SERPONG, Ultimagz.com — Tahun 2012 lalu, WHO pernah mendata lebih dari 3,7 juta orang di dunia tewas karena terpapar polusi udara luar ruang. Sementara, blommberg.com baru-baru ini melansir hasil penelitian tentang polusi udara yang semakin berdampak pada kesehatan manusia dan menyebutkan Indonesia menempati posisi 8 dalam tingkat polusi udara yang paling mematikan di dunia dengan angka kematian rat-rata 50 ribu juwa tiap tahun.
Tingginya polusi udara di Indonesia terjadi karena tingginya juga limbah industri dan asap kendaraan yang menyesakkan napas. Salah satu penyumbang terbesar angka polusi di Indonesia, yakni asap kendaraan bermotor.
Bagi kita yang tinggal di kota besar, berjibaku dengan asap kendaraan motor sudah menjadi hal yang biasa. Pengalaman yang sama juga dirasakan Ritter Willy Putra, Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara yang terinspirasi membuat karya seni berupa bahan bakar baru karena pengalaman sehari-hari secara terpaksa harus mencium bau asap knalpot kendaraan umum.
Dalam rangka mengikuti workshop seni Jakarta 32C 2012 di Galeri Nasional, Jakarta. Ritter membuat karya seni berupa bahan bakar yang ia sebut Polufree. Karyanya tersebut berhasil dipamerkan dalam event workshop yang digagas seniman mural Popo Iskandar ini.
Berawal dari keingin memberikan solusi atas masalah asap di kehidupan manusia, Ritter mewujudkannya melalui karya seni. Saat itu Ritter berpikir, “Mengapa tidak membuat bahan bakar yang menghasilkan aroma yang khas, seperti mawar, melati dan bunga-bunga yang lain?”
Ia ingin menghadirkan bahan bakar kendaraan yang murah dan ramah lingkungan. Polufree pun lahir dengan tujuan mulia, yakni ingin Jakarta bebas polusi tanpa BBM bersubsidi. Meskipun belum pernah dihadirkan dalam bentuk sesungguhnya, pria kelahiran Jakarta, 17 Desember 1993 ini sangat mengharapkan bahwa bahan bakar Polufree dapat terealisasikan dan dijual layaknya bensin eceran.
Kepeduliaan Ritter dalam melihat keadaan lingkungan ia ungkapkan dengan menaruh keprihatinan pada ekosistem Indonesia, terlebih pada semakin banyak satwa di Indonesia yang punah. “Perburuan liar gajah, orangutan, dan satwa lain membuat ekosistem Indonesia tidak seimban,” tutur Ritter.
Selain itu, ia juga melihat bahwa penggunaan plastik dengan kertas di lingkungan kampus semakin tak terbendung. “Sampah seperti ini memerlukan waktu yang lama untuk mengurai, tetapi intensitas penggunaan bahan tersebut sangat tinggi dan semakin tak teratur. Apakah tidak mungkin untuk mengurangi penggunaan kedua bahan tersebut agar lingkungan kampus semakin asri?” pungkasnya.
Penulis: Agung Mustika
Editor: Arnoldus Kristianus
Fotografer: Gustama Pandu