SERPONG, ULTIMAGZ.com – April lalu sempat ramai-ramainya istilah skena diperbincangkan, khususnya di media sosial TikTok. Kata gaul ini tidak ada yang tahu pasti siapa yang mempopulerkannya. Namun, skena sejatinya sudah ada sejak dari 2000-an.
Skena sekarang ini didefinisikan sebagai singkatan dari tiga kata yaitu sua, cengkerama, dan kelana. Istilah ini dapat diartikan sebagai sebuah perkumpulan kolektif yang bercengkerama sampai berkelana bersama.
Baca juga: Novel “Sesuk”: Wajah Baru Dalam Karya Tere Liye
Maka dari itu kata skena dekat dengan perkumpulan yang menyukai band bergenre underground seperti musik rock atau metal dan hardcore. Seperti misalnya kumpulan penggemar musik rock, maka mereka dapat disebut sebagai skena rock.
Hal tersebut juga membuat skena merujuk kepada bagaimana sekumpulan orang dengan kesukaan yang sama ini berpenampilan dengan outfit yang serupa. Outfit yang sama tersebut menunjukkan bahwa mereka berada dalam satu rumpun penggemar dan tongkrongan. Outfit yang dimaksud ini dapat berupa baju hitam dengan kesan rock and roll ataupun hanya baju polos oversize dan memakai sepatu docmart.
Namun, tahukah Ultimates bahwa di tengah kehadiran istilah skena ini, ada pula beberapa anggapan negatif masyarakat terhadap tren tersebut? Anggapan negatif ini merujuk pada arti ‘tongkrongan’ sebagai sebuah geng yang membedakan dan kerap merendahkan selera musik setiap kelompok atau orang. Sebab, tongkrongan atau musik yang didengar dianggap paling keren.
Hal ini kerap disebabkan juga oleh ‘polisi skena’, sebuah sebutan bagi ‘si paling’ paham tentang skena musik tersebut. Disebut polisi karena kerap ‘mengawasi’ pembicaraan terkait musik di media sosial. Namun, polisi skena dipandang buruk karena mereka cenderung menegur atau seakan menghakimi mereka yang memiliki selera musik berbeda.
Selain itu, polisi skena juga menegur ‘poser’. Poser diartikan sebagai orang yang hanya sekadar mengikuti hype dan bukanlah ‘penikmat musik’ sesungguhnya. Poser hanya sekadar mengikuti gaya berpakaian ala band tertentu, tanpa mengetahui lagu-lagu band tersebut.
Kata Skena Berawal dari Terjemahan Bebas
Melansir akurat.co, istilah skena sebetulnya sudah sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh para pegiat atau penggemar musik, begitu pula hingga saat ini. Kepala Balai Bahasa Sulawesi Selatan Ganjar Harimansyah menjelaskan bahwa kata skena sebenarnya terinspirasi dari ‘scene’.
“Berdasarkan kamus daring, kata skena merujuk pada makna polisemi scene, yakni lingkup kegiatan, situasi, atau kancah aktivitas/minat saat ini, misalnya The Rock Music Scene atau The Fashion Scene,” ucap Ganjar pada (09/07/23), dikutip dari kompas.com.
Istilah atau kata scene tersebut berasal dari bahasa Inggris sebagai subkultur anak muda yang sudah sempat ramai pada 2000-an awal di Amerika. Saat itu arti skena atau scene merujuk pada mode fesyen dengan warna mencolok dan pakaian ketat. Kultur di Amerika saat itu dinamakan scene hardcore.
Baca juga: Fesyen: Sarana Ekspresi Diri Tanpa Batasan Gender
Adapun mengutip vice.com, budaya musik rock ramai digandrungi di Indonesia pada sekitar 1987 – 1991. Band-band yang membuka gerbang ramainya musik rock yaitu seperti Roxx, Adaptor, Mortus, Painfull Death, Sucker Head, dan Rotor. Maka dari itu, budaya genre musik rock pun dapat manjadi tren juga di Indonesia, salah satunya adalah skena.
Jadi, sebetulnya istilah skena ini sudah ada sejak dahulu dan kembali trending saat ini yang artinya seputar mode dan fesyen. Hanya saja trending saat ini lebih mengaitkan antara fesyen dan juga musik, khususnya band.
Penulis: Josephine Arella
Editor: Vellanda
Foto: unsplash/iam_os, cdnm1.caping.co.id, glamour.com, villagepipol.com
Sumber: pramborsfm.com, kompas.com, akurat.co, kumparan.com, vice.com