SERPONG, ULTIMAGZ.com – Senin (26/11/18) lalu travel vlogger Sam Kolder menggunggah sebuah video di akun Instagramnya yang menampilkan seekor badak dengan bagian atas wajah terpotong. Badak tersebut menjadi korban perburuan cula ilegal di Afrika Selatan. Video Kolder pun viral dan telah diputar lebih dari 3 juta kali dalam dua hari pasca rilisnya.
https://www.instagram.com/p/BqnEXeVhnRm/?utm_source=ig_web_copy_link
Perburuan dan perdagangan ilegal memang menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya keberagaman satwa, tak terkecuali di Indonesia. Begitu seriusnya masalah ini, hingga World Wildlife Foundation (WWF) Indonesia meluncurkan kampanye bertajuk Indonesia Says No! To Illegal Wildlife Trade awal bulan ini.
Tak main-main, satwa yang menjadi target perburuan dan perdagangan ilegal umumnya adalah hewan endemik khas Indonesia yang jumlahnya kini tak banyak lagi. Berikut ini Ultimagz telah menghimpun data beberapa hewan endemik Indonesia yang berada di garis merah kepunahan akibat perburuan dan perdagangan liar.
Badak Jawa
Menurut data Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), populasi Badak Jawa di habitatnya, Ujung Kulon kini tersisa 68 ekor. Hal ini mengakibatkan Badak Jawa masuk ke dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai salah satu hewan yang berada di ambang kepunahan.
Hewan dengan nama latin Rhinoceros sondaicus ini sempat menjadi buruan karena culanya diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit, di antaranya reumatik dan asam urat. Beberapa mitos di Asia pun mempercayai bahwa cula badak bisa mengusir mahluk halus. Tak jauh beda dengan Asia, di benua Eropa dan Amerika cula badak juga dipercaya sebagai afrodisiak (zat penambah gairah).
Sejak tahun 1990-an, memang tidak ditemukan lagi kasus perburuan liar Badak Jawa karena perlindungan hukum yang efektif. Namun, bukan berarti perburuan dan perdagangan cula badak tidak berdampak pada menurunnya jumlah Badak Jawa di alam liar. Saat ini, ancaman terbesar bagi spesies ini ialah berkurangnya habitat akibat pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan.
Harimau Sumatra
Harimau Sumatra juga merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang kini berada di status krisis. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh TRAFFIC—program kerja sama WWF dan IUCN dalam pemantauan perdagangan satwa liar—pada tahun 2008, ditemukan bahwa paling sedikit 50 Harimau Sumatra diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998 – 2002.
Hal ini disebabkan karena adanya pasar ilegal yang berkembang subur di wilayah Asia tempat perdagangan bagian-bagian tubuh harimau dilakukan. Bagian tubuh yang paling banyak diincar oleh pembeli ialah kulit harimau. Nantinya, kulit harimau ini akan diolah menjadi bahan aksesoris seperti tas, jaket, dan karpet.
Menurut data terbaru dari WWF, populasi Harimau Sumatra telah mengalami peningkatan dalam 14 tahun terakhir. Dari yang awalnya hanya tersisa kurang dari 400 ekor, bertambah menjadi sekitar 600 ekor. Walau sudah bertambah jumlahnya, kasus kematian Harimau Sumatra karena perburuan ilegal dan hilangnya habitat masih sering kita jumpai hingga saat ini.
Gajah Sumatra
Dikenal sebagai hewan dengan ingatan yang kuat, hingga kini Gajah Sumatra masih sering diburu untuk diambil gadingnya. Menurut data tahun 2013 dari Workshop Forum Gajah dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diperkirakan jumlah populasi Gajah Sumatera tersisa 1.700 ekor saja. Angka ini pun terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Di Sumatra sendiri, kasus pencurian gading gajah masih marak. Gading gajah pada umumnya diperjual-belikan sebagai produk pajangan untuk menunjukkan status sosial ekonomi pembelinya. Produk-produk dari gading dianggap sebagai perhiasan yang prestius. Harga gading gajah pun lebih mahal daripada emas, sehingga sering disebut sebagai emas putih.
Penulis: Charlenne Kayla Roeslie
Editor: Nabila Ulfa Jayanti
Foto: Netralnews.com
Sumber: Mongabay.co.id, Kumparan.com, Wwf.or.id, Iucn.org