JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Produk audiovisual seperti program TV, film, dan foto dapat menjadi refleksi sejarah manusia dan memperlihatkan perkembangan zaman. Mulai dari menampilkan baju-baju yang pernah nge-tren hingga orang-orang yang berkuasa pada saat itu, produk-produk tersebut merupakan kenangan yang membentuk identitas sebuah bangsa.
Pada Selasa (16/01/17), acara Evening Lecture Series yang dipersembahkan oleh Indonesian Heritage Society membahas pentingnya menjaga artefak kebudayaan dan identitas bangsa yang tersimpan dalam film (seluloid). Diskusi bertajuk Fragile Memories: Preserving Indonesia’s Film Archives ini bertempat di Auditorium Erasmus Huis, Jakarta, dan mengundang dua pembicara yang bergerak di bidang preservasi film-film lama.
“Dalam jangka waktu 30 tahun jika tidak dirawat dengan baik, kondisi stok-stok film akan memburuk dan hancur menjadi bubuk. Jika hal ini terjadi, kita seolah tidak memiliki masa lalu dan akan kehilangan identitas,” jelas filmmaker dan mantan Festival Director Europe on Screen, Orlow Seunke kala membuka diskusi pada malam itu.

Menurut Orlow, masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah ketiadaan tempat penyimpanan yang layak. Film harus disimpan dalam tempat dengan climate control agar kualitasnya terjaga, hal ini sangatlah penting, terlebih lagi udara Indonesia yang panas dan lembab dapat mempercepat proses kerusakan. Sebuah film dapat bertahan sekitar 200-500 tahun lamanya jika disimpan di tempat yang layak. Baginya, pemerintah Indonesia perlu melahirkan sebuah sistem untuk mempreservasi film-film lawas sebelum kontennya hilang termakan debu dan kelembaban udara.
Bersama dengan Id Film Center Foundation, Orlow berusaha untuk menyelamatkan produk-produk audiovisual Indonesia dengan tiga cara; mempreservasi melalui pendigitalan, merestorasi, dan mengembalikan ke masyarakat dengan menggelar eksibisi.
Berbagi keprihatinan yang sama, Amanda Huntley, juru arsip film dan pemilik Huntley Film Archive di London menekankan pentingnya menjaga dan menghargai film-film lama. Menurutnya, masyarakat layaknya menganggap film sebagai sumber sejarah utama.
“Perkembangan zaman membuat kita kurang menghargai film-film lama, sekarang jika kita mau menonton apapun, semuanya tersedia di Internet. Hal ini menyebabkan orang-orang sulit mengerti kebutuhan kita untuk mempreservasi,” tutur wanita asal Inggris ini.
Amanda memperlakukan film-film yang ia preservasi sebagai alat pembelajaran bagi generasi mendatang karena baginya film memiliki kekuatan untuk berbicara dan menjelaskan masa lalu. Manusia cenderung suka bernostalgia dan mengingat-ingat masa lampau, dan film dapat membuat hal itu menjadi kenyataan, mereka dapat menghidupkan kembali yang sudah mati.
Namun, film pada dasarnya adalah barang sekali pakai, masa hidup sebuah film akan habis setelah ia tidak lagi menjadi produk komersial, dan di saat itulah para juru arsip datang ‘menyelamatkan’ film-film tersebut.
“Juru arsip film melakukan tugas ini demi generasi mendatang,” tutupnya.
Penulis: Valerie Dante
Editor: Gilang Fajar Septian
Foto: Elvira Lisa, filmcare.org