SERPONG, ULTIMAGZ.com – Kendaraan listrik hadir sebagai opsi untuk menekan angka polusi udara di Indonesia, khususnya di wilayah Jabodetabek. Namun, apakah solusi tersebut tepat dalam mengurangi polusi udara?
Saat ini Indonesia sedang dalam tahap krisis kualitas udara. Berdasarkan Indeks Kualitas Udara (AQI) pada Juni 2023, Indonesia berada pada peringkat pertama dalam daftar sepuluh besar negara dengan polusi terburuk di dunia. Peringkat tersebut bukan sebuah pencapaian, melainkan sebuah peringatan baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Berikan Subsidi, Mari Lihat Empat Manfaat Motor Listrik
Kondisi ini tentunya sangat berbanding terbalik pada saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 2021 sampai 2022 lalu. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada saat itu tingkat polusi udara menurun sebanyak 42 persen, dilansir dari liputan6.com. Polusi udara yang sedang berkecamuk saat ini ditimbulkan oleh beberapa penyebab seperti penggunaan kendaraan emisi karbon, aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau musim kemarau panjang selama beberapa bulan terakhir.
Maka dari itu, pemerintah dengan gencar membuat himbauan dan kebijakan dalam rangka mengurangi polusi udara. Salah satunya adalah mengajak masyarakat untuk beralih dari kendaraan emisi karbon ke kendaraan listrik.
Kehadiran kendaraan listrik di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak awal 2012. Namun, sempat mengalami kemunduran karena masyarakat lebih banyak memilih bahan bakar minyak (BBM) yang murah dan terjangkau, sampai akhirnya pada 2020 kendaraan listrik mulai berkembang.
Perkembangan kendaraan listrik ini disertai dengan tren dan juga dukungan pemerintah Indonesia. Pemerintah ingin melanggengkan target emisi nol bersih 2050 dan meringankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang terbebani subsidi BBM. Maka dari itu, pemerintah pun banyak memberi dukungan subsidi dengan rentang sebesar Rp5 hingga Rp80 juta sesuai jenis kendaraan listrik. Kemudian, dukungan pemerintah untuk elektrifikasi kendaraan juga terlihat dari pabrik PT Hyundai Motor Manufacturing yang meluncurkan mobil listrik IONIC 5.
Solusi yang Masih Suram
Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia mengaku belum siap dengan peralihan ke kendaraan listrik. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Continuum Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), sebanyak 80,77 persen masyarakat tidak setuju dengan adanya subsidi mobil listrik. Menurut mayoritas responden, subsidi mobil listrik ini hanya dapat dinikmati oleh orang-orang tertentu saja yang sebenarnya tidak memerlukan subsidi tersebut.
Selain itu, keberadaan kendaraan listrik belum berbanding lurus dengan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hanya sebanyak 842 SPKLU yang tersebar di 488 wilayah Indonesia. Jumlah tersebut terhitung masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah kendaraan listrik yang mencapai 81.525, dilansir dari cnbcindonesia.com.
Masalah lain dari kendaraan listrik adalah produksi baterai yang tidak ramah lingkungan. Sebab, pembuatan baterai menggunakan emisi karbon. Tidak hanya itu, meskipun teknologi baterai terus berkembang, masih ada ketidakpastian terkait dengan masa pakai, efisiensi, dan dampak lingkungan dari produksi serta pembuangan baterai kendaraan listrik.
Sebetulnya, pemberlakuan mengenai kendaraan listrik ini memiliki tujuan baik dan menjadi solusi tepat untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar serta udara yang dikhawatirkan semakin buruk. Namun, masih banyak masalah dalam meraih hal tersebut, yakni perihal subsidi kendaraan listrik yang tepat sasaran, jumlah fasilitas SPKLU, dan produksi baterai ramah lingkungan.
Dibandingkan subsidi mobil listrik yang dinilai kurang tepat sasaran, subsidi motor listrik lebih baik untuk dimaksimalkan. Sebab, motor listrik memiliki harga yang lebih terjangkau untuk setiap lapisan masyarakat. Terlebih, pengguna motor di Indonesia sangat banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 26,3 juta penggunaan kendaraan bermotor di Jakarta sebanyak 26,3 juta. Jika mayoritas pengguna motor beralih ke motor listrik, hal ini akan mengurangi polusi udara secara signifikan.
Baca juga: Menjaga Kesehatan di Tengah Polusi Tangerang Selatan yang Tinggi
Selain itu, salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi polusi, yaitu dengan mengajak masyarakat menggunakan kendaraan umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Penggunaan kendaraan pribadi sebetulnya tidak salah jika digunakan sesuai dengan tujuannya. Namun, perjalanan mandiri akan lebih baik jika menggunakan kendaraan umum seperti bus, angkot, dan kendaraan lainnya. Selain udara yang akan menjadi lebih bersih, tentunya kondisi jalanan akan terlihat lebih baik jika penggunaan kendaraan pribadi dapat dikurangi.
Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa polusi udara di Indonesia tidak hanya berasal dari penggunaan kendaraan seperti mobil, motor, dan kendaraan lainnya. Aktivitas manusia seperti Pembangkit Listrik Tenaga Udara (PLTU) dan pembakaran limbah adalah faktor terbesar yang turut menyebabkan udara menjadi rusak. Selain itu, kondisi cuaca juga menjadi salah satu faktor udara sekitar menjadi kurang sehat.
Penulis: Mianda Florentina, Ruth Yushiana
Editor: Vellanda
Sumber: liputan6.com, indonesiabaik.id, cnbcindonesia.com, kompas.com, kompas.id
Foto: Justin Dave Martambun