SERPONG, ULTIMAGZ.com – Gelar wicara dan malam puncak “Nexus Soiree” sukses menutup segala rangkaian Flagship 3.0 pada Senin (20/11/23) malam di Lecture Theater Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Bertemakan “Transformasi Dunia Pekerjaan dengan Adanya AI”, Dosen Jurnalistik UMN Adi Wibowo Octavianto dan Ketua Indonesia AI Society (IAIS) Lukas pun turut mengajak audiens untuk berkolaborasi dengan AI. Caranya yakni bisa menguasai suatu bidang spesifik berdampingan dengan AI.
“AI tidak ada apa-apanya tanpa infrastruktur. Kita gak bisa otomatis mengerti (AI) sendiri, ada effort dari kita untuk belajar,” ujar Lukas.
Baca juga: Transformasi Teknologi melalui ChatGPT
“Kita butuh kolaborasi, mari kita gunakan teknologi ini antar manusia untuk bisa menggunakan teknologi secara maksimal,” lanjutnya.
Pada sesi pertama, Adi memaparkan lebih lengkap tentang bagaimana beradaptasi dan memanfaatkan AI sebagai mitra pemecah masalah dari dulu. Sebab, AI sejatinya bukan hal yang baru.
“AI sebenarnya sudah lama kita kenal, Anda sudah pake Google Maps? Spotify? Tokopedia? Nah itu ada AI-nya, ada machine learning-nya,” ujarnya.
Adi menambahkan bahwa salah satu revolusi AI sebagai mitra pemecah masalah adalah ChatGPT, terutama dalam membantu komunikasi manusia dengan mesin. Saat ini manusia sudah dapat menyuruh AI dengan bahasa manusia alih-alih menggunakan bahasa komputer seperti Phyton. Model tersebut bernama large language model (LLM).
Namun, model pelatihan generatif AI ini seperti mengajari anak kecil. Bila sejak awal diberi informasi yang salah, AI tersebut akan menganggap hal itu benar.
“AI ini asisten yang pinter banget tapi juga bodoh,” ujar Adi. “Kenapa bodoh? Cobain saja kalau Anda suruh kadang-kadang dia akurat kadang enggak bahkan kalau prompt-nya sudah kita ubah berkali-kali.”
Maka dari itu, Adi juga mengingatkan untuk mulai mewaspadai AI ketika bisa beroperasi sendiri. Apalagi, jika AI dilatih dengan data-data bias dan dimanfaatkan untuk menindas pihak-pihak minoritas.
Kemudian, sesi kedua, Lukas membagikan pengalamannya bersama rekan-rekannya untuk memakai AI sebagai alat kolaborasi dengan mendirikan IAIS. IAIS merupakan organisasi AI Indonesia yang bertujuan untuk membuat AI bisa berperan dalam berbagai kerja negara seperti dalam bidang ekonomi, pertahanan negara, dan kesehatan. IAIS berupaya untuk menumbuhkan keahlian dan talenta orang Indonesia dalam AI.
Lukas menjelaskan pentingnya penguasaan teknologi terutama AI dalam pilar teknologi menuju Indonesia Emas 2045 yang bagaikan gelombang. Ia berharap Indonesia bisa mandiri dalam bidang AI tidak hanya sebagai konsumen.
“Di era digital wave, Anda harus menguasai hal-hal tertentu supaya anda, you are ready riding the wave,” ujar Lukas.
Meski kian populer, AI seringkali sulit diadopsi oleh tiap-tiap orang. Budaya memengaruhi orang dalam menerima teknologi AI.
“AI juga tidak selalu berhasil, perlu culture adoption lihat budaya masyarakatnya,” papar Lukas “Indonesia tuh orangnya sangat terbuka, sangat ramah dengan teknologi. Berbeda dengan negara yang budayanya konservatif.”
Baca juga: Seniman Tidak Akan Tergantikan oleh Kecerdasan Buatan
Setelah sesi gelar wicara, Flagship 3.0 mengumumkan tiga pemenang lomba artikel opini tentang etika dalam menggunakan AI. Kemudian, malam puncak diselebrasikan bersama Fire on Friday, band dari Mufomic UMN yang membawakan beberapa lagu.
Flagship adalah acara tahunan dalam rangka merayakan ulang tahun Kompas Corner. Flagship 3.0 dilaksanakan dari 8 hingga 20 November yang terdiri dari tiga rangkaian kegiatan yakni, kegiatan donasi “Charité-168”, lomba artikel “Opinione-168”, juga gelar wicara dan malam puncak “Nexus Soiree”.
Penulis: Theresia Sekar Kinanti Deviatri
Editor: Vellanda
Foto: Kezia Essie Awuy
Comments 1