Sudah dua kali terjadi, penyampaian informasi tidak disiapkan secara matang. Pertama, mengenai program pemenuhan Sistem Kredit Kegiatan Mahasiswa (SKKM) dengan cara memindahkan barang. Kedua, mengenai surat edaran kampus hijau. Aksi cepat-kilat pun dilakukan tanpa mempertimbangkan point of view dari berbagai pihak.
Mengenai SKKM, pada 24 Maret 2017, Dewan Keluarga Besar Mahasiswa (DKBM) Universitas Multimedia Nusantara (UMN) mengeluarkan surat keterangan perihal surat elektronik (surel) “Program Pemenuhan SKKM Angkatan 2012-2013”. Surat tersebut menyatakan bahwa surel akan direvisi dan permohonan maaf akan disampaikan oleh pihak Kemahasiswaan. Padahal, bukan itu yang menjadi masalah.
SKKM memang memiliki manfaat baik. Mahasiswa menjadi terpacu untuk aktif meningkatkan kemampuan soft-skill mereka. SKKM sendiri, di UMN, dibagi menjadi empat bidang, yaitu ilmiah penalaran, bakat minat, organisasi, dan pengabdian masyarakat, yang wajib dipenuhi sesuai bobot persentase masing-masing.
Namun, kemampuan setiap mahasiswa tidak bisa ditentukan dari empat bidang tersebut. Setiap mahasiswa memiliki minatnya masing-masing sesuai bidang SKKM yang ada. Misalnya, mahasiswa yang aktif dalam organisasi pasti memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berkoordinasi, dan pemecahan masalah. Namun, mahasiswa tersebut belum tentu memiliki motivasi untuk aktif mengikuti lomba. Dengan demikian, peraturan pemenuhan SKKM setiap bidang sesuai persentasenya menyebabkan banyak mahasiswa yang mengalami kendala pemenuhan poin SKKM.
DKBM UMN Generasi IV pernah membahas mengenai poin SKKM, namun belum ada satu pun perubahan mengenai konsep pemenuhan SKKM hingga saat ini. Masalah ini masih menjadi kendala bagi mahasiswa angkatan 2012 hingga 2013.
Persoalan kedua adalah surat edaran kampus hijau. Surat tersebut berisi peraturan yang ditandatangani oleh pihak Rektorat pada 19 April 2017, dan tertulis pula bahwa peraturan berlaku semenjak tanggal ditetapkan, yaitu 19 April 2017 juga. Sedangkan, peraturan tersebut diumumkan pada 26 April 2017 dengan hanya melalui Line Official DKBM saja. Hal ini memunculkan suatu pertanyaan besar, apa yang dilakukan oleh pihak Organisator dan Kemahasiswaan selama selang tujuh hari tersebut?
Menurut artikel Ultimagz berjudul “Klarifikasi Kampus Terkait Surat Edaran Kampus Hijau”, pihak Kemahasiswaan mengaku menyebar surat edaran melalui DKBM dan BEM terlebih dahulu dengan tujuan mengajak mereka memberikan opini terkait imbauan tersebut, bukan menyebarkannya kepada mahasiswa. Dalam artikel itu pula, tertulis pernyataan Citrandika Krisandua Okta selaku Manager of Internal Student Affairs bahwa bahwa jika pihak Kemahasiswaan mau langsung menyebar surat edaran ke mahasiswa, mereka bisa menyebarkannya melalui e-mail student UMN. Terlepas dari surat yang sudah ditandatangani, hal ini berarti pihak Organisator memiliki kesempatan untuk mengkritisi peraturan.
Setelah surat edaran disebar, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMN melakukan diskusi dengan organisator lainnya dan mengeluarkan survei terkait surat edaran tersebut. Hasil diskusi menghasilkan survei yang disebar melalui Line Official BEM UMN.
Bagaimana survei seperti ini dapat menyelesaikan permasalahan yang ada? Pertanyaan yang diajukan terlihat jelas sangat kontra dengan surat edaran, seolah berpihak pada satu sisi. Bukankah seharusnya BEM dan DKBM, serta Organisator lainnya, menelaah dari dua sisi, yaitu positif dan negatif, dan bukan dari sisi negatif saja? Jadi, ke mana kah fungsinya sebagai representasi mahasiswa sekarang? Dan kapan masalah bobot SKKM serta surat edaran ini berakhir dengan solusi yang dapat diterima oleh seluruh pihak?
Tentu perlu ada diskusi efektif antara Kemahasiswaan, BEM, DKBM, serta organisator lainnya sebagai representasi mahasiswa terkait persoalan SKKM dan surat edaran tersebut. Terlaksananya diskusi pun harus disertai dengan pandangan-pandangan mahasiswa dan seluruh civitas akademika UMN terkait masalah ini.
Penerapan teori yang diajarkan di kuliah dalam pembuatan survei juga harus diterapkan agar survei tidak hanya membawa pandangan negatif saja, melainkan dari dua sisi. Survei yang dibuat berdasarkan teori pun akan melahirkan hasil yang berbobot tinggi. Sehingga, dapat digunakan sebagai dasar diskusi efektif guna menemukan jalan tengah dari permasalahan ini.
“Tidak ada hal yang tidak mungkin, selama semangat perjuangan masih tertanam di dalam diri.”
Penulis: Christian Wijasa, mahasiswa Teknik Informatika UMN 2013
Editor: Clara Rosa Cindy
Foto: bantenpos.co