SERPONG, ULTIMAGZ.com – Film yang diproduksi di Indonesia setiap tahunnya didominasi oleh film horor. Genre ini telah menjadi andalan industri perfilman tanah air karena selalu menarik minat penonton, baik di layar lebar maupun platform digital.
Mengutip goodstats.id, genre horor mendominasi produksi film di Indonesia pada 2023. Tercatat sekitar 40,16 persen dari total film yang dirilis di Indonesia berasal dari genre ini. Genre ini terus menggerakkan industri perfilman di Indonesia pada 2024, meski angkanya relatif kecil dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca juga: “Exhuma”: Ritual Penggalian Kubur Berujung Teror Iblis
Sejarah Film Horor Indonesia
Film horor menjadi salah satu bagian dari sejarah perfilman Indonesia. Dalam perjalanannya, film horor mengiringi kemajuan kreativitas pada sineas film Indonesia.
Doea Siloeman Oeler Poeti en Item (1934) menjadi film horor pertama tanah air yang berasal dari kisah klasik asal negeri Cina, dilansir medcom.id. Film tersebut menjadi awal mula bangkitnya film genre horor Indonesia yang mengakar sampai sekarang.
Melansir dari kompas.id, perkembangan film horor Indonesia mengalami pasang surut, tetapi pernah memasuki masa emasnya pada 1981 hingga 1991. Dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut, salah satu aktor wanita terkemuka, Suzanna, menjadi ikon horor bagi perfilman Indonesia dalam genre horor. Ratu film horor tersebut menyuguhkan beberapa film horor ikonik Indonesia, seperti Sundel Bolong (1981), Ratu Ilmu Hitam (1981), Nyi Blorong (1982), dan lain sebagainya.
Namun, kejayaan film horor Indonesia mengalami kemunduran setelah Suzanna pamit dari industri horor pada 1990-an. Hal itu menjadi titik kemunduran perfilman horor Indonesia karena segi kualitas dan minat penonton yang semakin menurun terhadap film horor Indonesia.
Melansir dari liputan6.com, kemunduran ini terjadi karena film-film horor yang dirilis hanya berupa sekuel dari film sebelumnya. Kurangnya ide-ide segar dan kreatif membuat film horor Indonesia terkesan membosankan dan seperti berjalan di tempat.
Pada 2000-an, film horor Indonesia masih belum menemukan jalan untuk kembali ke masa kejayaannya. Peneliti film horor Indonesia, Veronica Kusumaryati, memberi pernyataan bahwa produsen film horor Indonesia dipenuhi dengan praktik 1990-an, yaitu menonjolkan seksualitas dan komedi, dilansir dari kompas.id. Hanya ada beberapa film horor yang menarik perhatian penonton, seperti Pocong (2006), Kuntilanak (2006), Suster Ngesot (2007), Terowongan Casablanca (2007), dan Rumah Dara (2009).
Sejak 2017, film horor Indonesia mulai kembali unjuk gigi dengan lebih mengedepankan unsur cerita dan lebih variatif dalam mengembangkan cerita horor. Sejak 2017 sampai sekarang, film horor menjadi genre yang digemari oleh penonton Indonesia. Seperti film Pengabdi Setan (2017) dengan 4 juta penonton, Danur (2017) dengan 2 juta penonton, dan KKN di Desa Penari (2022) dengan 9 juta penonton, dilansir detik.com.
Hingga 2025, film horor selalu dirilis hampir setiap bulan di bioskop. Pada bulan Maret, beberapa film horor yang dirilis di bioskop adalah Pabrik Gula, Qodrat 2, dan Desa Mati. Genre film horor Indonesia telah menemukan masa kejayaannya kembali setelah keterpurukan pasca era 1980-an.
Penggemar Film Horor Memerlukan Cerita Baru
Dengan banyaknya film horor yang diproduksi di Indonesia dari tahun ke tahun, industri film horor Indonesia ternyata memiliki banyak potensi. Secara teknis, pembuatan film horor modern Indonesia sudah lebih maju dan rapi dibandingkan film-film horor jadul baik dari segi efek, gerakan kamera, sinematografi, hingga make-up yang digunakan. Akan tetapi, dari segi alur cerita, film horor Indonesia memerlukan gebrakan baru yang bisa mengejutkan penggemar film horor.
“Ceritanya hampir semua template. Pokoknya orang pergi ke tempat, pergi ke tempat nyangkut dihantui, rumah dihantui, itu-itu saja,” ucap Farishad I. Latjuba saat diwawancara ULTIMAGZ pada Selasa (22/04/25).
Menurut Farishad, perkembangan cerita horor Indonesia terasa monoton dan menyangkut di satu tema yang sama. Sebab, ceritanya masih berkutat di hal-hal mistis yang menjadi kepercayaan masyarakat. Selain itu, formula yang dibikin untuk mengejutkan penonton masih berputar di situ-situ saja, seperti hantu yang memiliki motif dendam atau santet.
“Tipikal film horor Indonesia. Pocong, Kuntilanak, dan segalanya, lah. Padahal kalau misalnya horor kan, enggak harus bentuk setan, ya,” ujar Farishad.
Produser film Wanita Ahli Neraka (2024) tersebut menjelaskan bahwa industri film-film horor Indonesia masih belum berani mengeksplor cerita-cerita yang lebih mendalam atau menggunakan elemen psikologis. Padahal, genre horor psikologi dengan judul Pintu Terlarang (2009) dulu sempat memasuki layar lebar meski peminatnya belum banyak dan hanya menyentuh angka ratusan ribu penonton.
Lalu, Farishad mengatakan bahwa saat ini, penonton sudah lebih pintar dalam memilih tontonan baru sehingga mereka membutuhkan cerita lain. Film horor Indonesia saat ini memerlukan elemen ketakutan di luar hal-hal mistis dan mencoba tema baru, seperti film Siksa Kubur (2024) yang menggabungkan elemen horor dengan keadaan psikologis karakter utamanya.
“Kalau Joko (Joko Anwar) bisa bermain bahwa orangnya, tokoh utama manusia itu yang sebenarnya punya ketakutan. Bukan akan something (sesuatu) gaib yang punya motif tapi situasi,” jelas Farishad.
Menurutnya, industri film horor Indonesia saat ini bisa dibilang sedang dalam masa jayanya dengan kehadiran film KKN di Desa Penari (2022) dan Pabrik Gula (2025) yang mampu meraih angka jutaan penonton. Namun, jika film horor lokal ingin menembus pasar internasional, diperlukan cerita yang lebih relevan dengan penonton internasional dan lebih berfokus pada ketakutan psikologis manusia itu sendiri tanpa pengaruh eksternal seperti makhluk gaib.
“Bikin sesuatu yang lebih manusiawi, universal, agar orang merasa bahwa ketakutan itu bukan sekedar gaib nongol dengan tudung putih atau perempuan belakangnya bolong berdarah. Tapi harus lebih dalam lagi,” tutur Farishad.
Film Horor Indonesia Modern Lebih Diminati Dibanding yang Jadul?
Film horor Indonesia menjadi salah satu genre yang banyak diminati oleh masyarakat sekitar. Namun, muncul sebuah pertanyaan, film horor Indonesia mana yang lebih diminati oleh orang-orang? Apakah film horor Indonesia jadul atau modern? ULTIMAGZ membuat sebuah survei tentang perbandingan minat menonton film horor modern dan jadul yang diisi oleh Ultimates.

Sekitar 76,9% Ultimates lebih memilih film horor Indonesia modern, yaitu film horor yang tayang di tahun 2000-an. Hanya 7,7% yang menyukai film horor indonesia jadul, 7,7% lainnya menyukai keduanya, dan 7,7% sisanya tidak menyukai keduanya.
Hal ini membuktikan bahwa film horor Indonesia modern lebih diminati oleh generasi Z, khususnya para Ultimates. Kesuksesan film horor Indonesia modern dipengaruhi oleh peningkatan kualitas produksi, variasi alur cerita, serta kemajuan kualitas audio dan visual sehingga menciptakan pengalaman menonton yang lebih menarik.
Baca juga: 4 Rekomendasi Film Horor untuk Temani Halloween
Menurut Ultimates yang telah mengisi survei, film horor Indonesia memiliki kekuatan cerita yakni mengangkat budaya yang dekat dengan penonton. Hal ini membuat film horor Indonesia terasa lebih dekat dengan penonton dan memiliki kekuatan lebih dibanding film horor luar negeri.
Adanya unsur budaya dari setiap daerah di Indonesia menjadi hal unik yang membedakannya dengan film horor luar negeri, karena film horor indonesia kaya dari segi makna dan interpretasi budaya. Perfilman horor Indonesia memiliki peluang besar untuk terus berkembang dengan pendekatan horor tanpa melupakan nilai-nilai dan ciri khasnya, yaitu kebudayaan yang beragam.
Penulis: Radella Dagna, Reza Farwan
Editor: Jessica Kannitha
Foto: ULTIMAGZ/Gabri Perboiro
Sumber: goodstats.id, medcom.id, kompas.id, liputan6.com, detik.com
металлические значки цена производство значков из металла