SERPONG, ULTIMAGZ.com – Media sering kali dianggap memiliki peran penting dalam mengungkap ketidakadilan dan menyuarakan kebenaran. Tetapi di balik layar, para pekerja media masih berjuang melawan sistem yang tidak adil di lingkungan kerjanya sendiri.
Hal tersebut diungkap melalui film dokumenter Cut to Cut, yang menyoroti perjuangan jurnalis CNN Indonesia melawan kebijakan pemotongan upah dan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh manajemen. Film ini merupakan hasil swadaya anggota Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI) dengan dukungan Koalisi Anti Union Busting yang kemudian diunggah di akun YouTube Watchdoc Documentary.
Baca juga: Semrawut Dunia Prekariat di Indonesia yang Rentan
“Kasus ketenagakerjaan ini berawal dari pemotongan upah para pekerja pada pertengahan Juni 2024. Waktu SPCI belum dibentuk, sebanyak 201 pekerja CNN Indonesia menandatangani petisi penolakan pemotongan upah yang dilakukan secara sepihak,” ucap Taufiqurrahman, Ketua Umum SPCI, dalam film dokumenter Cut to Cut.
Istilah Cut to Cut merupakan istilah yang umum digunakan dalam dunia televisi, merujuk pada proses memotong dan membuang gambar yang tidak dibutuhkan. Hal ini merupakan analogi kondisi yang dialami oleh beberapa pekerja CNN Indonesia. Tidak hanya mengalami pemotongan upah, mereka juga mengalami pemangkasan di tempat kerja mereka.
Saat ini, terdapat sekitar 1.500 perusahaan media yang terdaftar di Dewan Pers. Namun, keberadaan serikat pekerja di industri media hanya berjumlah puluhan dan masih tergolong minim. Bahkan, ketika serikat pekerja muncul, keberadaannya kerap diberangus.
Dalam acara Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter Cut to Cut di Kantor Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta pada Rabu (12/02/25), Taufiqurrahman juga menekankan bahwa film dokumenter Cut to Cut bukan sekadar bentuk perlawanan terhadap perusahaan media yang tidak memiliki tradisi berserikat. Film ini pun menyoroti pentingnya menyuarakan kebenaran.
Keputusan manajemen CNN Indonesia di bawah PT Trans News Corpora untuk melakukan PHK sepihak menimbulkan dugaan upaya pemberangusan serikat pekerja (union busting). Langkah ini dinilai sebagai respons terhadap terbentuknya SPCI, dilansir dari aji.or.id.
Melansir law-justice.co, PHK sepihak tersebut bertentangan dengan Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 87 Tahun 1984 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi serta Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak Berserikat dan Berunding Bersama. Taufiqurrahman menegaskan bahwa kedua konvensi ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dan seharusnya menjadi landasan dalam perlindungan hak-hak pekerja.
Mengutip en.tempo.co, perusahaan yang menghalangi pekerjanya untuk berserikat melanggar Pasal 28 (a) UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Taufiqurrahman juga menyoroti bahwa PHK tersebut dieksekusi hanya satu sampai dua hari setelah keputusan dikeluarkan. Sedangkan menurut peraturan yang berlaku, perusahaan wajib memberikan pemberitahuan minimal 14 hari sebelum PHK.
Hal ini menunjukkan perlindungan bagi pekerja media di tempat kerja masih menjadi isu yang terabaikan. Solidaritas dalam industri media memiliki peran yang krusial. Tanpa wadah untuk memperjuangkan hak-hak mereka, banyak jurnalis yang menghadapi tekanan, ketidakpastian kerja, bahkan perlakuan tidak adil.
Baca juga: Diskusi Panel ‘Idealisme dan Realitas Pekerja Media’
Sutradara film yang juga merupakan satu dari delapan pekerja yang terus melawan, Miftah Faridl, menyebutkan bahwa dokumenter ini dapat menjadi sarana edukasi bagi masyarakat untuk memahami pentingnya serikat pekerja dalam industri media.
Cut to Cut merupakan salah satu film yang cocok untuk ditonton ketika Ultimates sedang bersantai. Jika Ultimates penasaran, Ultimates dapat menyaksikannya di bawah ini.
Penulis: Nasywa Agnesty
Editor: Jessica Kannitha
Foto: freepik.com
Sumber: aji.or.id, law-justice.co, en.tempo.co, YouTube/WatchDoc Documentary, YouTube/Official Aji Jakarta