SERPONG, ULTIMAGZ.com – Rencana pembangunan Bukit Algoritma akhir-akhir ini sedang menjadi buah bibir di mana-mana. Pemerintah bahkan dengan percaya diri menyebut proyek ini sebagai Silicon Valley-nya Indonesia. Sebenarnya, apa itu Silicon Valley dan benarkah Indonesia mampu menirunya?
Silicon Valley terletak di bagian Selatan kota San Fransisco, California, Amerika Serikat, yang kini menjadi pusat inovasi teknologi raksasa. Kehadirannya telah berhasil mencetak perusahaan-perusahaan teknologi kelas internasional.
Silicon Valley menampung 2.000 perusahaan teknologi yang berfokus dalam menciptakan inovasi-inovasi baru. Beberapa di antaranya adalah perusahan-perusahaan besar yang namanya sudah tak asing lagi di telinga kita, seperti yang terlihat pada peta berikut:

Sejarah munculnya Silicon Valley
Silicon Valley sebenarnya bukanlah sebuah proyek yang direncanakan. Semua ini berawal pada akhir 1800-an, yaitu ketika pelabuhan di San Fransisco secara tidak sadar membentuk pusat industri telegraf dan radio di daerah sekitarnya.
Kemudian, pada 1909, San Jose menjadi rumah bagi salah satu stasiun radio pertama di Amerika. Daerah tersebut menjadi semakin berkembang ketika Angkatan Laut Amerika membeli daerah bernama Moffet Field pada 1933 untuk menjadi pusat penelitian dan perawatan salah satu hasil inovasi terbesar di bidang teknologi dirgantara, yaitu USS Macon.
Pada 1939, William Hewlett dan Dave Packard mendirikan perusahaan Hawlett-Packard (HP) di Palo Alto. Di tahun yang sama, didirikan pula pusat penelitian Ames yang kemudian membangun terowongan angin terbesar di dunia pada 1949.
Selanjutnya pada 1940 hingga 1950-an, William Shockley melakukan penelitian pada bidang teknologi komputer, menghasilkan transistor prosessor komputer pertama yang menggunakan silikon dan bukan dari germanium. Lalu pada 1957, delapan karyawan dari Shockley yang dikenal dengan nama “The Traitorous Eight” memutuskan untuk berhenti dari perusahaannya dan menempuh jalannya sendiri.
Singkat cerita, masing-masing dari mereka akhirnya sukses membangun perusahaan dan inovasinya sendiri. Hasil karya mereka, kini kita kenal sebagai perusahaan-perusahaan besar dalam bidang komputer, seperti Intel, AMD, dan Teledyne.
Tak berhenti sampai di situ, pertumbuhan daerah inovasi teknologi ini semakin besar karena pada 1969, Lembaga Penelitian Stanford menjadi salah satu kunci utama dalam penemuan Arpanet, awal mula dari Internet yang kita gunakan sekarang. Dalam dekade itu, perusahaan-perusahaan besar seperti Xerox, Atari, Apple, dan Oracle, mulai bermunculan di daerah tersebut. Kemudian, pada dekade selanjutnya, daerah itu telah menjadi pusat dari industri inovasi komputer.
Nama Silicon Valley sendiri diciptakan oleh seorang jurnalis bernama Don Hoefler pada tulisannya di tabloit Electronic News yang mengangkat topik tentang industri semikonduktor di daerah San Fransisco. Nama Silicon Valley seketika populer dan banyak digunakan oleh masyarakat hingga saat ini.
Kunci kesuksesan Silicon Valley
Dikutip dari Scientific American, alasan di balik kesuksesan Silicon Valley adalah karena daerah tersebut memiliki beberapa universitas ternama seperti Stanford dan University of California yang menghasilkan lulusan-lulusan terbaik pada industri teknologi. Sumber daya manusia yang berkualitas ini didukung dengan hadirnya pusat penelitian pemerintah dan laboratorium komersial. Kedua faktor tersebut semakin disempurnakan dengan dukungan dari pemberi modal ventura yang berlimpah dan budaya wirausaha yang berani mengambil resiko.
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang berdiri di Silicon Valley ini juga diwarnai dengan semangat kerjasama dan nilai kompetitif yang sehat. Dikutip dari The Balance, jaringan profesional yang tercipta di sana juga menghasilkan pertukaran ilmu dan informasi yang mudah serta bermanfaat, menghasilkan kolaborasi di antara mereka dan membuat perusahaan-perusahaan tersebut relatif lebih sukses.
Calon ‘Saudara’ Silicon Valley dari Indonesia
Kesuksesan Silicon Valley menginspirasi negara-negara lain untuk turut membuat komplek inovasi demi industri yang maju. Contohnya, Inggris dengan Silicon Roundabout, Albania dengan Silicon Pyramid, dan kota-kota besar seperti Berlin, Shenzen, dan Tel Aviv. Semuanya telah mencoba dan gagal meniru Silicon Valley. Proyek-proyek tersebut berujung hanya menghamburkan dana pemerintah.
Namun, meski melihat semua kasus di atas, pemerintah masih memutuskan untuk ikut berpartisipasi dalam kompetisi ini. Pada 2018, proyek ini pertama kali diusulkan oleh PT Bintang Raya Lokalestari dengan bekal tanah seluas 888 hektar di Jawa Barat. Rancangan pembangunan proyek ini bernilai total sekitar Rp 18 triliun dan diyakini akan merampungkan tahap pertama pembangunannya pada 2024.
Walaupun pemerintah tampak optimis dengan keberhasilan proyek Bukit Algoritma, sayangnya masyarakat dan sebagian lembaga masih skeptis dan menganggap proyek ini akan bernasib sama dengan proyek serupa dari negara-negara lain dan berujung pada penghamburan dana infrastruktur negara.
Penulis: Reynaldy Michael Yacob
Editor: Charlenne Kayla Roeslie
Foto: HBO, Mapsontheweb.com
Sumber: Cnnindonesia.com, Republika.co.id, Youtube.com/Asumsi, Youtube.com/Tech-Insider