SERPONG, ULTIMAGZ.com—Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meluncurkan majalah digital volume kedua di diskusi publik berjudul “Advokasi dalam Pentas Sastra dan Jurnalistik” pada Rabu (06/10/21) melalui ZOOM dan siaran langsung YouTube. Diskusi dibagi menjadi dua dengan panel pertama menghadirkan tanggapan lembaga pemerintah dan kedua dengan pelaku sastra.
Dengan judul Buntungnya Negara, Untungnya Industri, CISDI bersama 15 relawan kaum muda yang terpilih sebagai tim produksi menggambarkan buruknya kebijakan cukai rokok di Indonesia saat ini. Pasalnya, perfoma kebijakan di Indonesia sangat rendah yakni hanya 1,3 dari skala skor penuh 5 dari riset Cigarette Tax Scorecard. Celah-celah pada regulasi di Indonesia ini malah memperkaya industri tembakau yang kaya karena menjual barang berbahaya. Industri dengan bebas membuat iklan rokok semakin banyak dan tidak ada perlindungan terhadap konsumen.
“Mekanisme cukai di Indonesia itu masih belum efektif dan efisien untuk memenuhi perannya sebagai pengendali tingkat konsumsi tembakau,” jelas Samuel Sitorus sebagai periset mewakili keselurahan tim produksi ketika memaparkan isi majalah.
Akibat longgarnya kebijakan cukai rokok, masyarakat Indonesia dapat dengan mudah membeli rokok. Dampak jangka panjangnya, banyak perokok terjerat penyakit dan bahkan kematian. Lembaga-lembaga pemerintah seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) juga ikut terdampak. Pasalnya, BPJS Kesehatan menghabiskan sekitar 10,5 hingga 15 triliun untuk menanggung biaya kesehatan akibat pemakaian rokok, sedangkan bantuan sosial dari Kementerian Sosial tidak optimal karena digunakan untuk membeli rokok.
Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi mewakili Kemenkes Republik Indonesia pun secara langsung memberikan pendapat terkait dampak regulasi cukai tembakau di dalam diskusi publik.
“Kalau kita terdampak, iya. Salah satu kementerian yang terdampak kalau hanya mau dilihat dari sisi indikator yang harus kita capai,” tanggap Kartini. “Kita juga terdampak dari sisi secara conseptual framework,” lanjutnya.
Selain Kemenkes, ada pula KPP-PA yang ikut berpendapat karena juga merasa terdampak. Perwakilannya yakni Deputi Bidang Pemenuhan Anak, Ir. Agustina Erni M.Sc menjelaskan bahwa memerangi persoalan rokok ini butuh gerakan masyarakat.
“Kalau gak ada penggerak masyarakat, rasanya agak berat kalau kita hanya di satu sisi. Jadi, kita bergandengan tangan. Ada upaya pemerintah, ada juga gerakan masyarakat. Di sini, gerakan anak muda. Ini ‘kan lebih komplit,” ucap Agustina.
Kemudian, diskusi dilanjutkan bersama pencipta-pencipta karya sastra dan jurnalistik yang mendukung upaya pengendalian tembakau. Ada Mardiyah Chamim yang pernah menulis buku A Giant Pack of Lies mengenai kebohongan industri tembakau. Hadir pula Nina Samidi yang mengumpulkan kisah perokok dalam Kita Adalah Korban dan Lara Rizka sebagai perwakilan CISDI Magazine.
“Banyak cerita soal kerugian-kerugian yang didapatkan oleh negara, oleh masyarakat itu gak cukup banyak dinaikkan,” kata Lara. “Walaupun, kayak tadi kata Mba Nina sampai ada buku Kita Adalah Korban tapi tetap aja kayak itu belum cukup buat ngasih betapa negara kita dirugikan oleh adanya industri tembakau,” lanjutnya.
CISDI sendiri merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus pada kesehatan masyarakat Indonesia. CISDI mendorong penerapan kebijakan kesehatan yang berbasis bukti ilmiah seperti melakukan advokasi kebijakan, riset, dan manajemen program yang didukung komunikasi publik. Ada pun majalah digital sebagai advokasi kebijakan rokok tahun ini dapat diakses pada tautan berikut.
Penulis: Vellanda
Editor: Nadia Indrawinata
Foto: Timothy Benedic Hallatu