JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Rasa cemas disebabkan oleh berbagai cara, salah satunya karena memikirkan masalah lingkungan. Eco-anxiety namanya, kekhawatiran yang terus-menerus muncul akibat memikirkan tentang masa depan Bumi dan kehidupan yang ditampungnya, bersumber dari healthline.com.
The American Psychological Association (APA) pertama kali mendefinisikan eco-anxiety pada tahun 2017 sebagai rasa takut kronis akan kehancuran lingkungan. Temuan studi dari Greenland hingga Australia mengungkapkan terjadinya lonjakan jumlah orang yang melaporkan stres atau depresi terkait permasalahan iklim, dikutip dari time.com.
Melalui Time, psikoterapis Caroline Hickman mengatakan sebuah kelompok kerja untuk para profesional psikologi di Inggris bernama Climate Psychology Alliance (CPA) mengalami peningkatkan permintaan dukungan terapeutik.
“Orang membutuhkan bantuan untuk membangun kekokohan emosional,” katanya. “Dan orang tua harus memikirkan kembali bagaimana mereka menasihati anak-anak mereka, karena kami tidak bisa hanya mengatakan ini semua akan baik-baik saja.”
Bersumber dari time.com, eco-anxiety tidak sama dengan gangguan kecemasan klinis lainnya, meskipun dokter mengatakan ketakutan tentang iklim dapat memperburuk atau memicu masalah kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya. Hickman mengatakan, untuk beberapa orang eco-anxiety adalah sebuah respon yang sehat terhadap krisis iklim. Bagi orang-orang di negara yang sangat terdampak akan masalah iklim, seperti Maladewa, kecemasan berasal dari ancaman eksistensial. Kondisi yang mereka alami adalah ancaman dataran negara mereka yang akan tenggelam seluruhnya di tahun 2100 akibat naiknya permukaan laut.
Healthline mengungkapkan bahwa biasanya kecemasan klinis datang dari ancaman-ancaman yang tak rasional. Namun, kecemasan akibat masalah lingkungan ini datang dari masalah yang benar-benar terjadi. Maka dari itu, eco-anxiety merupakan bentuk kasus kecemasan langka yang terjadi. Kecemasan ini didasari oleh motivasi untuk bertahan hidup dan respons emosional manusia untuk mencari solusi atas kerusakan iklim.
Melansir medicalnewstoday.com, kecemasan lingkungan saat ini tidak tercantum dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), yang berarti bahwa dokter tidak secara resmi menganggapnya sebagai kondisi yang dapat didiagnosis. Namun, ahli kesehatan mental menggunakan istilah kecemasan lingkungan dalam bidang ekopsikologi, sebuah cabang yang membahas hubungan psikologis manusia dengan alam, dan bagaimana hal ini memengaruhi identitas, kesejahteraan, dan kesehatan mereka.
Menambahkan, APA menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan mental dalam beberapa cara, yakni menimbulkan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan trauma lainnya, kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat, agresi, berkurangnya kemandirian dan kontrol diri, pun juga menimbulkan rasa takut dan tak berdaya, bersumber dari medicalnewstoday.com.
Asal Muasal Kecemasan Akan Lingkungan
Medical News Today menyampaikan, kecemasan akan lingkungan ini berasal dari berbagai hal. Ada yang berasal dari pengalaman, risiko atau memiliki orang yang dicintai dan berisiko berhadapan dengan cuaca ekstrem terkait iklim, termasuk badai, kekeringan, dan kebakaran hutan. Selain itu, bukti ilmiah menunjukkan bahwa masyarakat mulai mengalami kecemasan yang ekstrim atau kronis karena merasa tidak dapat mengendalikan masalah lingkungan, terutama perubahan iklim.
Tak hanya itu, Medical News Today juga menuturkan bahwa bagi sebagian orang, peningkatan krisis lingkungan tidak hanya menimbulkan rasa frustrasi dan takut, tetapi juga menjadi sumber kecemasan yang terus-menerus ada. Selain itu, orang mungkin juga merasa bersalah atau cemas tentang dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perilaku generasi mereka terhadap lingkungan dan generasi mendatang.
Eco-Anxiety dan Cara Menghadapinya
Dalam menghadapi hal ini, Medical News Today memberikan beberapa tips yang dapat dilakukan:
- Melakukan hal yang positif.
Mengambil tindakan positif dapat membantu mengurangi perasaan cemas dan tidak berdaya. Selain itu, membantu orang lain juga memberikan manfaat psikologis yang baik bagi diri.
- Mempelajari masalah iklim dengan sumber terpercaya.
Mendapatkan informasi yang akurat tentang lingkungan dapat memberdayakan masyarakat dan membantu mereka merasa siap dan tangguh jika terjadi krisis. Mengandalkan informasi yang tidak akurat atau kekurangan informasi dapat mempersulit pemahaman dan proses masalah abstrak seperti perubahan iklim. Oleh karena itu, seseorang dapat menemukan kelegaan dalam mendidik diri mereka sendiri tentang masalah lingkungan dengan menggunakan informasi yang dapat dipercaya.
- Meningkatkan kepercayaan diri.
Orang yang yakin akan kemampuannya untuk mengatasi stres dan trauma dapat menangani rasa cemas lebih baik daripada orang yang kurang percaya diri. Sebagai contoh, keyakinan seseorang terhadap ketahanan mentalnya sendiri dapat mengurangi risiko depresi dan PTSD setelah bencana alam.
- Membina hubungan yang kuat dengan alam.
Menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan atau alam dapat membantu mengurangi kecemasan lingkungan akibat adanya dorongan hubungan yang positif antara diri dengan alam. Beberapa orang bahkan merekomendasikan untuk menyimpan batu, ranting, bunga kering, atau benda alami lainnya yang dapat mereka lihat dan sentuh saat merasa kewalahan.
Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari
Editor: Xena Olivia
Foto: pexels.com
Sumber: medicalnewstoday.com, time.com, healthline.com
좋은 글입니다. 저는 매일 우연히 발견하는 블로그에서 새롭고 도전적인 것을 배웁니다. 다른 작가의 콘텐츠를 읽고 다른 사이트의 무언가를 사용하는 것은 항상 유용합니다.
당신의 작업은 매우 훌륭하고 저는 당신에게 감사하며 더 많은 정보적인 게시물을 기대합니다. 우리에게 훌륭한 정보를 공유해 주셔서 감사합니다.
이건 정말 훌륭한 자료인데, 무료로 제공하시다니. 양질의 자료를 무료로 제공하는 것의 가치를 이해하는 블로그를 보는 게 좋아요.
I appreciate the information shared in this article about eco-anxiety,
a growing concern among people as they worry about the future of our planet.
The fact that the American Psychological Association recognized eco-anxiety as a chronic
fear of environmental destruction in 2017 highlights
the seriousness of this issue.
It’s interesting to note that eco-anxiety is not the same as other
clinical anxiety disorders, but it can exacerbate existing mental health issues.
I agree with Caroline Hickman, a psychotherapist, who mentioned
that some people view eco-anxiety as a healthy response to the climate crisis.
However, for those living in countries most affected
by climate change, such as the Maldives, the anxiety stems from an existential threat to their land.
The article also mentions that eco-anxiety is a rare form of anxiety disorder since it is based on a real and present threat to the environment.
It’s essential to understand that this anxiety is rooted in the survival instinct and the emotional response
to finding solutions to environmental problems.
I appreciate the tips provided in the article to manage eco-anxiety,
such as taking positive action, educating oneself with reliable sources, building self-confidence, and strengthening the connection with nature.
These are valuable strategies to help manage the overwhelming feelings of anxiety and helplessness that can arise from environmental concerns.
Thank you for sharing this informative article, and I hope that more people will become aware
of eco-anxiety and learn how to manage it effectively.