• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Sunday, July 6, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Lainnya

Stockholm Syndrome: Bergantung pada Si Antagonis

by Keisya Librani Chandra
February 26, 2021
in Lainnya, Opini
Reading Time: 3 mins read
Ilustrasi Stockholm Syndrome

Gambaran kondisi Stockholm Syndrome (foto : livescience.com)

0
SHARES
726
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Pernakah Ultimates menonton film yang menceritakan ketika korban jatuh cinta kepada pelaku yang melakukan kejahatan dan kekerasan kepada dirinya? Rupanya hal semacam itu dapat terjadi di dunia nyata, lho! Kondisi ini disebut dengan istilah Stockholm Syndrome. 

Berdasarkan teori Graham, dkk (1995), Stockholm Syndrome merupakan kondisi paradoks psikologis yang menimbulkan ikatan yang kuat antara korban dan pelaku kekerasan. Ikatan ini meliputi rasa cinta korban terhadap pelaku, melindungi pelaku yang telah menganiayanya, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab kekerasan, menyangkal atau meminimalisir kekerasan yang terjadi.

Melansir dari Live Science, Stockholm Syndrome merupakan konsep psikologis yang digunakan untuk menjelaskan suatu reaksi dan keadaan, tetapi sindrom ini tidak didiagnosis secara resmi. Stockholm Syndrome tidak termasuk di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), sebuah buku referensi bagi psikolog untuk mendiagnosis penyakit mental dan perilaku manusia. Pun demikian, para penegak hukum dan profesional di bidang kesehatan mental menyadari bahwa fenomena ini dapat terjadi di dunia nyata sehingga terdapat pengawasan terhadap kondisi tersebut.

 

Asal Usul Istilah Stockholm Syndrome

Nama Stockholm Syndrome sendiri diciptakan oleh seorang psikater dan kriminolog Nils Bejerot. Istilah ini muncul menjelaskan kondisi yang bermula dari sebuah kejadian di Stockholm, Swedia pada tahun 1973. Pada saat itu, Jan-Erik Olsson melakukan penyanderaan terhadap empat pegawai Bank Sveriges Kreditbanken selama enam hari.

Selama penyanderaan, dilakukan negosiasi antara pihak polisi dan Olsson. Olsson meminta rekan satu penjaranya Clark Olofsson untuk bergabung dalam misi merampok bank tersebut. Sebagai imbalannya, Olsson akan mempertimbangkan untuk melepas keempat sandera tersebut.

Setelah bernegosiasi, polisi memutuskan untuk mengabulkan permintaan Olsson dan membebaskan Olosson. Namun, keempat korban sandera penyekapan bank tersebut malah tidak ingin terbebas dari Olsonn. Mereka bahkan lebih takut tehadap pihak kepolisian dibandingkan dengan Olsson dan Olosson yang telah menyekap mereka.

Namun, pada akhirnya polisi setempat berhasil menjebol brankas utama tempat Olsson menyekap keempat korban dan membebaskan mereka. Setelah dibebaskan, keempat korban bahkan tidak ingin menjatuhkan dakwaan terhadap kedua pelaku.

Kasus ini pun dianalisa oleh Nils Bejerot sebagai salah satu reaksi psikologis yang terjadi kepada keempat korban selama enam hari penyekapan. Bejerot menganggap alasan hal ini dapat terjadi karena korban beradaptasi terhadap ancaman Olsson yang terus menodongkan senjata. Saat pelaku sudah tidak berbahaya, para korban menjadi ‘bersyukur’ karena tidak disakiti.

 

 

Alasan Terjadinya Stockholm Syndrome

Sebenarnya tidak ada alasan pasti mengapa Stockholm Syndrome dapat terjadi. Psikolog forensik asal Rochester, Minnesota Steve Norton berkata bahwa sindrom ini merupakan salah satu strategi dari otak manusia untuk menyelamatkan diri.  Dengan kata lain, cara korban beradaptasi dalam menghadapi kekerasan fisik maupun emosional dari pelaku.

“Sindrom ini merupakan salah satu cara manusia menyelamatkan diri dan beradaptasi yang dipengaruhi oleh rasa takut, ketergantungan, dan trauma seseorang,” ujar Steve Norton.

Sedangkan menurut penelitian  psikolog dan professor di University of Cincinnati Dee L. R. Graham pada tahun 1995, Stockholm Syndrome dapat terjadi karena empat alasan, yaitu:

  1. korban merasa hidup mereka terancam sehingga keberlangsungan hidup mereka berada di tangan pelaku.
  2. korban melihat kebaikan kecil yang dilakukan oleh pelaku seperti memberi makan.
  3. korban telah melihat perspektif dan sifat pelaku.
  4. korban merasa tidak dapat terlepas dari keadaannya.

Keempat poin tersebut menjelaskan bahwa sindrom ini terjadi karena korban merasa terjebak akan situasinya. Hal ini menyebabkan korban mulai beradaptasi dan merasa “bersyukur” terhadap sedikit kebaikan yang dilakukan oleh pelaku. Bahkan, terdapat korban yang mencoba mengerti sudut pandang dan alasan pelaku. Korban berasa bahwa mereka dapat mengubah pelaku menjadi pribadi yang lebih baik.

 

Mencegah dan Mengobati

Stockholm Syndrome bukan hanya dapat terjadi di dalam aksi penculikan, tapi juga dirasakan dalam relasi antar pasangan, lingkungan kerja, maupun hubungan orang tua dan anak yang tidak baik-baik saja—toxic relationship. Apalagi jika korban sudah mulai merasa adanya ketergantungan bahkan saat mendapatkan kekerasan.

Cara mencegah Stockholm Syndrome adalah dengan menyadari ciri-ciri hubungan yang sudah mulai tidak sehat dan segera melepaskan diri. Hal itu akan jauh lebih baik daripada semakin terikat atau cenderung memiliki kebergantungan.

Namun, jika memang orang terdekat sudah mulai menunjukkan ciri-ciri ketergantungan dan terus-menerus membela pelaku, Ultimates dapat melakukan beberapa cara ini untuk membantu korban melepaskan diri.

  1. Memberikan edukasi mengenai Stockholm Syndrome mulai dari gejala, penyebab hingga cara menanganinya kepada korban. Dengan memberikan pengertian, korban akan dapat paham sendiri bahwa sindrom ini dapat berbahaya.
  2. Tidak memaksakan kehendak bahwa tentang kejahatan pelaku. Hal ini dapat menyebabkan korban membela pelaku dan semakin yakin bahwa pelaku merupakan orang baik.
  3. Bertanya mengenai sudut pandang korban melihat pelaku.
  4. Menunjukkan rasa peduli dengan cara mendengarkan keluh kesah tanpa memandang buruk ke arah korban.
  5. Arahkan korban ke psikolog dan orang-orang terdekat agar korban senantiasa merasa didukung.

Stockholm Syndrome merupakan sindrom yang jarang ditemui di kehidupan sehari-hari. Pun, bukan berarti sindrom ini tidak ada. Maka dari itu, perlu adanya kewaspadaan dari dalam diri agar dapat melindungi diri sendiri dari ancaman Stockholm Syndrome.

 

Penulis: Keisya Librani Chandra

Editor: Xena Olivia

Foto: Livescience.com

Sumber : livescience.com, britannica.com, repository.uma.ac.id, journal.unair.ac.id, idntimes.com, alodokter.com

Tags: cara mengobatigangguan mentalGejalaistilahKesehatan Mentalmanusiapenyebabsindromstockholm syndrome
Keisya Librani Chandra

Keisya Librani Chandra

Related Posts

Pesta Bebas Berselancar
Lainnya

Pesta Bebas Berselancar 2025 Umumkan Daftar Penampilan Spesial dan Kolaborator

June 9, 2025
digicam
Opini

Digicam Kembali ke Pasar: Dari Kesenangan Jadi Berlebihan?

May 23, 2025
Aksi Kamisan ke-860 digelar di seberang Istana Merdeka, Kamis (08/05/25), untuk mengenang Marsinah dan menolak wacana Soeharto sebagai pahlawan nasional. (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Event

Mengenang 32 Tahun Kematian Marsinah Lewat Aksi Kamisan Ke-860

May 14, 2025
Next Post
“Candle”, Single Debut Grup Band WHY 70 yang Penuh Kreasi

“Candle”, Single Debut Grup Band WHY 70 yang Penuh Kreasi

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021