• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Friday, May 16, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Iptek

Simak Sejarah Pers Indonesia Era Orde Baru hingga Reformasi

by Giofanny
September 24, 2024
in Iptek, Lainnya
Reading Time: 4 mins read
Ilustrasi pers (Pixabay.com)

Ilustrasi pers (Pixabay.com)

0
SHARES
103
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Produk media berita yang dapat dinikmati sekarang tidak terlepas dari sejarah pers Indonesia yang mempunyai  sejarah panjang. Orde Baru merupakan masa kelam yang berperan signifikan dalam perjalanan dan perkembangan pers hingga masa reformasi. 

Melansir kompaspedia.kompas.id, pers pada masa Orde Baru kerap disebut sebagai pers pembangunan. Sebab kebebasan dan kreativitas berita dituntut untuk memajukan pembangunan.

Baca juga: Benarkah Mental Gen Z Lebih Lemah Daripada Generasi Sebelumnya?

Menteri Penerangan tahun 1966 Republik Indonesia W.J. Rumambi mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 22/ SK/ M/ 1966 tentang Norma-Norma Pengusahaan Pokok Pers pada 20 April 1966. Pers pun bertebaran dengan penekanan bahwa pers harus memiliki rasa bertanggung jawab pada Tuhan Yang Maha Esa (YME), Nusa Bangsa demi Keselamatan Negara Republik Indonesia. 

Ciri pers saat Orde Baru adalah ketika kebebasan semu terasa diraih lewat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers. Isi UU tersebut adalah bahwa pers nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan sehingga keberadaannya dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga negara juga penerbitan tidak memerlukan surat izin. 

Namun, nyatanya media surat kabar wajib punya dua izin, yakni Surat Izin Terbit (SIT) dari Departemen Penerangan dan Surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKAMTIB. Mengutip kompas.com, saat masa awal pemerintahan Orde Baru, hubungan pers dan pemerintah masih harmonis. Sebab pemerintah menjanjikan keterbukaan juga kebebasan berpendapat.

Pada 1967, terbentuklah Dewan Pers yang diketuai Menteri Penerangan. Kastaf Kopkamtib Laksamana Soedomo menggaungkan pemerintah tidak mengekang pers. Namun, media tetap harus menjaga kepentingan nasional, meski ada perbedaan dengan pemerintah. 

Walau demikian, nyatanya pers Indonesia di era Orde Baru tidak bisa berbeda pendapat dengan pemerintah. Pengekangan itu terjadi lewat sensor dan surat izin yang dibredel.

David T. Hill dalam bukunya The Press in New Order Indonesia (1996) mencatat bahwa titik kunci ketegangan pemerintah dan pers adalah saat peristiwa Malari atau Malapetaka 15 Januari 1974 terjadi. Saat itu demonstrasi besar terjadi karena datangnya Perdana Menteri Jepang yaitu Kakuei Tanaka. 

Setelah peristiwa Malari, ada 12 pers yang kehilangan surat izin terbit dan surat izin cetak. Pemerintah semakin menekan pers dengan adanya UU  Nomor 21 Tahun 1982 yang menerbitkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). 

SIUPP dikeluarkan oleh Departemen Penerangan dan keduanya merupakan faktor penghambat kebebasan pers. Jadi, apabila ada media yang tidak tertib dengan kebijakan pemerintah atau mengeluarkan kritik, SIUPP perusahaan media tersebut bisa dicabut oleh Departemen Penerangan. 

Orde Baru memang terkenal dengan sifat pemerintahan yang otoriter tercermin dari Soeharto. Maka itu, beberapa media dilarang menerbitkan atau menyiarkan berita yang mengkritik atau menyinggung pemerintah. 

Pada 1978, surat kabar Harian Kompas sempat ditutup selama 2 minggu karena memberitakan isu aksi mahasiswa yang menolak pencalonan Soeharto lagi. Harian Kompas juga diminta memberikan permohonan maaf kepada Soeharto dan berjanji tidak lagi mengangkat masalah Soeharto, baik tentang militer maupun pemerintahannya. Majalah Tempo, tabloid Detik, dan Majalah Editor pun juga pernah kena pembredelan.

Oleh karena itu, Orde Baru adalah orde saat pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk mendiamkan dan mendiskreditkan segala suara yang dianggap merusak hegemoni (Abdullah dalam Martono, 2014). 

Demikian setelah Soeharto diturunkan, Menpen Yunus Yosfiah mencabut Permenpen Nomor 1/1984 tentang SIUPP dan Kementerian Departemen Penerangan pun dibubarkan. Setelah berjuang sekian lamanya, pers Indonesia pun masuk ke babak baru (Padiatra dan Sanusi, 2020). Berbagai media cetak, televisi, dan radio pun bermunculan. 

Tanda perubahan pers pada masa reformasi adalah munculnya pelindung pers, yakni Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. UU pers menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, seperti dikutip dari kompas.com. Dengan adanya kebebasan pers, media bisa berfungsi sebagai watchdog yang menjadi pengawas dan pengontrol kekuasaan. 

Pasal 3 UU Pers No 40 Tahun 1999 menyebutkan kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 4 ayat 4 memiliki tameng bagi jurnalis bahwa wartawan memiliki hak tolak. 

Kondisi pasca Orde Baru ini membuat semakin menjamurnya media. Kebebasan pers dijamin pada Pasal 9 ayat 1 yang berbunyi, setiap warga negara indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Lalu dilanjut ayat keduanya yang menyatakan setiap perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia. 

Baca juga: Teknologi: Tombak Bermata Dua Bagi Dunia Literasi

Banyak media baru yang bermunculan, meskipun bukan dari mereka yang memiliki kompetensi profesi jurnalistik pun merupakan dampak dari kebebasan pers di era reformasi. Produk media pun cenderung dianggap sebagai bisnis industri (Martono, 2014). Selain itu, kehadiran internet menambah euforia media di Indonesia. 

Namun, Padiatra dan Sanusi (2020) menyebut bahwa kebebasan pers di masa reformasi pun membuat pers menjadi ‘kebablasan’ dalam menyajikan berita sebab mengutamakan sensasi dan informasi eksploitatif demi penilaian dan nilai jual yang tinggi. Pada era reformasi, pers terjebak dalam situasi yang rumit. Di satu sisi, kehidupan pers perlahan keluar dari kekangan Orde Baru. Namun di sisi lain, dengan banyaknya media, maka semakin tinggi pula tingkat persaingan. 

 

 

Penulis: Giofanny Sasmita

Editor: Cheryl Natalia

Foto: Pixabay.com

Sumber: kompaspedia.kompas.id, kompas.com, 

Hill, D. T. (1996). The Press in New Order Indonesia. Optima Press.

Martono, J. (2014). Kebebasan PERS di Indonesia pada Era Reformasi dan Ekonomi Politik Media. INSANI, 1(1), 11–20. Diambil dari https://jurnal.widuri.ac.id/index.php/insani/article/view/16  

Oetama, J. (2004). PERS INDONESIA : Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Penerbit Buku Kompas.

Padiatra, A. M. (2020). Pers Pasca Orde Baru: Sebuah Tinjauan Sejarah Kontemporer. Khazanah: Jurnal Sejarah Dan Kebudayaan Islam, 10(1). https://doi.org/10.15548/khazanah.v10i1.269 

Tags: history of indonesian presshistory of pressIndonesiainternational pressmediaperspresspress freedomSejarah
Giofanny

Giofanny

Related Posts

Aksi Kamisan ke-860 digelar di seberang Istana Merdeka, Kamis (08/05/25), untuk mengenang Marsinah dan menolak wacana Soeharto sebagai pahlawan nasional. (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Event

Mengenang 32 Tahun Kematian Marsinah Lewat Aksi Kamisan Ke-860

May 14, 2025
Kapel Sistina dalam pelaksanaan konklaf. (reuters.com)
Lainnya

Kenali Konklaf: Proses Pemilihan Paus yang Sangat Dirahasiakan

May 13, 2025
Asap putih yang mengepul di cerobong asap Kapel Sistina, Vatikan. (kompas.com)
Lainnya

Asap Putih Telah Keluar, Paus Baru Sudah Dipilih!

May 13, 2025
Next Post
BOYNEXTDOOR

BOYNEXTDOOR Silaturahmi Penggemar Jakarta April 2025 Mendatang!

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021