SERPONG, ULTIMAGZ.com – Dalam istilah slow journalism, wartawan diharuskan menghasilkan berita yang bermanfaat, membanggakan, terkini, dan inspiratif. Walaupun pengolahannya membutuhkan waktu lebih lama, berita yang dihasilkan akan berkualitas dengan perencanaan yang lebih serius.
Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho dalam seminar HUT Kompas Corner bertajuk “Slow Journalism” mengatakan demikian. Ia menjelaskan, slow journalism bukan sesuatu yang baru dalam dunia jurnalistik. Ketika kecepatan menjadi prioritas, jurnalis lupa akan kualitas berita.
Contoh slow journalism adalah berita tentang Panama Papers. Para jurnalis yang tergabung dalam The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) telah melakukan sebuah peliputan investigasi dengan menggunakan data yang serius.
“Slow journalism itu kolaborasi yang menuntut kerja kolaboratif, mengantarkan makna dari sebuah peristiwa,” ujar Wisnu di Lecture Hall UMN, Serpong, Senin (2/5).
Di Indonesia, masih banyak media, khususnya media daring yang mengutamakan kecepatan dan berlomba-lomba memberikan informasi dengan cepat. Peristiwa bom di Sarinah pada 14 Januari 2016, misalnya, beberapa berita hoax beredar tanpa verifikasi terlebih dahulu. Hal tersebut hanya menimbulkan bias informasi.
“Jika media memberikan informasi yang tidak terverfikasi, matilah dia. Kecepatan juga jangan didahulukan. Kini, banyak media dalam proses membuat berita ingin cepat-cepatan. Saat peristiwa bom itu, banyak media daring yang memberitakan bahwa ada bom yang serupa terjadi di Palmerah dan tempat lainnya. Ketika itu, saya langsung meminta reporter saya untuk pergi ke Palmerah, ternyata tidak ada bom,” jelasnya.
Penulis: Christoforus Ristianto
Editor: Lani Diana
Fotografer: Cindy Gani