SERPONG, ULTIMAGZ.com – Gaya hidup sehat dengan berolahraga secara teratur telah menjadi tren baru di kalangan masyarakat modern, terutama di tengah pandemi Covid-19. Namun, semua kegiatan ini rupanya tidak diimbangi dengan konsumsi makanan sehat, seperti misalnya produk organik.
Banyak alasan mengapa masyarakat kurang tertarik mengonsumsi produk organik. Pertama adalah rasanya yang kurang sedap. Kemudian bahannya sulit dicari sebab hanya dijual di tempat tertentu saja. Selain itu, harganya jauh lebih mahal dibandingkan makanan lain apalagi untuk dikonsumsi sehari-hari.
Direktur Aliansi Organik Indonesia (AOI) Stevanus Wangsit mengiyakan hal ini. Stevanus menyatakan bahwa harga produk organik dapat mencapai dua hingga tiga kali lipat dari yang non-organik.
“Sayangnya melihat kondisi saat ini produk organik nampaknya hanya bisa dijangkau untuk kelas menengah ke atas,” ungkapnya.
Menurutnya, ada perbedaan antara pola kerja petani organik dan biasa. Para petani tanaman organik harus bekerja setiap hari dan melakukan pekerjaannya secara manual. Mulai dari menanam tumbuhan, memberikan pupuk, sampai membersihkan hama semuanya menggunakan tangan. Sebabnya, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan tidaklah sedikit.
“Para petani ini harus setiap hari merawat tumbuhannya, tidak menggunakan alat dan bahan kimia, tetapi pakai tangan. Risiko gagal panen tinggi. Jika gagal mereka harus mengulang dari awal,” tutur Stevanus.
Selain itu, produk organik memerlukan fasilitas modern. Tanahnya juga harus khusus agar hasilnya maksimal. Penanganan pascapanen pun turut menjadi masalah lainnya. Pengemasan dan distribusinya harus mendapat perlakuan khusus supaya produk yang dikirim sampai tanpa mengalami kerusakan.
Berbanding terbalik dengan petani ‘modern’, mereka tidak perlu datang ke ladang setiap hari. Pestisida dan pupuk kimia yang digunakan sudah cukup menjaga tumbuhannya dari serangan hama, bahkan mempercepat pertumbuhan. Oleh karena itu, petani organik tidak akan bisa memanen secepat petani biasa
Hingga saat ini petani produk organik belum mendapatkan subsidi dari pemerintah. Berbeda dengan petani biasa yang secara reguler menerima subsidi dalam bentuk benih, pupuk, hingga alat pertanian. Hal inilah yang membuat banyak produsen tidak mau terjun total ke dalam industri organik. Kesulitan mengelolanya dan hasil yang didapat masih belum terlalu meyakinkan.
“Jumlah podusen belum banyak sehingga tingkat persaingan masih rendah. Hal inilah yang membuat mereka tidak takut menahan harga,” ungkap Stevanus.
Alasan-alasan tersebutlah yang membuat produk organik hingga saat ini masih sulit untuk bisa dinikmati oleh semua kalangan.
Penulis: Jairel Danet Polii
Editor: Abel Pramudya
Foto: Androw Parama