JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Women’s March Jakarta 2019 kembali diadakan pada Sabtu (27/04/19). Ragam kostum dan poster peserta mewarnai aksi pawai yang dimulai dari Hotel Sari Pan Pacific Jakarta dan berakhir di Taman Aspirasi Monas.
Salah satu peserta dengan kostum unik yaitu Cici. Ia memakai sebuah atribut berbentuk sayap kupu-kupu berwarna biru dengan beberapa tulisan yang mengusung pelestarian lingkungan. Menurutnya, perempuan menjadi garda terdepan dalam mengurus bumi ini.
“Wanita ini terdepan sebenarnya untuk penyelamatan lingkungan karena kita selalu memikirkan anak cucu, selalu memikirkan ke situ. Kita pengin bumi ini selalu hijau dan juga bisa terus dilihat oleh anak cucu kita. Inilah pesan yang aku bawa tahun ini,” jelas perempuan yang tergabung dalam organisasi Greenpeace ini.
Ia juga memberikan pesan bagi para perempuan Indonesia untuk tetap melestarikan bumi. “Mari kita lestarikan bumi ini! Kita adalah garda terdepan untuk penyelamatan bumi dan pastinya jangan anti feminisme,” ujar Cici.
Selain itu, hadir pula kelompok yang menampilkan ragam busana yang mewakili sejumlah profesi di Indonesia. Mereka merupakan komunitas Never Okay Project. Komunitas yang didirikan pada 10 Januari 2018 itu fokus menyorot isu pelecehan seksual di tempat kerja.
“Jadi, kita pakai kostum pekerja ini ingin mempresentasikan bahwa seluruh pekerja melawan pelecehan seksual di tempat kerja, karena kita menuntut ruang kerja yang nyaman. Kita bisa kerja tanpa harus dilecehkan, baik untuk laki-laki atau perempuan,” jelas Program Officer Never Okay Project Fiani Dwiyanti.
Fiani sendiri mengenakan pakaian selayak CEO suatu perusahaan. Temannya yang lain pun ada yang berpakaian sebagai dokter, montir, pelukis, juru masak, desainer, reporter, hingga pekerja seks. Tak hanya lewat kostum, aspirasi juga mereka tunjukkan melalui poster-poster yang menyorot Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
“Pelecehan seksual enggak terjadi di tempat-tempat umum saja, tapi di tempat kerja itu semakin berbahaya,” tutur Ilustrator Never Okay Project Sherlyna Rizki.
Senada dengan Sherlyna, Fiani mengatakan bahwa upaya melawan pelecehan seksual di tempat kerja itu sulit. Hal tersebut menurutnya dikarenakan pelecehan seksual di tempat kerja masih menjadi bahasan yang sensitif, apalagi masalah ini menyangkut pekerjaan dan karier seseorang.
Mereka pun meyakini bahwa laporan tentang pelecehan seksual di tempat kerja masih terbungkam. Lewat akun Instagram @neverokayproject, para pekerja tidak hanya dapat menyuarakan pengalaman mereka, tetapi juga berdiskusi untuk mengajukan kebijakan pelaporan pelecehan seksual di tempat kerja.
Lain hal dengan Nadya Karima Melati, seorang sastrawan yang hadir dengan membawa poster berisikan judul penelitiannya yang mengangkat tentang para kuntilanak di Pontianak, Kalimantan. Tulisannya itu pernah dimuat dalam geotimes.co.id dengan judul Negara yang Memelihara Kuntilanak. Dalam tulisannya, perempuan yang juga tergabung dalam organisasi Support Group and Resource Center on Sexuality Studies itu memaparkan berbagai data mengenai kasus pemerkosaan perempuan hingga meninggal.
“Kuntilanak itu representasi. Dia itu sudah diperkosa, dia enggak dapat keadilan. Dia cuma bisa mati gentayangin orang. Nah, kalau misalkan kita mengesahkan RUU PKS, kita bisa mengurangi populasi kuntilanak kan? Jadi, perempuan tuh mendapat keadilan, enggak harus saat dia mati,” jelas Nadya mengenai ide penelitiannya.
Selain itu, ia juga menyorot kenapa dalam cerita-cerita mistis banyak membahas hantu perempuan yang menyeramkan. Misalnya kuntilanak, dikenal sebagai hantu wanita yang masih bergentayangan karena meninggal dengan tidak wajar. Nadya juga membahas Sundel Bolong dan Wewe Gombel. Mengutip dari tulisannya, hantu perempuan tersebut menyimpan dendam atas ketidakadilan di dunia yang belum selesai. Dengan pendekatan cerita mistis itu, ia menuntut pengasahan RUU PKS.
Penulis: Rachel Rinesya Putri
Editor: Anindya Wahyu Paramita
Foto: Nadine K. Azura