SERPONG, ULTIMAGZ.com — Snapchat menjadi salah satu media sosial yang memiliki banyak pengguna. Berdasarkan data dari tinewss.com, jumlah pengguna Snapchat di Indonesia adalah 3,30 juta pada awal 2022. Kelebihan dari media sosial ini adalah filternya yang beragam, salah satunya filter kecantikan atau beauty filter.
Tentu sudah tidak asing lagi fungsi beauty filter yang memberikan efek riasan di muka. Wajah akan terlihat lebih mulus dan proporsional di layar handphone, sehingga banyak pengguna media sosial lebih memilih menggunakan filter ketika berswafoto. Tidak hanya Snapchat, media sosial lainnya seperti Instagram dan TikTok juga menyediakan filter untuk penggunanya.
Namun, terlalu sering menggunakan filter juga cenderung membuat seseorang tidak percaya diri dengan penampilan wajahnya. Hal ini menjadi salah satu gejala dari gangguan facial dysmorphia.
Baca Juga: “Maladaptive Daydreaming”: Melamun Berlebihan Sampai Lupa Keadaan
Apa itu Facial Dysmorphia?
Mengutip dari beautynesia.id, facial dysmorphia adalah sebuah kondisi gangguan kesehatan mental ketika penderitanya mengalami kecemasan berlebihan terhadap kekurangan penampilan pada wajahnya sendiri.
Gangguan ini rentan dialami oleh remaja hingga orang-orang berumur 30-an sebagai pengguna media sosial yang sering terpapar atau menggunakan filter kecantikan. Tidak hanya wanita, pria pun bisa merasakan hal ini.
Body dysmorphic disorder atau gangguan dismorfik tubuh dapat menyebabkan seseorang menjadi cemas tentang tubuhnya atau merasakan cacat secara fisik. Sering kali, seseorang hanya akan membayangkan bagian yang cacat bahkan membuat cacat-cacat kecil lebih banyak atau nyata.
“Dengan facial dysmorphia, individu terfokus pada wajah,” jelas Dr. Heinberg, dilansir dari clevelandclinic.org, “bisa jadi hidung atau matamu. Bisa jadi kamu khawatir tentang kerutan atau jerawat. Dan bahkan bisa jadi wajah kamu terlalu tipis. Ini benar-benar tentang penampilan wajahmu.”
Timbul Dampak Negatif dari Facial Dysmorphia
Fenomena yang hadir di kalangan generasi muda membuat mereka mengutamakan filter dalam berswafoto. Namun, ini menyebabkan timbulnya dampak negatif seperti kritik terhadap diri sendiri.
Mengutip dari kompas.com, Dr. Melissa Doft, seorang ahli beda plastik mengatakan banyak pasien yang mengeluh mengenai wajah mereka di layar ponsel.
“Jika dulu orang-orang mengeluhkan penampilan saat bercermin, kini orang lebih banyak mengkritik fotonya sendiri,” ucap Dr. Melissa.
Bahkan, mereka yang berada dalam kasus ekstrem timbul rasa takut mendapatkan hinaan karena kecacatan yang ada di wajahnya. Salah satu faktor pendorong dari hinaan karena standar penilaian orang-orang yang berbeda.
Tanpa disadari, fenomena ini membuat seseorang akan membandingkan dirinya dengan hasil foto menggunakan filter. Ditambah pula foto dengan filter tersebut yang diunggah ke media sosial dan mendapatkan respon yang baik dari pengikut akunnya. Tentu ini menjadi jawaban dari dampak negatif facial dysmorphia terhadap kepercayaan diri seseorang.
Baca Juga: Eksibisionisme: Penyimpangan Seksual Gemar Pamerkan Alat Vital
Gangguan yang Erat Berkaitan dengan Insecurity
Berdasarkan keterangan Profesor Studi Komunikasi, Janella Eshiet, yang dilansir dari refinery29.com, filter di Instagram dan Snapchat memicu dismorfia tubuh di kalangan wanita muda karena banyak dari filter ini sekarang mengubah cara wanita memandang diri mereka sendiri.
Dengan demikian, seseorang menjadi tidak hanya membandingkan dirinya dengan orang lain, tetapi juga dengan gambaran dirinya sendiri yang telah diubah dan disempurnakan.
Bahkan, seseorang dapat mulai menghindari waktu bersama teman dan keluarga, serta memikirkan apa yang “salah” dengan fitur yang dipakai selama berjam-jam setiap hari dilansir dari clevelandclinic.org.
Tidak berhenti sampai di situ, seseorang bahkan dapat beralih ke operasi plastik untuk mencoba dan memperbaiki penampilan yang seringkali dianggap mengecewakan.
Filter kecantikan pada media sosial dapat membuat penampilan wajah seseorang terlihat lebih sempurna hingga seperti tidak nyata. Dengan begitu, tanpa sadar seseorang dapat sering membandingkan penampilan aslinya dengan penampilan di foto yang sudah mendapat sentuhan filter beauty atau editan lainnya.
Tidak berhenti sampai di situ, respon positif yang diterima saat mengunggah foto dengan filter beauty mampu membuat seseorang ingin melakukannya lagi dan lagi. Bahkan hal ini bisa berlanjut hingga ingin mengubah penampilan asli di dunia nyata agar terlihat secantik di foto yang menggunakan efek tersebut.
Facial dysmorphia bisa terjadi pada siapa saja sehingga penting untuk bisa menggunakan segala sesuatu yang terdapat di media sosial dengan bijak.
Penulis: Andia Christy, Maria Katarina
Editor: Jessica Elisabeth Gunawan
Foto: bbc.co.uk
Sumber: beautynesia.id, kompas.com, tinewss.com, refinery29.com
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?