SERPONG, ULTIMAGZ.com – Pemikiran keliru terkait isu lingkungan adalah cara berpikir bahwa satu-satunya kegunaan membuang sampah adalah untuk menjaga kebersihan. Sekilas cara berpikir tersebut mungkin terlihat wajar, tetapi ada sisi gelap di baliknya karena tidak ada pemikiran untuk mengelola sampah, hanya membuangnya.
Hal itu disampaikan oleh Co-founder demibumi.id Jessica Halim. Demi Bumi sendiri merupakan situs yang berdiri untuk mengkampanyekan pengurangan penggunaan plastik sekali pakai. Jessica menerangkan, sejak kecil kebanyakan orang tidak diajari oleh orangtua maupun sekolah cara untuk mengelola sampah. Anak hanya diajarkan membuang sampah untuk menjaga kebersihan.
“Buang sampah di tong sampah, biar bersih. Selalu diajarkan cara menjaga kebersihan area di sekitar kita dengan cara membuang sampahnya. Nah, sebetulnya sistem ini yang menurut saya ini kurang tepat,” ujar Jessica pada acara Run to Share (RUSH) melalui pertemuan Zoom (07/11/20). Acara tersebut diselenggarakan oleh Bank Sampah Universitas Multimedia Nusantara (UMN), .
Produksi sampah yang berlebihan menimbulkan masalah kelebihan muatan sampah. Bahkan, pada 2019, kapasitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang hanya tersisa untuk 10 ton sampah dan dikatakan akan penuh pada 2021. Padahal, TPST Bantar Gebang disebut sebagai tempat pembuangan sampah terbesar di dunia oleh National Geographic.
Contoh lain yang lebih ekstrem adalah penumpukan sampah terjadi pada 15 tahun yang lalu. Pada 2005, terjadi tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah di Cimahi. Longsor tersebut terjadi karena material sampah organik dan non-organik yang tidak kompak menyebabkan air masuk di sela-sela sampah yang renggang. Ketika tekanan air semakin berat, kestabilan bukit sampah menjadi hilang. Terlebih lagi, terjadi ledakan akibat gas metana (CH4) dalam jumlah besar yang terperangkap di dalam gundukan sampah. Peristiwa ini mengakibatkan 157 orang meninggal dunia.
Sampah Plastik Lebih Baik Diolah Sendiri
Jessica menekankan bahwa salah satu material yang menyumbang jumlah sampah terbanyak adalah plastik. Ia menyatakan fakta-fakta seputar plastik, seperti sejumlah dua juta bungkus plastik digunakan pada setiap menit. Padahal tiap bungkus plastik secara rata-rata hanya digunakan selama 12 menit dan membutuhkan waktu 1.000 tahun untuk terurai.
“Ikan teri di Indonesia sudah ada penelitiannya bagian kelautan itu sudah mengandung mikroplastik. Garam, yang menjadi bagian besar dalam hidup kita sudah terkontaminasi plastik,” katanya. “Jadi, hentikan pembuangan plastik, hentikan pembuangan sekali pakai supaya alam kita semakin bersih, fauna tidak terkontaminasi, dan kita sendiri juga tidak terkontaminasi.”
Salah satu solusi dari masalah ini adalah memakai produk-produk yang ramah lingkungan. Namun, menurut Jessica, satu solusi yang lain adalah mempertanyakan produk-produk yang diklaim ramah lingkungan oleh banyak perusahaan. Hal ini dikarenakan ada kalanya perusahaan tidak bersungguh-sungguh membuat produk yang ramah lingkungan.
Misalnya, microbeads adalah partikel plastik yang solid dan kecil berukuran kurang dari 5 milimeter (mm) dan tidak larut dalam air. Microbeads ini terdapat pada produk kosmetik sehari-hari, serta digunakan untuk membersihkan kulit selama satu atau dua menit sebelum tercuci dan terbuang ke lingkungan selama 10.000 tahun.
Maka dari itu, Jessica menyarankan orang-orang aktif mencari produk yang benar-benar ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, microbeads plastik dengan bahan dasar alami, seperti gula, garam, tepung jagung, dan ampas kopi.
Ampas kopi ketika dicampur dengan minyak zaitun, bisa digunakan sebagai masker wajah atau masker kopi. Berkat kandungan antioksidan yang tinggi, masker kopi ini berefek melawan penuaan dini dan mencegah kanker kulit.
Solusi lainnya adalah memilah sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga adalah penyumbang sampah terbanyak dengan jumlah 48% dari jumlah total sampah. Mempertimbangkan kapasitas TPA yang penuh, Jessica menyatakan bahwa membuang sampah begitu saja tanpa mengolahnya adalah salah satu bentuk pembuangan sampah yang sembarangan.
Maka dari itu, orang-orang perlu memilah sampah rumah tangganya. Untuk sampah organik yang bisa diolah, sebaiknya ditaruh ke dalam biopori dan kemudian menjadi pupuk cair. Sementara untuk sampah an-organik, berikan yang bisa diolah ke bank sampah sehingga dapat ditukarkan menjadi uang tambahan bagi nasabah.
“Bank sampah ini ada di sekitar rumah kita, coba Google saja, alamatnya di mana. Saya biasanya cari bank sampah induk karena lebih lengkap,” kata Jessica.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Agatha Lintang
Foto: Frizki Alfian