SERPONG, ULTIMAGZ.com – Masa kelam sejarah Indonesia berhasil dilewati masyarakat untuk menegakkan pandangan bahwa Indonesia berkebangsaaan satu. Tak hanya itu saja, banyak tantangan politik dan ekonomi yang memicu ketegangan antara pemerintah dan daerah-daerah di luar Jawa. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia adalah berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1950 di Sumatera, dilansir dari kompas.com.
Pascakemerdekaan Indonesia, kondisi negara tidak stabil. Kesejahteraan dan pembangunan awal hanya dinikmati oleh kota-kota di pulau Jawa. Hal ini membuat kesenjangan antara pulau Jawa dan pulau-pulau sekitarnya terlalu jauh. Ketidakadilan ini pun memicu berbagai upaya revolusi di berbagai daerah, salah satunya adalah PRRI.
Baca juga: Kisah Regu Dajal: Kontribusi bagi Sejarah Proklamasi Indonesia yang Terlupakan
Gerakan PRRI berawal dari kekecewaan militer dan masyarakat sipil di Sumatera terhadap pemerintah pusat atas ketidakadilan yang terjadi. Permasalahan ini pun melebar hingga tuntutan otonomi daerah yang berujung pada penumpasan darah dengan korban puluhan jiwa, dilansir dari detik.com.
Puncak dari gerakan PRRI adalah ketika Letnan Kolonel Achmad Husein menanda tangani persetujuan terkait berdirinya PRRI. Proklamasi PRRI disambut meriah oleh masyarakat Indonesia bagian Timur.
Letnan Kolonel Achmad Husein pun akhirnya memutus hubungan dengan pemerintah pusat untuk mendukung penuh gerakan PRRI. Berdirinya PRRI menjadi semakin kuat dengan mendirikan dewan perjuangan, yaitu:
- Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Achmad Husein di wilayah Sumatera Barat.
- Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon di wilayah Sumatera Selatan.
- Dewan Garuda yang dipimpin oleh Letkol Barlian di wilayah Sumatera Selatan.
- Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual di Sulawesi.
Melansir kumparan.com, tuntutan lain yang diajukan oleh PRRI adalah pembubaran kabinet Djuanda dengan membentuk pemerintahan sementara. Pemerintahan sementara itu pun harus dipimpin oleh Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX hingga pelaksanaan pemilu selanjutnya. Lalu, PRRI menginginkan Soekarno untuk kembali pada posisi konstitusional sebelumnya.
Pemerintah pusat melihat gerakan PRRI sebagai sebuah ancaman negara yang harus dituntaskan secepat mungkin. Pemerintah pun melaksanakan berbagai operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU), Angkatan Perang (APRI) sebagai upaya untuk menuntaskan PRRI. Salah satu operasi yang dilaksanakan adalah Operasi Tegas pada 12 Maret 1958 dan Operasi 17 Agustus pada 17 Agustus 1958, dilansir dari kompas.com.
Baca juga: Jejak Terakhir Burung Dodo: Kisah dari Spesies yang Punah
Tentara APRI melakukan berbagai tindakan kekerasan untuk menumbangkan gerakan PRRI dan memakan korban sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 luka, serta 8.072 tawanan. Tidak hanya itu, gerakan PRRI juga memberikan dampak buruk bagi ekonomi negara yang terganggu hingga muncul inflasi deflasi, dilansir dari detik.com.
Pada akhir 1960, seluruh wilayah Sumatera Barat berhasil dikuasai oleh tentara APRI. Soekarno memberikan kesempatan bagi anggota PRRI untuk berdamai dan diberikan amnesti yang tertuang dalam Surat Keputusan Presiden No. 322 tahun 1961. Langkah ini menjadi rekonsiliasi nasional, mengakhiri perjuangan panjang konflik senjata antara pemerintah pusat dan PRRI.
Penulis: Reza Farwan
Editor: Jessica Kannitha
Foto: kompas.com
Sumber: kompas.com, detik.com, kumparan.com