• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Sunday, June 15, 2025
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ
No Result
View All Result
Home Hiburan Film

Mengenal Whitewashing, Fenomena Ketimpangan Ras dalam Perfilman Hollywood

by Mianda Florentina
February 15, 2024
in Film, Hiburan
Reading Time: 3 mins read
Poster film "Wanted" (2008) sebagai salah satu contoh whitewashing. (Imdb.com)

Poster film "Wanted" (2008) sebagai salah satu contoh whitewashing. (Imdb.com)

0
SHARES
128
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com –  Pernahkah Ultimates mendengar istilah whitewashing? Istilah tersebut merujuk pada suatu bentuk diskriminasi ras dan supremasi kulit putih dalam film Hollywood.

Menurut buku “Undercover Asian: Multiracial Asian Americans in Visual Culture” oleh LeiLani Nishime yang dirilis pada 2014, whitewashing adalah penggantian dan penghapusan karakter non kulit putih dengan karakter kulit putih dalam perfilman Hollywood, dilansir kincir.com. Jika ditarik ke belakang, fenomena whitewashing tentunya terikat dengan sejarah kelam rasisme yang pernah terjadi di Negeri Paman Sam. 

Baca juga: The Wilhelm Scream: Teriakan Ikonik dalam Dunia Perfilman

Pada awalnya, rasisme terjadi di masa kolonialisme bangsa Eropa dengan cara memperbudak masyarakat non kulit putih. Hal ini kemudian bertambah parah dengan kehadiran kelompok protestan berkulit putih White Anglo-Saxon Protestan (WASP) yang menyatakan ras kulit putih lebih superior dibandingkan dengan ras lainnya.

Hal ini membuat banyak bercak ketidakadilan di Amerika Serikat (AS) dalam berbagai macam bentuk, seperti kekerasan verbal dan non verbal terhadap orang-orang non kulit putih. Bahkan, AS mengeluarkan suatu hukum untuk melarang tindak diskriminasi ras, yaitu Civil Rights Act yang disahkan pada 1964.  Namun, nyatanya diskriminasi ras terselubung masih kerap terlihat di berbagai kesempatan, termasuk whitewashing di industri perfilman Hollywood.

Salah satu contoh fenomena ini terlihat pada “Wanted” (2008), suatu film adaptasi berdasarkan buku komik dengan judul yang sama. Dalam komik aslinya, Fox yang merupakan tokoh utama, digambarkan memiliki kulit hitam. Namun, Universal Pictures sebagai rumah produksi film tersebut justru memilih Angelina Jolie sebagai Fox. Ketidakselarasan ini juga berujung pada perubahan naskah “Wanted” agar tokoh Fox bisa disesuaikan dengan Angelina Jolie.

Perbandingan aktor film "Wanted" dengan figur karakter. (imdb.com)
Perbandingan aktor film “Wanted” dengan figur karakter Fox. (imdb.com)

Selang setahun, kejadian serupa juga terjadi pada “Dragon Ball Evolution” (2009). Tokoh utamanya yang bernama Goku aslinya adalah orang Jepang. Alih-alih menggunakan aktor dari ras yang sesuai, karakter Goku justru diperankan oleh aktor Kanada dengan memakai riasan dan wig untuk menyerupai orang Jepang. 

Perbandingan aktor film "Dragon Ball Evolution" dengan komik aslinya. (imdb.com)
Perbandingan aktor pemeran Goku film “Dragon Ball Evolution” dengan komik aslinya. (imdb.com)

Seiring berjalanya waktu, fenomena whitewashing tidak hanya dirasakan oleh para aktor, tetapi juga oleh para penggemar setia perfilman Hollywood. Whitewashing membawa gejolak demonstrasi dan pertentangan yang menuntut perubahan progresif dari para pembuat film. 

Amerika Mulai Melek Keberagaman

Perubahan progresif yang dilakukan industri perfilman Hollywood adalah dengan menghadirkan keberagaman. Sebab, fenomena whitewashing yang terjadi mengakibatkan penurunan penonton dan pendapatan industri perfilman. 

Keberagaman di industri perfilman terlihat sejak “Bad Boys” (1995) yang diperankan oleh dua aktor ras kulit hitam, Will Smith dan Martin Lawrence. Kehadiran film bergenre aksi ini disambut hangat oleh penonton dari berbagai kalangan sehingga membuat popularitas “Bad Boys” meningkat signifikan. 

Baca juga: Tengah Ramai, Mari Lihat Empat Ciri Khas Film Wes Anderson

Keberagaman perfilman Hollywood disusul dengan film produksi Marvel Studios yang memiliki dua tokoh superhero ras kulit hitam, yaitu “Blade” (1998) dan “Black Panther” (2018). Kehadiran dua film itu pun berhasil mengantongi pemasukan lebih dari 1 miliar dollar AS, memperlihatkan dukungan masyarakat untuk menunjukkan keberagaman dalam film. 

Selain itu, keberagaman juga kini mulai terlihat dengan penggunaan aktor yang sesuai untuk film superhero Asia, seperti “Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings” (2021) dan “Mulan” (2020). Maka dari itu, keberagaman ini juga berdampak bagi para aktor dan penonton yang saat ini lebih bebas dalam mengekspresikan diri lewat film.

 

 

Penulis: Mianda Florentina

Editor: Cheryl Natalia

Sumber: theunitedmagazine.com, bbc.com, theguardian.com, kincir.com, imdb.com

Foto: Unsplash/Nooa

Tags: aktoraktor asiaaktor kulit hitamamerikaangelina jolieasiabad boysblack pantherbladediskriminasi rasdiskusi filmdragon ball evolutionfilmfilm amerikafilm hollywoodFOXgokuhollywoodkeberagamankulit hitamkulit putihmoviemulannon kulit putihrasrasismeshang-chiShang-Chi and the Legend of the Ten Ringssinemasupremasi kulit putihwantedwhitewashing
Mianda Florentina

Mianda Florentina

Related Posts

Jacob Collier dalam acara BNI Java Jazz Festival 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada Jumat (30/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Hiburan

Jacob Collier Tampil Memukau di Java Jazz Festival 2025 Setelah 9 Tahun

June 15, 2025
Nyoman Paul tampil perdana di BNI Java Jazz Festival 2025 yang digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (30/05/25). (ULTIMAGZ/Putri C. Valentina)
Event

Nyoman Paul Debut di Java Jazz Festival 2025 dengan Album LUAP

May 31, 2025
Ilustrasi seorang wanita menonton film di waktu rehatnya. (freepik.com)
Film

Pelukan Dalam Bentuk Film: Teman Menonton Saat Dunia Terasa Berat

May 19, 2025
Next Post
Ilustrasi perasaan rindu. (Unsplash/Brett Jordan)

Empat Cara Atasi Rindu yang Berlebihan

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merasa Depresi? Coba Cek 4 Organisasi Kesehatan Mental Ini!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Artikel Terbar-U
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto
  • Disabilitas

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • Special
    • FOKUS
    • PDF
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021