• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Friday, June 2, 2023
No Result
View All Result
ULTIMAGZ ONLINE
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ ONLINE
No Result
View All Result

Opini: Akhir Zaman, Krisis Iklim Global, dan Bahaya yang Mengintai Kita

by Charlenne Kayla Roeslie
January 25, 2020
in Iptek, Opini
Reading Time: 2 mins read
Opini: Akhir Zaman, Krisis Iklim Global, dan Bahaya yang Mengintai Kita

(Ilustrasi: Matthew Laznicka)

0
SHARES
1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

“We are the first generation to feel the sting of climate change, and we are the last generation that can do something about it.”

– Jay Inslee

JAKARTA, ULTIMAGZ.com – Akhir zaman itu datang dalam krisis iklim. Selama satu tahun terakhir, kita melihat banyak bencana alam berskala besar terjadi di berbagai belahan dunia; kebakaran hutan di Brasill dan Australia, Taifun Hagibis dan Dorian di Jepang dan Kepulauan Bahamas, hingga banjir besar yang melanda Jabodetabek awal tahun ini.

Dalam skala yang lebih besar, krisis iklim dapat terlihat dari naiknya ketinggian air laut akibat pemanasan global. Menurut data NASA, ketinggian air laut mengalami kenaikan sebesar 4,3 cm dalam satu dekade terakhir. Kenaikan ini bukan hanya disebabkan oleh mencairnya gletser di kutub, melainkan juga karena berkurangnya volume air yang dapat diserap tanah akibat pembangunan dan pemompaan air tanah berlebih.

Tak cuma itu, temperatur global pun meningkat drastis. Tahun 2019 dinobatkan sebagai tahun terpanas kedua sepanjang sejarah, dengan temperatur global mencapai 0,98 derajat Celcius lebih tinggi dibanding rata-rata temperatur abad 20. Dekade ini juga merupakan dekade paling panas sepanjang sejarah, dengan kenaikan suhu yang signifikan selama lima tahun terakhir.

Baca juga: Mengenali Pemanasan Global, Bahaya ‘Kehangatan’ Dunia dan Solusinya

Krisis iklim tentunya membawa dampak buruk bagi manusia di berbagai lini kehidupan. Korban nyawa, infrastruktur yang rusak, hingga terhambatnya kegiatan ekonomi akibat bencana alam. Bhima Yudhistira, seorang peneliti di Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, kerugian akibat banjir Jabodetabek awal tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari 10 triliun Rupiah.

Langkah-langkah untuk memerangi perubahan iklim memang telah dilakukan. Sebanyak 194 negara telah menandatangani Persetujuan Paris (The Paris Agreement) yang dibuat pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2015 lalu. Persetujuan ini dimaksudkan untuk menahan laju temperatur global untuk tetap berada di bawah 2 derajat Celcius.

Sayangnya, Amerika Serikat (AS) sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok mengundurkan diri dari persetujuan tersebut pada pertengahan tahun 2017 lalu. Presiden AS Donald Trump berpendapat, Persetujuan Paris dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS.

Hal serupa dikatakan Presiden Joko Widodo terkait produksi minyak kelapa sawit yang menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Dalam unggahan Instagramnya pada Sabtu (11/01/20) lalu, Jokowi menyatakan bahwa isu minyak kepala sawit tidak ramah lingkungan yang dimunculkan Uni Eropa (UE) hanyalah strategi bisnis antarnegara semata. Padahal, dampak konversi hutan dan lahan gambut untuk digunakan sebagai perkebunan sawit sudah jelas dirasakan masyarakat. Contohnya, peristiwa kabut asap yang terjadi di Riau, September lalu.

Dengan hutan-hutan yang terbakar, kota-kota yang tenggelam, dan kematian yang terasa semakin dekat, rasanya kita perlu berbuat lebih banyak. Mengurangi jejak karbon pribadi dengan menerapkan pola hidup ramah lingkungan bisa jadi langkah awal, tetapi kita juga perlu menuntut para pembuat kebijakan untuk mementingkan lingkungan dan membangun secara berkelanjutan. Bila tidak, mungkin kita akan lebih dulu mati diterjang ombak atau kepanasan sebelum mencapai usia lanjut.

“If you really think that the environment is less important than the economy, try holding your breath while you count your money.”

– Guy McPherson

 

Penulis: Charlenne Kayla Roeslie

Editor: Nabila Ulfa Jayanti

Ilustrasi: Matthew Laznicka

Sumber: climate.nasa.gov, climate.gov, worldwildlife.org, wsj.com, bbc.com, tirto.com

Tags: gas rumah kacaKabut Asapkenaikan air lautkrisis iklimNASApemanasan globalpersetujuan parisperubahan iklim
Charlenne Kayla Roeslie

Charlenne Kayla Roeslie

Related Posts

PlastiKos
Event

PlastiKos: Teknologi Cerdas untuk Kurangi Sampah Plastik

May 23, 2023
Foto ilustrasi lansia. (Foto: Unsplash/Filipp Romanovski)
Opini

Lansia: Individu dengan Semangat Besar dalam Keterbatasan Disabilitas

May 19, 2023
Dunbar’s Number
Iptek

Dunbar’s Number: Batas Jumlah Pertemanan Manusia

May 17, 2023
Next Post
Kobe Bryant, Mentalitas Mamba yang Melegenda

Kobe Bryant, Mentalitas Mamba yang Melegenda

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 + ten =

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pusat Perbelanjaan yang Dapat Dijangkau dengan MRT Jakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021