SERPONG, ULTIMAGZ.com – Perkembangan zaman yang semakin cepat selalu beriringan dengan munculnya inovasi baru sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan hidup. Dalam mengembangkan beragam inovasi tersebut, banyak pelaku industri yang secara sadar mengorbankan banyak hal dari alam demi mendapatkan keuntungan lebih.
Industri fesyen adalah salah satunya. Mengutip kompas.com, produk fesyen menyumbang 10 persen dari keseluruhan emisi karbon global. Hal ini menjadikannya sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia setelah industri perminyakan, dilansir dari liputan6.com.
Baca juga: UMN ECO 2023 Ajak Anak Muda Melek Isu Jejak Karbon
Mengutip kompas.com, laporan dari Quantis International pada 2018 menjabarkan ada tiga tahap produksi produk busana yang menyumbang limbah dan polutan global dalam jumlah besar.
Tahapan tersebut di antaranya adalah tahap pewarnaan dan finishing yang menghasilkan 36 persen polusi. Disusul dengan penyiapan benang yang menghasilkan 28 persen limbah dan produksi serat yang menyumbang 15 persen limbah.
Tidak hanya itu, rangkaian proses produksinya juga membutuhkan air dalam jumlah besar dan mencemari sumber airnya. Proses mencuci pakaian meluruhkan 500.000 ton serat mikro ke laut setiap tahunnya yang mana setara dengan 50 miliar botol plastik.
Berdasarkan data tersebut, Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) menyatakan emisi dari produksi tekstil saja diperkirakan akan terus meningkat hingga 60 persen pada 2030 mendatang.
Sementara itu, di Indonesia sendiri produksi tekstil menghasilkan satu juta ton limbah dari total 33 juta ton tekstil yang diproduksi pada 2023, dilansir dari metrotvnews.com.
Banyaknya limbah yang dihasilkan dari produksi tekstil ini diakibatkan oleh masifnya permintaan pasar akan produk-produk fast fashion. Pergeseran tren yang terus menghasilkan model baru mendorong produsen pakaian memproduksi pakaian dalam jumlah besar. Hal itu dilakukan agar dapat menjual produk dengan harga yang murah.
Baca Juga: UMN ECO Ajak ECO Citizens Bawa Perubahan Bagi Lingkungan
Maka dari itu, penting untuk adanya kebijakan dari konsumen untuk tidak konsumtif. Pilihlah model dan warna yang sekiranya dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama dan cocok dipadupadankan dengan pakaian dan aksesoris lainnya. Rawatlah juga pakaian dengan baik supaya awet dipakai tahunan.
Dengan menjadi konsumen yang bijak, Ultimates secara tidak langsung berkontribusi menjaga lingkungan hidup dan ekosistem serta menekan pertumbuhan masif tren fast fashion.
Penulis: Happy Mutiara Ramadhan
Editor: Josephine Arella
Foto: money.kompas.com
Sumber: liputan6.com, kompas.com, metrotvnews.com, kbbi.kemdikbud.go.id