Apakah Anda tahu bahwa laut selalu menghangat tahun demi tahun? Fenomena menghangatnya laut atau istilah lainnya seperti global warming atau climate change mungkin sudah didengar banyak orang, tapi tidak mengetahui bahaya sesungguhnya dari fenomena ini. Disebabkan oleh manusia, tindakan rutin seperti membakar batu bara, mengendarai kendaraan bermotor, menyalakan AC, atau pun sekedar membuang sampah sembarangan dapat mempengaruhi dunia secara negatif dalam skala besar.
Intergovernmenal Panel on Climate Change (IPCC) memberikan laporan bahwa pemanasan global telah mencapai angka 1,5 derajat Celcius per 2018. Menurut artikel dari New York Times, Why Half a Degree of Global Warming Is a Big Deal, Angka 1,5 derajat Celcius ini menjadi menyeramkan jika melihat akibat-akibatnya, seperti meningkatnya jumlah populasi dunia yang terekspos oleh suhu ekstrem, kelangkaan air, hilangnya bebatuan karang, angka kelaparan meningkat, dan kematian binatang serta tumbuhan secara global.
Lantas, bagaimana caranya melawan pemanasan global atau ‘kehangatan’ laut yang mematikan ini?
Mengenal Global Warming
Sebelum melawan pemanasan global, ada baiknya kita mengetahui arti istilah tersebut untuk mengenali akar permasalahan kehangatan laut ini.
Dikutip dari The National Aeronautics and Space Administration (NASA), pemanasan global adalah berbagai macam fenomena global yang diciptakan terutama oleh pembakaran bahan bakar fosil, yang menambahkan gas yang memerangkap panas ke atmosfer Bumi. Fenomena ini termasuk peningkatan tren suhu yang dijelaskan oleh pemanasan global, tetapi juga mencakup perubahan seperti kenaikan permukaan laut, seperti hilangnya massa es di Greenland, Antartika, Gletser Arktik dan gunung di seluruh dunia; pergeseran bunga / tanaman bermekaran; dan peristiwa cuaca ekstrim.
Intinya, pemanasan global adalah fenomena kenaikan suhu secara global yang cenderung dikarenakan pembakaran bahan bakar fosil yang menyebabkan gas memerangkap panas di Bumi sehingga menyebabkan kenaikan permukaan air laut.
Karena cenderung disebabkan bahan bakar fosil serta gas, maka sebenarnya siapa pun bisa berpatisipasi untuk mencegah pemanasan global dengan mengurangi penggunaannya. Pikirkan, jika kegiatan rutinitas manusia dapat merusak dunia maka mengapa tidak berlaku untuk sebaliknya? Kegiatan rutinitas manusia, baik sejak dini atau dewasa dapat membantu laut dunia menjadi lebih baik, seperti gerakan Zero Waste.
Gerakan Zero Waste
Mereferensikan Zero Waste International Alliance, Zero Waste adalah gerakan bertujuan etis , ekonomis, efisien, dan visioner, untuk membimbing orang dalam mengubah gaya hidup dan praktik mereka untuk meniru siklus alam yang berkelanjutan, di mana semua materi yang dirancang untuk menjadi sumber daya bagi orang lain untuk digunakan.
Intinya, Zero Waste menginginkan minimalisir penghasilan jumlah sampah yang tidak diperlukan dan mendukung gerakan pengolahan sampah berdasarkan siklus alam, yaitu diambil, digunakan, dan dipakai kembali nantinya oleh makhluk hidup lainnya, bagaikan rantai makanan.
Untuk memakai siklus alam, maka minimalisir penggunaan materi yang tidak bisa diproses alam adalah langkah awal yang baik untuk memulai Zero Waste sebagai berikut.
Pertama, minimalisir penggunaan plastik dalam rutinitas. Apakah Anda tahu bahwa berdasarkan data dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Indonesia adalah penghasil sampah plastik nomor kedua di dunia? Ada pun penggunaan plastik untuk berbelanja, paket, atau pun makanan dan minuman ikut menyumbang jumlah sampah Indonesia yang dibuang ke laut sejumlah 3,2 juta ton/tahun.
Solusinya, daripada menggunakan plastik untuk berbelanja, bawalah tas ramah lingkungan dari rumah. Daripada memakai peralatan plastik rumah makan, bawalah wadah dan alat makan sendiri, Anda bisa meminta makanan-minuman disajikan melalui kotak bekal dan botol minum Anda dari rumah. Intinya, carilah cara alternatif dari keseharian yang sebenarnya tidak memerlukan plastik.
Kedua, minimalisir mengonsumsi daging. Dilansir dari BBC, dengan mengonsumsi sayur, buah, dan produk kacang, seperti tempe dan tahu, kita bisa mengurangi karbon dioksida dengan drastis. Hal ini dikarenakan hewan-hewan ikut berpatisipasi dalam produksi karbon dioksida dalam jumlah yang besar.
Ketiga, minimalisir mengendarai transportasi bermotor. Mereferensikan artikel dari BBC Indonesia, Data ponsel dunia: Orang Indonesia Paling Malas Berjalan Kaki, para peneliti Amerika di Universitas Stanford menyatakan bahwa orang Indonesia adalah penduduk yang paling malas berjalan kaki dengan rata-rata 3.513 langkah perhari.
Padahal, penggunaan transportasi bermotor adalah salah satu penyebab utama pemanasan global. Apalagi, berjalan kaki atau bersepeda dapat mengurangi pencemaran kendaraan bermotor sebanyak 62%. Paling tidak, daripada menggunakan transportasi pribadi, cobalah gunakan transportasi umum, seperti bus atau kereta dalam rutinitias menuju tempat pendidikan atau pekerjaan.
Keempat, minimalisir penggunaan AC. Walaupun AC membuat ruangan sejuk, pengaruhnya terhadap pemanasan global lumayan signfikan. Pada tahun 2009, 90% perumahan Amerika mempunyai AC. Dari Amerika saja, 100 juta ton karbon dioksida diproduksi setiap tahunnya. Oleh karena itu, matikan AC Anda bila tidak diperlukan sama sekali, apalagi di pagi hari.
Kelima, ingat bahwa Zero Waste bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk orang lain juga. Apakah Anda tahu masalah apa yang paling dikhawatirkan oleh generasi milenial di dunia? Hasil riset World Economic Forum’s Global Shapers Survey 2017 tiga tahun berturut-turut menunjukkan bahwa masalah kritis dunia nomor satu bagi generasi milenial adalah climate change atau perusakan alam (48,7 %), setelah perang (38,9%), dan diskriminasi (30,8%).
Saat Anda sedang mengeluh atau merasa repot untuk melakukan tindakan-tindakan kecil untuk meminimalisir penggunaan atau produksi sampah yang tidak terlalu diperlukan, ingat bahwa ada generasi setelah Anda yang akan menikmati atau menderita karena sampah generasi Anda.
Pemanasan global adalah hal yang nyata dan rutinitas Anda sehari-hari bisa membantu menyelamatkan dunia.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Hilel Hodawya
Sumber: nytimes.com, bbc.com, kompas.com, wired.co, businessinsider.sg