SERPONG, ULTIMAGZ.com – Apakah Ultimates tahu bahwa ada satu hari yang dikhususkan untuk wanita di seluruh dunia? Perayaan tersebut adalah Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) yang dirayakan setiap tanggal 8 Maret. Perayaan ini bertujuan untuk merayakan pencapaian para perempuan dalam berbagai macam bidang dan meningkatkan kesadaran akan kesetaraan gender.
Melansir bbc.com, Hari Perempuan Internasional bermula dari gerakan buruh yang digelar oleh serikat pekerja. Lambat laun, aksi ini menjadi agenda tahunan yang sering dilakukan.
Baca juga: Soap Nails: Tren Baru Kecantikan Kuku Natural dan Berkilau
Terdapat 15.000 perempuan yang melakukan aksi protes di Kota New York, Amerika Serikat (AS) pada 1908. Mereka menuntut jam kerja yang lebih singkat, gaji yang lebih baik, dan hak untuk memilih.
Pada 1909, Partai Sosialis AS memutuskan untuk mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional untuk pertama kalinya. Namun, seorang aktivis komunis Jerman, Clara Zetkin, mengusulkan untuk membuat hari tersebut menjadi perayaan internasional. Akhirnya, gagasan itu diusulkan di konferensi buruh perempuan pada 1910 yang digelar di Kopenhagen, Denmark dan disetujui lebih dari 100 perempuan dari 17 negara.
Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss pada 1911. Peringatan ini menjadi hari perayaan yang resmi pada 1975 ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut merayakannya.
Perempuan Indonesia di Garis Depan: Dari Media Sosial hingga Aksi Nyata
Hari Perempuan Internasional diperingati dengan bermacam-macam cara di berbagai penjuru dunia. Tidak jauh berbeda dengan negara lain, media sosial di Indonesia juga diramaikan oleh unggahan berbau Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret. Seiring meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender, semakin banyak aksi nyata yang dilakukan.
Berbagai perusahaan, komunitas, dan organisasi nirlaba mengadakan kampanye, seminar, serta diskusi bertema kesetaraan gender maupun isu-isu lain yang masih menjadi tantangan di Indonesia. Bahkan, gerakan sosial berbasis donasi juga mulai banyak dilakukan. Penggalangan ini ditujukan untuk mendukung pendidikan anak perempuan, melindungi korban kekerasan, serta memberdayakan ekonomi perempuan melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta, aksi turun ke jalan juga kerap dilakukan. Di Jakarta, koalisi sipil yang tergabung dari berbagai lembaga dan institusi berkumpul untuk melakukan Aksi IWD 2025 di Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu (08/03/25). Mulai dari ibu rumah tangga, aktivis, mahasiswa, dan para pekerja berangkat dari tujuan yang sama yaitu membela hak-hak perempuan.

Tuntutan dalam Aksi IWD 2025
Melansir internationalwomensday.com, tema untuk 2025 ini adalah “percepat aksi” (accelerate action) yang berarti mempercepat langkah tegas dalam mewujudkan kesetaraan gender. Tema IWD 2025 menggarisbawahi pentingnya meningkatkan upaya dan urgensi dalam mengatasi berbagai hambatan sistemik serta bias yang dialami perempuan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Di Jakarta, aksi IWD 2025 diinisiasi oleh Aliansi Perempuan Indonesia (API). Mengutip dari tirto.id, API melalui akun Instagram @mahardhikakita, menyampaikan dua tuntutan utama yang telah disuarakan dalam aksi protes pada Sabtu (08/03/25).
Pertama, API menuntut negara untuk berperan penuh dalam melindungi perempuan. Selama ini, negara dinilai gagal dalam memberikan perlindungan dan justru berkontribusi terhadap pemiskinan, kriminalisasi, serta kekerasan terhadap perempuan.
Kedua, API menyoroti hak atas kerja layak sebagai hak fundamental setiap individu. Tuntutan ini muncul sebagai respons terhadap maraknya praktik kerja tidak layak, seperti upah rendah, sistem kerja tanpa kontrak yang jelas, jam kerja berlebihan di luar ketentuan, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sewenang-wenang tanpa pemenuhan hak buruh.
API mengajak seluruh lapisan masyarakat terutama perempuan dan buruh perempuan yang terdampak PHK untuk turut berpartisipasi. Dimulai dari depan pusat perbelanjaan Sarinah, aksi akan dilanjutkan hingga kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Dengan menyediakan juru bahasa isyarat, API juga memberikan ruang bagi kaum disabilitas untuk ikut serta.
Tema IWD tahun ini sejalan dengan harapan API. Melalui aksi ini, API menegaskan bahwa perempuan Indonesia bukanlah warga kelas dua. Mereka memiliki hak yang sama untuk hidup, bekerja, dan mendapatkan perlindungan hukum tanpa diskriminasi.
Tantangan Perempuan Tidak Berhenti
Perjalanan untuk mewujudkan kesetaraan gender tentu tidak mudah dicapai. Maka dari itu, PBB membuat tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang ingin dicapai pada tahun 2030.
Salah satu agenda SDGs adalah kesetaraan gender. Namun, melansir unwomen.org, terdapat 11 tantangan besar yang masih menghalangi upaya untuk mencapai kesetaraan tersebut. Salah satu diantaranya adalah kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak-anak.
Secara global, satu dari tiga wanita pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual setidaknya satu kali dalam hidup, dilansir dari data.unwomen.org. Banyaknya kasus kekerasan yang terjadi membuat 1.583 undang-undang diciptakan di 193 negara untuk menanganinya, di mana 354 diantaranya adalah perundang-undangan untuk kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tantangan selanjutnya adalah menghentikan perkawinan bagi anak di bawah umur. Melansir childmarriagedata.org, perkawinan anak banyak terjadi pada perempuan di pedesaan, terutama yang berasal dari rumah tangga miskin.
Perkawinan yang dilakukan berpotensi membuat anak putus sekolah untuk menghindari rasa malu, dilansir dari voaindonesia.com. Akibatnya, pengetahuan dan keterampilan terbatas yang dimiliki dapat menghambat mereka dalam bersaing di dunia kerja. Selain itu, kehamilan akibat perkawinan dini dapat menghasilkan risiko kesehatan yang besar bagi sang ibu ataupun anak. Kehamilan dini juga dapat memicu gangguan kejiwaan dengan potensi depresi, bunuh diri, hingga pengambilan jalan pintas seperti aborsi dan penelantaran bayi.
Baca juga: Gerakan 16 HAKTP: Refleksi Terhadap Kekerasan yang Dialami Perempuan
Dengan banyaknya perhatian dan organisasi masyarakat, permasalahan yang dialami wanita perlahan-lahan mulai menurun. Dalam 25 tahun terakhir, tercatat ada 68 juta perkawinan anak yang telah dihindari. Tidak hanya itu, 105 negara juga telah memberikan pelatihan kepada polisi untuk membantu wanita yang menjadi korban kekerasan.
Namun, permasalahan ini tetap tidak dapat dianggap remeh. Perjuangan untuk mewujudkan kesetaraan gender terus berlanjut dan akan menghadapi banyak rintangan. Maka dari itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya isu-isu yang mengancam kesetaraan sangat dibutuhkan.
Penulis: Celine Valleri, Nasywa Agnesty
Editor: Jessica Kannitha
Foto: ULTIMAGZ/Tiffany Michiko P.
Sumber: internationalwomensday.com, tirto.id, bbc.com, data.unwomen.org, internationalwomensday.com, childmaariagedata.org