SERPONG, ULTIMAGZ.COM – Palestina terus bertahan hidup menghadapi serangan dari Israel. Melansir nbcnews.com, sekitar 1,4 juta warga telah mengungsi ke Rafah yang dinyatakan sebagai zona aman.
Namun, Palestina terus mendapatkan serangan Israel. Pada Minggu (26/05/24), Israel membakar tenda dan tempat penampungan di Rafah, dilansir health.detik.com. Mengutip tribunnews.com, Israel menewaskan kurang lebih 45 orang dalam serangan itu.
Baca juga: Merayakan Hari Konferensi Asia Afrika, Mari Kulik Sejarahnya!
Tidak hanya berhenti di sana, Israel meluncurkan serangan lagi pada Selasa (28/05/24). Serangan itu membunuh 21 orang di kamp pengungsi pada sebelah barat Rafah.
Dari peristiwa itu, beredar sebuah gambar di Instagram Story karya pengguna @shahv4012 yang bertuliskan ‘All Eyes on Rafah’ atau ‘Semua Mata Tertuju kepada Rafah’. Melansir news.sky.com, ungkapan tersebut berasal dari perwakilan World Health Organization (WHO) di Gaza Rik Peeperkom.
Melansir bbc.com, sekitar 47 juta pengguna Instagram telah membagikan gambar tersebut. Tidak hanya pengguna biasa, selebriti seperti aktris Nicola Coughlan dan penyanyi Kehlani juga menyebarkannya. Popularitas itu diperkirakan karena gambar yang terlihat ‘aman’ dan ‘tidak mengerikan’. Fitur “add yours” di Instagram juga memudahkan proses pembagian gambar.
Namun, banyak yang menentang penggunaan gambar tersebut meskipun guna menyebar awareness atas situasi di Rafah. Maka apa yang menjadi permasalahan dari gambar tersebut?
AI Tidak Mencerminkan Realita
Terlihat dari kurangnya detail tenda dan kesimetrian berulang, gambar tersebut terlihat jelas merupakan hasil karya Artificial Intelligence (AI). AI Art Generator adalah sebutan perangkat lunaknya. Melansir tekno.kompas.com, AI Art Generator merupakan perangkat yang mampu mempelajari input data dan mengolahnya menjadi gambar.
Gambar AI kerap dikritik karena mengambil berbagai karya dari seniman tanpa persetujuan. Beberapa netizen menyatakan ketidaksetujuan mereka menggunakan template Instagram tersebut melalui media sosial X.
“Bagaimana bisa kamu selamatkan warga Palestina tapi bunuh lapangan kerja seniman?” Sindir pengguna X dengan username @ClaraPurwokerto.
Gambar tersebut juga menuai kritik karena seakan terlihat menutupi kekerasan yang sebenarnya terjadi di Palestina. Latar gambar bahkan tidak terlihat seperti realita di Rafah. Pemandangan tenda terbakar dan jenazah warga yang dibakar hidup-hidup tidak dinampakan pada gambar. Tenda pada gambar terlihat rapi dan sama sekali tidak ada tanda terbakar dan melebur akibat serangan.
“Langit Rafah kelabu karena asap bom Israel dan tidak ada barisan tenda yang rapi,” tulis asisten produser Al Jazeera Sarah Shamim.
“Banyak tenda dan penghuninya yang terbakar setelah dibom serta puing-puing berserakan,” lanjutnya, dikutip dari aljazeera.com.
Padahal yang terjadi pada kenyataannya sangatlah menyayat hati dan banyak tersebar di X. Salah satunya adalah video yang diunggah oleh akun dengan username @NourNaim88. Video tersebut memperlihatkan seorang anak yang menangis melihat tubuh ayahnya yang terbakar dalam tenda.
“Ayah aku sudah tidak ada. Aku ingin pergi bersamanya,” tangis anak tersebut dalam video.
“Daddy is gone… where am I supposed to go?”
Heart wrenching: This child stands in front of their tent, watching his father burn and get killed by an Israeli airstrike on refugee tents in #Rafah.
Speechless …NOOO WORDS ‼️ pic.twitter.com/12DXIcmvLx
— Nour Naim| نُور (@NourNaim88) May 27, 2024
Hal ini membuat gambar tersebut terkesan seolah-olah agar masyarakat tidak perlu melihat kengerian yang dialami Palestina. Padahal masyarakat perlu mengetahui secara pasti apa yang sedang terjadi di Rafah.
Meskipun foto dan video asli terlihat mengerikan, masyarakat harus paham bahwa itulah kemirisan dan kehancuran akan kehidupan yang dijalani warga Palestina. Gambar hasil AI tidak akan dapat mewakili penderitaan yang mereka alami.
Tong Kosong Nyaring Bunyinya
Hal ini kemudian berhubungan dengan masalah paling besar dari sirkulasi gambar AI tersebut. Hanya dengan memencet sebuah tombol, seseorang bisa terlihat seperti sosok yang up to date dengan melakukan aktivisme digital.
Mengutip campaign.com, aktivisme digital adalah aksi online yang dilakukan sebagai respons dari isu sosial yang ada. Aktivisme digital ini memudahkan orang untuk buka suara mengenai isu tanpa harus ikut demonstrasi di publik.
Sayangnya, aktivisme digital terkadang masuk ke area aktivisme performatif dimana dilakukannya tindakan simbolis tanpa adanya keterlibatan lebih lanjut, dilansir idntimes.com.
Seringkali pelaku aktivisme performatif ingin memberi cap dirinya sebagai orang yang terkini dengan masalah berita internasional. Namun, mereka tidak tertarik dengan menyelesaikan isu sosial tersebut.
Hal ini seperti yang terjadi pada 2020 ketika gerakan “Black Lives Matter” menjadi sebuah tren media sosial. Salah satu tren yang paling berkesan adalah tagar #BlackoutTuesday yang bermaksud untuk menjadi sumpah diam dan solidaritas untuk sehari. Banyak yang mengkritisi tagar tersebut karena tidak membantu isu rasisme erhadap ras kulit hitam di Amerika.
“Hal performatif ini tidak membantu dan benar-benar untuk orang yang ingin memamerkan bahwa mereka peduli,” ujar pekerja sosial Feminista Jones, pada (04/06/20), dilansir vox.com.
Baca juga: Jakarta Diprediksi Akan Tenggelam di Masa Depan: Apa yang Perlu Diwaspadai?
“Mereka kira kotak kecil ini bisa menunjukkan solidaritas dan orang percaya karena hanya butuh usaha minim,” lanjutnya.
Tentu, dengan gambar tersebut dapat disyukuri karena telah membangun kesadaran atas serangan di Rafah. Namun, aksi sosial untuk Palestina tidak cukup berhenti di sana. Ultimates harus sering membaca berita mengenai Palestina dan berbagi tautan serta memberikan donasi. Akan lebih baik jika ada bantuan nyata yang diberikan.
Penulis: Kristy Charissa Lee (Desain Komunikasi Visual, 2023)
Editor: Josephine Arella
Foto: domusweb.it
Sumber: nbcnews.com, healthdetik.com, tribunnews.com, news.sky.com, bbc.com, tekno.kompas.com, aljazeera.com, campaign.com, idntimes.com, vox.com