain.
“Program saya waktu itu membuat film, walaupun tidak ada uang. Dengan film, saya memberikan gambaran paradigma yang berbeda tentang ’65,” katanya.
Film tersebut, lanjut Putu, menggambarkan kehidupan para tahanan politik yang dipenjara dan perempuan yang dibunuh. Luka yang membekas hingga sekarang, menurut Putu, belum dirasakan para korban secara total.
“Luka yang terjadi kelihatanya sembuh, itu hanya terlihat di lapisan luarnya saja. Tapi, lapisan di dalamnya masih sakit,” tambahnya.
Ia menegaskan, peristiwa ’65 menjadi “tulang punggung” Indonesia di masa depan. Para narasumber yang ada di dalam film dokumenter bahkan menangis ketika film tersebut diputar di hadapan mereka karena luka masa lalu yang belum pulih.
Senada dengan Putu, Nani mengungkapkan film peristiwa ’65 hingga orde baru merupakan pengungkapan kehidupan sejarah Indonesia. Kendati pada era 65-98, pemerintah tidak memberikan peluang untuk menceritakan sejarah secara lebih terbuka.
“Sejauh mana kesadaran kita terhadap sejarah. Peristiwa ’65 memiliki makna tersendiri. Semua film itu turut mempelihara ingatan kolektif bangsa terhadap peristiwa ini,” paparnya.
Ia menambahkan, film mampu memberikan persepsi yang berbeda. Mengungkapkan sejarah Indonesia yang cenderung kekerasan. Contohnnya, The Act of Killing, film ini memvisualisasikan ekspresi para korban ’65. Ada juga, 40 Years of Silence, menggambarkan para korban mengatasi traumanya.
“Film-film itu menggambarkan sejarah psikologis terhadap peristiwa ’65,” tutur Nani.
Penulis : Christoforus Ristianto
Editor : Ghina Ghaliya
Foto : Christoforus Ristianto