SERPONG, ULTIMAGZ.com — Ultimates pasti sudah tidak asing lagi dengan komodo, ‘kan? Binatang dengan nama latin Varanus komodoensis ini merupakan salah satu hewan khas Indonesia yang berhabitat di Taman Nasional Komodo (TNK). Berdasarkan situs resmi UNESCO, wilayah tersebut telah ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia sejak tahun 1991.
TNK digunakan oleh pemerintah Indonesia sebagai tempat konservasi ratusan komodo serta berfungsi sebagai tempat wisata. Melihat potensinya sebagai objek wisata, pemerintah memutuskan untuk membangun sebuah geopark atau kawasan wisata terpadu di TNK. Dilansir dari kompas.com, pembangunan geopark ini merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Anggaran yang disiapkan untuk membangun geopark pun tidak sedikit. Rp 69,96 miliar disiapkan oleh Kementerian PUPR untuk menjalankan proyek tersebut. Berbagai pembangunan sudah direncanakan, seperti pusat informasi, kafe, toilet publik, klinik, dan selfie spot. Selain itu, area untuk pejalan kaki dan selter pengunjung didesain dengan konsep melayang agar lalu lintas komodo tidak terganggu.
Namun, ambisi pembangunan geopark ini juga tidak terhindar dari penolakan berbagai pihak, salah satunya adalah UNESCO sendiri. Dilansir dari bbc.com, pihak UNESCO meminta pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di TNK.
Alasan UNESCO meminta pemerintah menghentikan proyek tersebut adalah karena pembangunan geopark dapat berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV) yang digunakan sebagai salah satu kriteria penetapan situs warisan dunia. Selain itu, UNESCO meminta Indonesia menyerahkan kembali revisi amdal proyek tersebut untuk ditinjau kembali oleh Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).
Menanggapi masalah OUV, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno mengatakan bahwa proyek tersebut tidak menimbulkan atau mengakibatkan dampak negatif kepada OUV. Hal itu sudah diperhitungkan ketika pihaknya menerima hasil kajian penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA) yang dilakukan oleh para pakar keanekaragaman hayati dan lingkungan.
Wiratno mengaku sedang melakukan proses perbaikan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) untuk menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh IUCN. Rencananya keseluruhan dokumen EIA akan diserahkan kepada Komite Warisan Dunia UNESCO pada akhir Agustus atau awal September 2021 agar dapat segera ditinjau.
Penulis: Louis Brighton Putramarvino
Editor: Charlenne Kayla Roeslie
Foto: asiatoday.id
Sumber: whc.unesco.org, kompas.com, bbc.com