SERPONG, ULTIMAGZ.com — Film Little Miss Sunshine mengajak untuk mengenal citra negara maju Amerika Serikat dari kacamata sisi yang jarang dipakai oleh para sineas. Dengan jeli, film ini membangun energi dari tiap-tiap karakter dan keberlangsungan cerita yang manusiawi.
Digarap bersama oleh pasangan sutradara Jonathan Dayton dan Valerie Faris, Little Miss Sunshine berhasil menapik dua penghargaan di ajang tahunan prestisius Academy Awards pada tahun 2007 untuk kategori pemeran pendukung pria dan skenario asli terbaik.
Berlatar di negara bagian Alburquerque, New Mexico, cerita yang ditulis oleh Michael Arndt ini berkisah tentang sebuah keluarga dari kelas menengah bawah dan polemik dari enam karakter yang dihadirkan.
Enam karakter tersebut berposisi sebagai representasi publik dari kelas bawah, antara lain seorang ayah perusuh motivasi, anak perempuan polos yang gila obsesi, pemimpi buta warna yang nekat, sang ibu dengan kebesaran hati, hingga kakek loyo pecandu narkoba.
Jelma Impian Masyarakat Kaum Menengah Bawah
Di paruh pembuka film, Little Miss dengan optimis telah menggiring penonton dengan metafora mimpi-mimpi dari keenam karakter. Setiap pengambilan aktivitas turut diikutsertakan dengan kebersandingan relevansi yang muncul secara fasih di tiap-tiap peran.
Pertama, dengan anak perempuan yang bernama Olive Hoover (Abigail Breslin) yang secara jeli menampilkan obsesinya dalam ajang kecantikan. Aktivitasnya tergambar dengan ekspresi wajah polos kagum di depan layar kaca televisi.
Diteruskan dengan aktivitas lain yang datang dari sang ayah yakni Richard Hoover (Greg Kinnear) di ruang kelas perkuliahan. Dirinya dengan energi positif, sedang menggebu-gebu memelopori cara menuju sukses ala dirinya.
Usai dua karakter membuka, dilanjutkan dengan aktivitas singkat dua karakter lain di paruh waktu bersamaan, kakek Edwin Hoover (Alan Arkin) dan Dwayne (Paul Dano). Kakek sibuk dengan candu narkoba di bilik kamar mandi sedangkan Dwayne sibuk olahraga demi capaiannya di sekolah penerbangan kelak.
Pembukaan yang mengarah impian jelas para karakter ini ditutup oleh aktivitas sang ibu (Toni Collete) yang sedang dalam perjalanan menjemput saudaranya Frank Ginsberg (Steve Carell) di rumah sakit, terpaut jelas laga Frank yang mencoba bunuh diri dikarenakan gagal mencapai impiannya.
Kisah Little Miss Sunshine yang telah dibuka dengan hadirnya impian dari tiap karakter tersebut kemudian menjelma dengan konflik yang melulu hadir secara konstan di paruh-paruh berikutnya. Ini menunjukkan bahwa fondasi pengisahan dapat sangat kuat dalam mendukung asumsi kebosanan para penonton.
Setidaknya dengan kemunculan Little Miss Sunshine, kita disegarkan dan diselamatkan dengan akhlak cerita dan bangunan pikiran sosial yang berelevansi pada keindahan pola berkisah perihal kemanusiaan di era sekarang. Ini didasari atas semakin menjamurnya doktrinasi selera pasar yang gila fantasi namun minim nilai moral.
Penulis: Felix
Editor: Geofanni Nerissa Arviana
Infografis: Felix
Foto: IMDB