SERPONG, ULTIMAGZ.com – Satu minggu setelah naik ke layar lebar, film Kucumbu Tubuh Indahku kerap diperbincangkan di media sosial. Netizen mengomentari film ini lantaran mengandung unsur LGBT. Bahkan sebuah petisi di change.org muncul untuk memboikot film ini. Dalam kurun waktu seminggu setelah petisi tersebut dibuat, tercatat sudah ada 21.196 orang yang menandatangani.
Kucumbu Tubuh Indahku dinilai dapat meresahkan masyarakat karena mempengaruhi cara pandang terhadap kelompok LGBT. Selain itu, nilai-nilai yang direpresentasikan memiliki nilai yang bertentangan dengan nilai agama. Film ini dilarang di tiga daerah, yaitu Depok, Kubu Raya, dan Pontianak.
Garin Nugroho selaku sutradara film Kucumbu Tubuh Indahku pada dasarnya tidak keberatan jika ada pihak yang tidak menyukai filmnya. Hanya saja ia menyayangkan tidak adanya diskusi yang tepat mengenai hal ini.
Ia menginginkan pihak yang tidak menyetujui filmnya adalah orang yang memang sudah menontonnya. Sebab, apa yang diperdebatkan acap kali melibatkan orang-orang yang belum menonton film tersebut, sehingga publik abai dengan poin utama yang hendak disampaikan.
“Oleh karena itu, adalah bebas kalau ada petisi (untuk melakukan) boikot atau tidak setuju, tapi tidak boleh menghakimi atau mengajak orang (untuk ikut menghakimi) tanpa melihat lebih dulu,” katanya setelah acara diskusi publik yang diadakan di Auditorium Visinema Campus, Cilandak, Jakarta Selatan seperti dikutip oleh detik.com.
Film yang memenangkan Asia Pacific Screen Award dan film terbaik Festival Des 3 Continents Nantes 2018 ini menyoroti kehidupan Juno (Muhammad Khan) yang menjadi seorang Penari Lengger setelah ayahnya meninggal dunia. Tarian yang berasal dari Banyumas ini mewajibkan sang penari untuk memiliki dua sisi dalam satu tubuh, yaitu maskulinitas dan feminitas.
Pemboikotan film yang rilis pada 18 April 2019 ini membuat beberapa sineas Indonesia angkat suara. Sutradara Pengabdi Setan Joko Anwar membagikan pernyataan yang dikeluarkan Indonesian Film Directors Club (IFDC) melalui akun Twitter-nya. Pada unggahan tersebut terlihat pula beberapa film yang pernah mendapat respon senada dari masyarakat.
Pernyataan asosiasi sutradara film Indonesia (IFDC) atas kontroversi film Kucumbu Tubuh Indahku dan pengekangan kebebasan berekspresi lewat film. pic.twitter.com/ymon75jlrL
— Joko Anwar (@jokoanwar) April 30, 2019
Isu SARA merupakan momok utama atas kecaman terhadap film-film Tanah Air. Contohnya adalah film Cin(T)a karya Sammaria Simanjuntak dan Wanita Berkalung Sorban, Tanda Tanya, Cinta Tapi Beda yang ketiganya merupakan karya Hanung Bramantyo. Film ini mengangkat pluralitas yang dinilai sensitif.
Ada pula film Pocong (2006) yang diberhentikan peredarannya karena dinilai terlalu sadis. Pada tahun 2019 film ini dibuat kembali dengan judul Pocong The Origin. Selain itu, Dilan 1991 pernah diprotes karena dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk dari sosok Dilan yang merupakan anggota geng motor.
Dalam pernyataan tersebut IFDC menuliskan kecenderungan penghakiman sepihak pada sebuah karya akan menghambat proses perkembangan kreativitas pekerja seni Indonesia. Lebih dari itu, aksi protes sepihak atas film-film yang telah beredar menimbulkan kerugian pada para pembuat film.
“Kami adalah para pembuat film yang berani mempertanggungjawabkan setiap karya yang kami buat, untuk itu kami bersedia mendialogkan dengan pihak mana pun yang merasa dirugikan atas karya kami,” tulis IFDC di akhir pernyataan.
Penulis: Andi Annisa Ivana Putri
Editor: Ivan Jonathan
Gambar: Megapolitan Kompas
Sumber: cnnindonesia.com, hot.detik.com, style.tribunnews.com, tirto.id