SERPONG, ULTIMAGZ.com – Menjadi relawan idealnya merupakan panggilan hati yang seharusnya tidak surut karena hal-hal dangkal. Uang salah satunya. Tidak habis pikir bagaimana ada orang-orang yang secara tulus ingin mengabdikan dirinya kepada masyarakat, namun harus terhenti karena diharuskan membayar untuk bisa berkontribusi.
Demikian yang saya temukan dalam salah satu acara di kampus Universitas Multimedia Nusantara (UMN), U-Fest 2017. Melalui Official LINE Account-nya, mereka menginformasikan bahwa pendaftaran relawan untuk U-Care 2017, salah satu rangkaian acara mereka telah dibuka. Seperti biasa, peserta dijanjikan akan mendapatkan SKKM untuk partisipasinya sebagai relawan. Namun, yang cukup mengejutkan adalah biaya pendaftaran yang dibebankan kepada peserta sejumlah seratus ribu rupiah.
“Not only does it benefit others, but also yourself! You will also receive: Volunteer t-shirt, food and beverage, 2 SKKM Points (Pengabdian Masyarakat + Ilmiah dan Penalaran),” demikian salah satu penggalan kalimat dalam chat yang dikirim pada Kamis (31/08/17) pukul 10.47.
Selain keharusan membayar, cara penyampaiannya yang terkesan jualan juga membuat saya berpikir, mereka ini ingin mengajak mahasiswa UMN berkontribusi ke masyarakat secara nyata atau malah obral SKKM? SKKM kembali lagi menjadi masalah pelik karena kesan yang ditimbulkan adalah SKKM mudah didapat dengan mengeluarkan uang seratus ribu rupiah.
Belum lagi, melihat esensi dari menjadi relawan itu sendiri. Idealnya, menjadi relawan adalah kegiatan yang didasari oleh keinginan pribadi dan sensitivitas dalam melihat sebuah kekurangan. Saya sempat berbincang dengan seorang kawan yang pernah mengadakan kegiatan seperti ini, bahwa pembebanan biaya kaus dan konsumsi memang dibebankan kepada mahasiswa dengan tujuan menghemat biaya operasional.
Meskipun demikian, biaya-biaya seperti ini tidak semata-mata bisa dibebankan pada peserta yang ingin mengikuti kegiatan volunteer.
Bila memang ingin menghemat dana, bukankah lebih baik melakukan seleksi yang ketat untuk memilih relawan yang benar-benar tulus ingin membantu? Dengan begitu hal-hal seperti kaus, konsumsi, dan kebutuhan operasional lainnya bisa disediakan oleh pihak panitia dengan dana yang tidak terlalu banyak.
Seratus ribu rupiah bukan nominal yang kecil bagi sebagian mahasiswa. Maka dari itu, tidak bijak jika malah membatasi keinginan berkontribusi dengan mematok harga tinggi. Kesannya jadi menjual SKKM dan hanya yang mampu bayar saja yang bisa bergabung. Masih untung bila mereka yang bergabung yang ingin benar-benar mengabdi. Namun, bagaimana mereka yang cuma ‘membeli’ SKKM?
Dengan temuan survei ULTIMAGZ pada 16-19 September 2016, 69.7 persen dari 577 responden dari mahasiswa lintas jurusan dan angkatan menyatakan 20 poin SKKM sulit diperoleh. Temuan ini didasari banyak alasan. Mulai dari poin yang terlalu banyak, kategori bidang terbagi empat, bobot persentase SKKM, dan keterbatasan waktu.
Bahkan, informasi terbaru menunjukkan bahwa per tanggal 1 September 2017, kuota volunteer U-Care sudah penuh dan ditutup oleh pihak panitia. Kuota peserta penuh dalam satu hari dan saya agak skeptis kalau hal ini dikarenakan keinginan tulus mereka untuk menjadi relawan.
Maka dari itu, janganlah kita menutup mata bahwa ada saja kemungkinan mahasiswa yang rela mengeluarkan uang hanya demi sebuah SKKM. SKKM jadi terkesan mudah didapatkan. Padahal, esensi utama SKKM adalah meningkatkan softskill, yang mana seharusnya tidak bisa didapatkan dengan uang.
Mahasiswa harus mengumpulkan barang bekas, atau mengikuti kegiatan sosial lainnya, mengikuti organisasi dan kepanitiaan yang memaksa meluangkan waktu, tenaga, dan biaya, mengikuti seminar dan lokakarya, serta mengikuti kompetisi dalam berbagai tahap, semuanya untuk mendapatkan SKKM.
Kalau sudah begini, esensi dari kegiatan relawan itu apa? Tulus membantu mereka yang membutuhkan atau cuma demi selembar sertifikat yang bisa ditukarkan dengan SKKM?
Penulis: Christian Karnanda Yang, mahasiswa Jurnalistik UMN angkatan 2015
Editor: Clara Rosa Cindy
Foto: Official Account U-Fest 2017