SERPONG, ULTIMAGZ.com — Eksistensi 29 Februari dapat kita temui satu kali dalam rentang waktu empat sampai delapan tahun. Jika pada 2019 Februari hanya memiliki 28 hari, tahun ini jumlah hari di bulan Februari akan bertambah satu. Berikut ini merupakan penjelasan alasan yang mendasari penambahan tanggal ini.
KALENDER ROMAWI
Pada zaman Raja Romulus, satu tahun hanya berisikan 10 bulan. Kalender yang ia buat mengacu pada musim semi di bulan Maret hingga berakhir di bulan Desember. Sepuluh bulan kalender romawi terdiri dari Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintilis, Sexitilis, September, October, November, dan December. Bukan hanya itu, tanggal dan bulan untuk merayakan tahun baru juga beda dengan era sekarang. Perayaan tahun baru masa itu jatuh pada awal musim semi (21 Maret).
Akan tetapi ketika kekuasaan ada di tangan Raja Numa Pompilus, ia menyempurnakan kalender ini dengan menambahkan Januari dan Februari setelah Desember. Hal ini membuat Februari menjadi bulan terakhir dalam satu tahun. Januari dan Februari memiliki 28 hari. Dengan begitu, satu tahun memiliki 354 hari dan 12 bulan.
Namun, orang Romawi menganggap angka genap sebagai simbol ketidakberuntungan. Jadi pada saat itu, ia mengurangi jumlah tanggal hari terakhir yang jatuh di bulan Februari. Perubahan ini bukan membawa kalender menuju kesempurnaan, tetapi menambah kebingungan.
KALENDER TAHUN KABISAT
Sebenarnya cikal bakal keberadaan 29 Februari ini datang dari kalender Julian yang dikenalkan sejak zaman kepemimpinan Julius Caesar. Pada masa Romawi, astronom bernama Sosigenes Alenxandria mencetuskan hadirnya tahun kabisat.
Hal ini dapat terjadi karena satu tahun didefinisikan sebagai durasi bumi mengelilingi matahari dalam satu putaran penuh. Kala itu, Sosigenes menghitung bahwa satu tahun terdiri dari 365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 45 detik. Awalnya, Sosigenes membulatkan satu tahun menjadi 365 hari. Kelebihan waktu 5 jam, 48 menit, dan 45 detik disederhanakan menjadi 6 jam. Apabila sisa durasi 6 jam itu dikalikan dengan 4, Sosigenes memperoleh 1 hari lagi yang bisa ia taruh setiap 4 tahun sekali (6 jam x 4 tahun = 24 jam/1 hari). Sisa hari ini ia taruh di bulan Februari, maka jumlah hari pada Februari akan bertambah satu setiap empat tahun sekali.
Selain itu, kalender tersebut memiliki 30 atau 31 hari setiap bulannya, kecuali Februari. Raja Julius juga mengganti nama bulan Quintilis dan Sexitilis. Setelah kematiannya, nama Quintilis diganti menjadi Juli karena itu merupakan bulan kelahiran Raja Julius. Lalu untuk menghormati kaisar Agustus yang merupakan putra dari Raja Julius, Sexitilis diganti menjadi Agustus.
PERBAIKAN SISTEM
Pada abad ke-16, Astronomer Italia Aloysius Lilius mengatakan, perhitungan durasi bumi mengelilingi matahari pada masa itu belum tepat sehingga dalam 1500 tahun, terdapat selisih 10 hari. Majunya penanggalan ini membuat penentuan hari kegiatan keagamaan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, sistem penanggalam ini diperbaiki oleh Paus Gregorius XIII (1582 Masehi).
Ia mengubah ketentuan penambahan serta membuat kalender Gregorian untuk memutuskan menerapkan tahun kabisat. Dalam era ini, tahun kabisat merupakan tahun yang habis dibagi empat dan 400. Maka dari itu, tahun kabisat tidak akan ada untuk tahun kelipatan 100, seperti tahun 2100, 2200, dan 2300. Sistem penanggalan ini diresmikan pada 1582.
MASIH HARUS DIPERBAIKI
Meskipun Paus Gregorius XIII sudah mengoreksi sistem penanggalan, tetapi kalender Gregorian masih memiliki kelebihan 3 hari dalam 10.000 tahun. Kesalahan ini dapat terjadi karena jumlah hari di kalender Gregorian hanya 365,2425 hari. Hal ini berbeda dengan satu tahun tropis yang mencapai 365,242199 hari.
Gerak presesi atau gerak sumbu rotasi bumi selagi mengelilingi matahari menjadi penyebab ketidakakuratan perhitungan tanggalan. Namun, Moedji Raharto selaku ahli kalender dari Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung mengatakan, tidak mudah untuk membuat kalender dengan jumlah hari yang tepat dengan satu tahun tropis. Moedji menjelaskan bahwa masih banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti sisi kepraktisan kalender serta idealisme sistem kalender itu sendiri.
Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan oleh cnnindonesia.com, kata kabisat berasal dari bahasa arab (kabisah) yang memiliki arti melompat. Pemilihan nama ini didasari dari pelompatan tanggal 29 Februari setiap tahun di luar kabisat. Maka dari itu, simbol katak seringkali menggambarkan tahun kabisat.
Namun, tahun kabisat di negara lain lebih dikenal dengan istilah Leap Year. Terminologi Leap Year merupakan sistem penamaan Inggris dan negara-negara Eropa serta Amerika. Penamaan ini diadaptasi juga oleh beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura.
Penulis: Elisabeth Diandra Sandi
Editor: Agatha Lintang
Foto: zenius.net
Sumber: cnnindonesia.com, kompas.com, bobo.grid.id