SERPONG, ULTIMAGZ.com – Mungkin tidak banyak masyarakat yang sadar bahwa Indonesia memiliki tokoh sejarah perempuan, tetapi terhapus namanya. Salah satunya adalah Francisca Casparina Fanggidaej yang baru-baru ini menjadi sorotan karena merupakan nenek dari aktor populer Reza Rahadian.
Francisca merupakan sosok perempuan pejuang dalam kemerdekaan Indonesia yang lahir di Noel Mina, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur pada 16 Agustus 1925.
Baca juga: Garuda Pancasila Berlatar Biru, Peringatan Darurat Demokrasi Indonesia
Melansir kompas.com, Francisca lahir dari pasangan Magda Mael dan Gottlieb Fanggidaej yang bekerja sebagai pengawas Burgerlijke Openbare Warken atau Dinas Pekerjaan Umum sehingga menjadikan keluarganya berstatus hukum sebagai orang Belanda. Mereka pun dijuluki ‘Belanda Hitam’.
Meskipun begitu, mengutip historia.id, Francisca mulai sadar akan ketimpangan antara keluarganya dan orang-orang sebangsanya. Dibesarkan dalam budaya Belanda dan bersekolah dengan anak-anak kulit putih serta sehari-harinya berbahasa Belanda, Francisca justru heran kenapa orang yang warna kulitnya sama dengannya harus berjalan jongkok dan menunduk.
Francisca dalam Memoar Perempuan Revolusioner pun menulis, “Saat itulah dalam diriku tumbuh benih kesadaran tentang adanya perbedaan status sosial antarmanusia, walaupun mereka itu mempunyai kesamaan warna kulit. Ada rasa heran di hati.”
Kesadaran antikolonialisme itu pun terus bertumbuh dalam diri Francisca. Di usia 19 tahun, ia dikirim ke Yogyakarta untuk menghadiri kongres pemuda yang melahirkan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia (BKPRI) dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo).
Pada 1948 Francisca pun menikah dengan Sukarno, anggota dewan Pesindo. Di tahun yang sama pula Francisca sempat dipenjara akibat Pemberontakan PKI Madiun 1948, tapi ia lolos hukuman mati karena sedang hamil anak pertamanya.
Saat tinggal di Madiun, Francisca aktif di Radio Gelora pemoeda Indonesia dan bertugas dalam bahasa Inggris dan Belanda. Tidak hanya itu, pada awal 1946 pun ia ditugaskan untuk mewartakan kemerdekaan Indonesia di Festival Pemuda Sedunia pertama di Praha, Cekoslowakia. Kemudian Franciscalanjut menghadiri Southeast Asian Youth & Students Conference di Kolkata, India.
Pesindo berubah menjadi Pemuda Rakyat pada 1950 dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia. Francisca sempat menjadi pemimpin Pemuda Rakyat, tapi ia mengundurkan diri karena tidak lagi merasa muda.
Francisca pun bekerja paruh waktu di kantor berita Antara. Pada usia 32, ia terpilih menjadi anggota DPR-GR dan menjabat sebagai anggota Komisi Luar Negeri DPR-GR dari golongan wartawan, dikutip dari konde.co.
Francisca lalu terpilih menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 1957. Di 1964, ia menjadi penasihat presiden Soekarno dan kerap mendampingi presiden pertama Indonesia itu dalam lawatannya ke luar negeri. Francisca pernah bertemu mantan presiden Kuba Fidel Castro dan mendampingi Soekarno dalam konferensi Asia-Afrika II di Aljazair.
Peristiwa G30S/PKI pecah saat Francisca sedang melakukan perjalanan ke luar negeri dan saat itu ia sedang berada di Kuba. Francisca tidak bisa pulang ke Indonesia karena kedekatannya dengan Soekarno dan Pemuda rakyat. Peristiwa kelam itu yang membuat nama Francisca terhapus dari buku-buku sejarah buatan Orde Baru.
Baca juga: OMB UMN 2024: Melahirkan Individu yang Tangguh dan Penuh Potensi
Francisca pindah ke Tiongkok berkat paspor sementara pemberian Fidel Castro dan tinggal di sana selama hampir 20 tahun. Ia pindah ke Belanda sejak 1985 dan menjadi eksil. Perempuan yang kerap dipanggil Sisca itu juga baru pertama kali bertemu putrinya, Maya di Belanda pada 1993.
Pada 2003 Francisca pun akhirnya bisa kembali ke Indonesia. Walaupun sudah bebas tinggal di Indonesia, Francisca memilih tetap tinggal di Zeizt, Belanda dan meninggal pada 13 November 2013 ketika berusia 88 tahun.
Penulis: Giofanny Sasmita
Editor: Cheryl Natalia
Foto: intisari.grid.id
Sumber: kompas.com, historia.id, konde.co





