SERPONG, ULTIMAGZ.com – Debat pasangan calon (paslon) pemimpin Himpunan dan BEM yang diadakan Komisi Pemilihan Umum Universitas Multimedia Nusantara (KPU UMN) dalam rangkaian Bulan Demokrasi 2019 kembali tak bernuansa debat. Setelah beberapa debat paslon tahun lalu yang bernasib sama, tahun ini beberapa paslon kembali menjual kemampuan debat yang minim di mata mahasiswa.
(Baca juga: ‘Tak Ada Debat’ pada Debat Paslon Organisasi Hari Pertama)
Sejak debat pertama pada Selasa (15/10/19), para pasangan calon (paslon) cenderung tidak saling serang argumen. Kebanyakan paslon justru mengapresiasi atau setuju dengan argumen atau program-program yang ditawarkan paslon lain.
Berdasarkan pantauan Ultimagz, paslon debat HIMFERA, IMKOM, dan HMDKV menyampaikan tentang apa saja program kerja dan visi misi kepemimpinan mereka ke depannya. Namun, debat yang biasa dikenal dengan adu argumen tak nampak pada ketiga debat tersebut. Salah satu contohnya, kerap kali para paslon malah saling setuju dengan paparan dari oposisinya.
Pihak Koordinator Bulan Demokrasi KPU UMN Nada Safira dan Public Relation KPU Tirza Anisa menyatakan bahwa KPU sudah memberi briefing perihal debat. Dalam debat ini, KPU bermaksud bahwa akan ada debat untuk menunjukkan visi misi dan meyakinkan para pemilik suara. Namun, salah satu penonton debat, Gita Gemilang (DKV 2018) merasa kecewa akan debat yang dilakukan kedua paslon HMDKV.
“Jujur saya kecewa banget karena program kerja yang masih dangkal dan debatnya bukan seperti debat, malah seperti forum diskusi,” tutur Gita.
Gita menambahkan dalam menjawab pertanyaan publik mengenai kesamaan program kerja (proker) antara HMDKV dengan himpunan lain jawabannya malah saling setuju. Ia mempertanyakan sikap kedua paslon yang saling mendukung, karena hal ini membuat tidak terlihatnya keunggulan tiap paslon.
“Dari debat ini saya tidak yakin untuk memilih salah satu paslon,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Yearry Panji Setianto, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara mengatakan justru kemampuan orang berargumen adalah salah satu hal yang diharapkan ada dalam debat.
“Salah satu hal yang sebenarnya diharapkan dalam acara debat adalah kemampuan orang berargumen, menjual ide, dan persuasif meyakinkan orang bahwa yang dia usung ini adalah sesuatu yang menarik dan perlu didukung,” ujar dosen yang juga mengajar mata kuliah komunikasi politik di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini.
Selain itu, ada dua faktor lain yang menurut Yearry menyebabkan debat paslon pemimpin himpunan atau BEM di UMN sepi penonton. Kedua hal tersebut ialah minimnya engagement dan minimnya kemampuan pubic speaking para kandidat.
Faktor pertama, mungkin engagementnya kurang. Yearry menjabarkan bahwa sepasif apapun debat, kalau setiap kandidat punya basis massa yang cukup, pasti (penonton debat) ramai. Kedua, ada kemungkin kemampuan public speaking yang kurang dari masing-masing kandidat. Menjadikan performa tiap paslon dalam debat publik tidak menarik.
Menurut Yearry, debat sebenarnya mengutarakan ide, gagasan, atau agenda yang ditawarkan. Kemudian, kelebihan argumen paslon tersebut dibandingkan dengan lawan yang lain. Namun, yang perlu dihindari dalam debat adalah jangan sampai mengangkat diri dengan menginjak orang lain.
“Jadi lebih kepada retorika, kita menonjolkan kelebihan pendapat kita, beradu argumen boleh, tetapi merendahkan orang lain enggak boleh,” kata Yearry.
Penulis: Theresia Amadea dan Abel Pramudya
Editor: Ivan Jonathan
Foto: Devonseta