SERPONG, ULTIMAGZ.com — Jurnalis Dandhy Dwi Laksono ditangkap oleh penyidik Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada Kamis (26/09/19) tengah malam di Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat. Dalam foto dua lembar surat perintah penangkapan yang diterima oleh Ultimagz, Dandhy ditangkap untuk diperiksa karena dituduh melakukan tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Diduga melakukan tindak pidana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan,” dikutip dari surat perintah penangkapan.
Dandhy yang baru tiba di kediamannya pada pukul 22.30 WIB langsung dibawa oleh empat orang polisi pada pukul 23.05 WIB. Penangkapan Dandhy disaksikan oleh dua orang satpam Rukun Tetangga (RT) tempat tinggal Dandhy, seperti dituliskan kompas.com.
Alghifari Aqsa selaku kuasa hukum Dandhy mengatakan bahwa sutradara film dokumenter “Sexy Killers” tersebut ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik yang terkait dengan kasus Papua. Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui secara spesifik apa unggahan media sosial Dandhy yang terjerat hukum Indonesia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana dan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati membenarkan seluruh informasi penangkapan Dandhy. Malam ini, mereka berdua beserta perwakilan KontraS dan Amnesty tengah mendatangi Dandhy di Polda Metro Jaya.
Pendiri WatchDoc Documentary ini juga diduga akan dijerat pasal berlapis UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE dan UU No. 1 tahun 1946 . Di antaranya Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang perubahan atas UU No. 8 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Berikut ini merupakan bunyi dari pasal-pasal tersebut:
Bunyi Pasal 28 ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Bunyi Pasal 45 A ayat (2) UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bunyi Pasal 14 ayat (1) UU No. 11 tahun 1946 tentang ITE: Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
Bunyi Pasal 14 ayat (2) UU No. 11 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana: Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Bunyi Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.
Sampai berita ini terbit, belum ada konfirmasi langsung dari pihak Polda Metro Jaya terkait penangkapan Dandhy Dwi Laksono.
Penulis: Elisabeth Diandra Sandi
Editor: Abel Pramudya
Sumber: kompas.com, liputan6.com, tirto.id, cnnindonesia.com, web.kominfo.go.id, dpr.go.id
Foto: Tirto.id