SERPONG, ULTIMAGZ.com – Bila Ultimates sering mengunjungi pusat perbelanjaan, maka sudah tidak asing dengan ladies parking. Identik dengan tembok dan lantai berwarna merah muda, ladies parking menandakan wilayah tempat parkir yang dikhususkan untuk pengemudi perempuan.
Fasilitas parkir khusus perempuan ini disediakan oleh para pengembang pusat perbelanjaan, apartemen, supermarket, dan beberapa tempat publik lainnya, sebagai privilese perempuan untuk lebih mudah mendapatkan tempat parkir.
Beberapa perempuan mungkin menganggap fasilitas ladies parking sebagai hal yang sangat wajar dan bahkan sangat membantu, terutama bagi mereka yang sering mengemudi sendiri. Namun di sisi lain, sebagian perempuan akan melontarkan beberapa pertanyaan seperti, “Mengapa harus dikhususkan untuk perempuan?”, “Memang perempuan gak bisa nyetir?”, “Perempuan payah nyetir, ya, makanya sampai dibuat parkir khusus?”
Area parkir khusus pengemudi perempuan banyak ditemukan di kota-kota besar. Namun, keberadaannya tidak luput dari adanya pro dan kontra.
Sejarah Munculnya Ladies Parking
Melansir washingtonpost.com, istilah ladies parking pertama kali muncul di Jerman pada 1990. Jerman memperkenalkan frauenparkplatz, yang secara harfiah memiliki arti sebagai ‘tempat parkir khusus perempuan’. Wilayah parkir khusus perempuan ini dibuat untuk memastikan keamanan dan keselamatan para perempuan dari berbagai serangan seperti kekerasan dan pelecehan seksual.

Perempuan di Jerman saat itu menyuarakan kerisauan dan keprihatinan tentang keselamatan mereka di ruang publik, salah satunya di area parkir. Tempat parkir yang gelap dan sepi membuat perempuan tidak nyaman berkeliaran khususnya di malam hari.
Ladies parking selalu dilengkapi kamera pengawas dan pencahayaan dari berbagai arah. Posisinya juga selalu berada di lokasi strategis, seperti dekat dengan petugas keamanan dan pintu atau jalan utama.
Melihat tujuan dari dibuatnya ladies parking, ini dapat disebut sebagai affirmative action atau tindakan afirmasi. Ini berarti sebuah kebijakan atau tindakan khusus yang memberikan keuntungan kepada kelompok minoritas dan rentan, salah satunya perempuan.
Dessler (2005) memandang tindakan afirmasi sebagai upaya mengurangi diskriminasi yang terjadi di masa lampau, ini mencakup beragam hal seperti keputusan perekrutan kerja, kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, dan area lain di ranah publik. Kemudian, Hendri Sayuti (2013) berpendapat bahwa tindakan afirmasi adalah diskriminasi positif guna mempercepat tercapainya keadilan dan kesetaraan.
Tujuannya baik, tetapi bagi mereka yang tidak memandang perlu kebijakan ini, berargumen bahwa tidak semua perempuan menginginkan perlakuan khusus. Alhasil, malah memperkuat stigma bahwa perempuan memang kaum yang lemah dan tidak bisa berkompetisi tanpa privilese semacam ini. Maka dari itu, muncul perdebatan mengenai fasilitas parkir khusus perempuan ini.
Ladies Parking Picu Perdebatan
Ternyata banyak negara lainnya yang mengikuti langkah Jerman untuk menyediakan ladies parking, seperti Tiongkok, Malaysia, Italia, Austria, Korea Selatan, termasuk juga Indonesia. Namun sayangnya, kehadiran area parkir khusus pengemudi perempuan memancing perselisihan.
Masalah muncul ketika ruang ladies parking memiliki area yang lebih luas daripada tempat parkir pada umumnya. Tentu, hal ini melenceng dari fungsi dan maksud awal dibuatnya ladies parking.
Banyak laki-laki yang merasa keberatan dengan adanya ladies parking karena dirasa mengistimewakan perempuan. Hal tersebut dianggap diskriminasi gender sebab memudahkan perempuan dalam memarkir kendaraan mereka. Akhirnya, sering kali tanda ladies parking diabaikan oleh pengemudi laki-laki yang tetap menempati area parkir tersebut.
Baca juga: Mengenal Pink Tax, Biaya Lebih Atas Ketidaksetaraan Terhadap Perempuan
Perdebatan ini tidak hanya datang dari laki-laki. Sejumlah perempuan juga tidak setuju dan bahkan tersinggung dengan penerapan ladies parking yang menyediakan ruang lebih luas.
Hal tersebut seolah meremehkan perempuan dan menganggap kemampuan menyetir kaum perempuan inferior dibandingkan pengemudi laki-laki. Padahal, niat dibuatnya ladies parking tidak berkaitan dengan batas-batas gender dan stereotip seperti itu.
Beberapa perempuan merasa fasilitas ladies parking merendahkan kemampuan perempuan berkendara mobil. Alhasil, ada yang berpendapat bahwa fasilitas ladies parking merupakan bentuk dominasi patriarki terhadap perempuan dalam berkendara. Perempuan dianggap tidak memiliki kecakapan mengemudi yang sama dengan para pria.
Renatta Moeloek, atau lebih dikenal Chef Renatta, adalah salah satu figur publik perempuan yang pernah melontarkan pendapatnya tentang ladies parking. Ia mengunggah story Instagram pada 2020 lalu dan mengaku heran dengan keberadaan ladies parking.
“Tahun 2020 masih banyak aja fasilitas tempat parkir khusus pengemudi wanita, yang typically dengan space yang lebar dan deket sama pintu masuk. Heran,” tulis Renatta, dikutip dari tempo.co.
Menurutnya, perempuan tidak memerlukan hak istimewa tersebut. Sebagai seorang perempuan, Renatta pun merasa direndahkan dengan adanya ladies parking.
Penerapan Ladies Parking Harus Diubah
Keberadaan ladies parking sebenarnya tidak harus menjadi sebuah perdebatan. Persoalan ini muncul akibat penerapannya yang salah kaprah.
Penerapan ladies parking sering kali membuat keliru, sehingga memunculkan pemikiran yang melenceng pula. Tidak sedikit masyarakat yang memandang ladies parking sebagai fasilitas untuk memudahkan perempuan mendapat parkir.
Hal senada dinyatakan oleh Ketua Indonesia Parking Association (IPA) Rio Octaviano. Menurutnya, tidak ada tujuan khusus dari ladies parking dan ketersediaan fasilitas ini bergantung dari tiap manajemen gedung.
“Secara kasat mata, disediakan ladies parking itu memang untuk mempermudah wanita yang mengendarai mobil, mereka tidak perlu susah-susah lagi mencari lahan parkir yang kosong karena sudah disediakan khusus,” ucap Rio sebagaimana dilansir dari kompas.com.
Namun kenyataannya, pandangan seperti itu tidak sesuai dengan tujuan asli dibuatnya ladies parking. Tujuan awal dibuatnya ladies parking datang dari faktor keselamatan perempuan yang memang sampai saat ini belum terjamin. Maraknya kasus kriminal mulai dari perampokan hingga pelecehan seksual yang menimpa perempuan menjadi salah satu alasannya.
Mengutip komnasperempuan.go.id, terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan selama 2020. Kemudian, 21 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan di ranah publik yang mencakup aksi pemerkosaan, pencabulan, dan pelecehan seksual.
Pada 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap (Komnas) Perempuan melaporkan adanya 338.496 kasus kekerasan berbasis gender pada perempuan. Alih-alih menurun, angka ini justru meningkat dari tahun sebelumnya.
Fakta dan data inilah yang membuat sebagian perempuan takut dan merasa tidak aman ketika harus berjalan sendiri, terutama di area sepi seperti tempat parkir. Ladies parking pun bisa menjadi salah satu cara untuk membuat perempuan merasa terlindungi.
Baca juga: Kesetaraan Gender: Minimnya Representasi Perempuan di Pemerintah Indonesia
Terlepas dari kontroversi yang ada, ladies parking bisa dikatakan sebagai suatu kebutuhan untuk memastikan keselamatan perempuan. Maka dari itu, sebetulnya kehadirannya bukan suatu masalah.
Ladies parking juga tidak mengurangi lahan parkir yang tersedia. Perempuan yang merasa tidak membutuhkan fasilitas ini bisa memilih untuk tidak menempati tempat parkir tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada pihak yang dirugikan.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu pernah mengatakan bahwa ladies parking bisa menjadi sarana dalam membantu perempuan agar terhindar dari aksi kejahatan.
“Saat ini, baik di mal atau perkantoran, biasanya sudah tersedia ladies parking, sebaiknya parkir di situ. Tindakan preventif dan antisipatif itu perlu,” kata Jusri, dikutip dari kompas.com.
Oleh karena itu, tempat parkir khusus perempuan ini tidak semestinya dibuat dengan lahan yang lebih besar karena bukan itu fungsinya. Posisi yang dekat dengan petugas keamanan dan kamera pengawas adalah yang terpenting untuk memastikan keamanan perempuan di tempat parkir.
Kehadiran ladies parking tidak sepatutnya dihilangkan karena dibutuhkan untuk mengatasi keresahan pengemudi perempuan. Pada akhirnya, sangat penting untuk kekhawatiran dan keselamatan perempuan ditanggapi dengan serius dan ladies parking adalah salah satu contoh nyata dari langkah-langkah yang dibuat untuk mencegah kekerasan berbasis gender.
Ladies parking harus berorientasi pada keamanan, bukan seksisme. Kesalahan penerapan ini harus segera diubah agar tujuan awal ladies parking tidak tertutupi dengan tuduhan diskriminasi gender maupun stereotip buruk terhadap pengemudi perempuan.
Penulis: Cheryl Natalia (Komunikasi Strategis 2021)
Editor: Alycia Catelyn
Foto: sport.kokcar.com
Sumber: washingtonpost.com, komnasperempuan.go.id, independent.co.uk, kompas.com, tempo.co, tirto.id