“I love that you can be whatever you want. It’s empowering, beautiful and fun. Looking the same each day is just too boring.”
– Candy Ken
SERPONG, ULTIMAGZ.com – Umumnya, makeup atau riasan dianggap sebagai wilayah khusus perempuan saja. Bahkan, banyak sekali persepsi bahwa pria tidak boleh memakai riasan sebab hal tersebut adalah kegiatan yang feminin. Persepsi ini tidak hanya menyakitkan dan seksis, tetapi juga merupakan toxic masculinity atau maskulinitas beracun.
Baca juga: “Ladies Parking”, Suatu Kebutuhan atau Seksisme Belaka?
Maskulinitas beracun merupakan istilah sempit mengenai peran gender dan sifat laki-laki. Mengutip alodokter.com, maskulinitas beracun adalah suatu tekanan budaya bagi kaum pria untuk berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. Contoh paling sederhana dari maskulinitas beracun adalah pernyataan bahwa pria tidak boleh menangis sebab dianggap lemah.
Sayangnya, maskulinitas beracun ini terkadang ditanamkan kepada anak laki-laki sejak ia masih kecil. Dalam beberapa budaya, kejantanan akan dianggap sebagai kekuatan, sementara untuk emosi akan dianggap sebagai kelemahan.
Sejarah Makeup Mulai dari Era Mesir Kuno
Pada awal 4000 SM, pria menggunakan pigmen hitam untuk membuat desain mata kucing atau cat eye makeup. Melansir magdalene.com, mereka memoles area matanya dengan pigmen hitam sebagai simbol kekayaan, kelas sosial, sekaligus dilihat menarik. Riasan ini banyak dipakai firaun-firaun karena mereka dianggap sebagai manifestasi manusia dari dewa. Alhasil, banyak firaun menggunakan eyeliner yang sangat mewah, arang yang dicampur dengan emas, zamrud, dan rubi.
Beberapa milenium kemudian, muncul kohl eyeliner yang sekarang juga banyak digunakan, eye shadow berwarna hijau malachite, dan pewarna merah untuk bibir dan pipi berasal dari oker. Bisa dibilang, saat itu riasan adalah cara penting untuk menunjukkan kejantanan dan peringkat sosial.
Sementara di Silla, terdapat kepercayaan bahwa jiwa yang indah menghuni tubuh mereka yang indah, sehingga mereka memeluk riasan dan perhiasan untuk kedua jenis kelamin. Maka dari itu, kelompok prajurit elit pemuda laki-laki di Silla mengenakan rias wajah, cincin giok, gelang, kalung, dan aksesoris lainnya. Mereka juga menggunakan bedak wajah dan pemerah pipi untuk menambahkan pigmen ke pipi dan bibir mereka. Silla adalah sebuah kerajaan Korea yang terletak di Selatan dan tengah Semenanjung Korea Hwarang.
Sejarah makeup dengan laki-laki terus berlanjut. Mulai dari prajurit kuno mengecat wajah mereka, pria revolusioner pra-Prancis yang menutupi wajah mereka dengan lapisan tebal bubuk putih, atau pria Romawi kuno yang mengecat bagian atas kepala mereka untuk menyamarkan kebotakan dini.
Pada 1930-an, Hollywood memulai kembali industri kecantikan pria, dengan pria di film-film memakai riasan dan menata rambut mereka untuk layar perak. Ada pula tahun 1970-an dan 80-an yang menghadirkan era glam rock, kebangkitan tampilan pria yang lebih androgini seperti David Bowie, Prince, Steven Tyler, dan Mick Jagger. Di era tahun ini juga mulai ada lebih banyak penata rias pria yang bekerja di industri kecantikan.
Hal ini pun berlanjut hingga awal 2000-an. Di sini, tren musik indie, pop-punk, dan emo mengedepankan fokus pada eyeliner dan cat kuku untuk pria, dengan beberapa pria bereksperimen lebih jauh dengan tren tersebut. Gagasan tentang pria metroseksual mulai muncul kembali, dengan beberapa merek mengeluarkan versi kosmetik mereka untuk pria.
Bahayanya Glorifikasi Maskulinitas dan Stereotip Gender
Maskulinitas beracun masih tertanam dalam akar masyarakat hingga saat ini. Laki-laki didikte untuk menjadi tangguh dan berani. Sebaliknya, perempuan diharapkan menjadi penurut dan emosional. Seiring dengan peran gender ini, lahirlah stereotip gender dalam hal perilaku, pemikiran, dan penampilan. Salah satu prasangka yang paling umum adalah memakai riasan.
Menurut survei yang dilakukan Morning Consult terhadap pria di Amerika Serikat (AS) pada 2019, 68 persen responden setuju bahwa riasan adalah untuk perempuan. Sementara 54 persen berpikir bahwa riasan tidak dapat diterima secara sosial bagi pria untuk memakainya.
Masalah maskulinitas dan stereotip gender tidak hanya terletak pada persepsi laki-laki, tetapi masyarakat kita secara keseluruhan berkontribusi terhadap stigma ini. Stereotip gender adalah konstruksi sosial yang mendefinisikan apa artinya menjadi laki-laki dan perempuan, dan bagaimana konstruksi ini diperkuat oleh perilaku tertentu.
Tidak hanya kekuatan sosial yang mengkritik pria karena memakai riasan. Otoritas agama dan sekuler terkadang mengaitkan riasan dengan kewanitaan, dekadensi, atau homoseksualitas.
Maskulinitas beracun sebagian besar terkait dengan agresi dan kekerasan, menurut penelitian pada 2010. Maskulinitas beracun juga dapat meninggalkan anak atau dewasa laki-laki pada risiko yang tidak proporsional untuk segala hal mulai dari tantangan akademis hingga kesenjangan kesehatan, tidak termasuk penyalahgunaan zat dan komplikasi kardiovaskular, menurut American Psychological Association (APA).
Maraknya Makeup untuk Laki-laki
Berkat fokus pada penerimaan radikal yang mematahkan stereotip dan norma gender, pria berdandan sekarang dirayakan dan tidak dicemooh. Ketika aturan penyajian gender menjadi semakin fleksibel, riasan terus menyusup perlahan-lahan ke dalam rutinitas sehari-hari beberapa pria. Terlebih, revolusi teknologi pada 2000-an memungkinkan bentuk-bentuk baru maskulinitas untuk dieksplorasi.
Dalam dua tahun sejak produk kecantikan khusus pria mulai bermunculan di pasar pada 2013, penjualannya tumbuh hingga 300 persen di akhir 2015, dilansir dari kumparan.com. Pasar terbesarnya tersebar ada di Brasil, Korea Selatan, Amerika Serikat, Jerman, India, dan Inggris. Bahkan di Tiongkok, pertumbuhan nilai dagang makeup untuk pria mencapai 20 persen setiap tahun.
Tidak bisa disangkal bahwa makeup untuk pria kini sedang meningkat. Misalnya, hal ini bisa dilihat dengan mulai banyaknya selebritas dan influencer pria yang membanjiri lini masa Instagram dan YouTube.
Maraknya riasan pria memberi siapa pun yang terlibat lebih banyak kesempatan untuk berekspresi dan lebih banyak kesempatan untuk merasa lebih percaya diri dengan diri mereka. Alih-alih melihatnya sebagai hal yang memalukan, riasan justru memberi banyak pria jalan keluar untuk kreativitas dan daya cipta.
Dalam dekade terakhir, telah terjadi ledakan makeup influencer pria seperti Manny Mua yang menjadi wajah pria pertama Maybelline pada 2017, Bretman Rock yang berkarier sebagai guru kecantikan sekaligus bintang sampul pria dalam sejarah majalah Playboy pada 2021, dan Patrick Starrr yang merek kosmetiknya ONE/SIZE telah memecahkan rekor penjualan.
Meski terdapat perubahan yang cukup signifikan, sayangnya masih banyak pria berdandan saat ini menerima kebencian, baik itu secara online maupun secara langsung. Terlepas dari kesuksesan dan pesan mereka, jelas bahwa banyak orang masih tidak setuju dengan ide makeup influencer pria.
Para makeup influencer pria ini di satu sisi diejek, dilecehkan, dan dirundung baik secara verbal maupun nonverbal. Sementara di sisi lain, mereka dipuji dan mendapat banyak dukungan dan komentar positif.
Apakah Salah untuk Laki-laki Merias Wajahnya?
“Makeup adalah pengalaman yang sangat pribadi. Itu semua hanya Anda melihat ke cermin dan merangkul atau meningkatkan siapa Anda. Begitu laki-laki tidak apa-apa untuk menjadi sensitif, intim, dan emosional, maka tidak apa-apa untuk menjadi diri sendiri,” kata penata rias dan seniman visual Marcelo Gutierrez, dilansir dari racked.com.
Dengan mendobrak semua dinding bias gender, dapat membuka jalan bagi masa depan yang lebih menerima dan penuh warna. Contoh nyata banyak dilihat di Korea Selatan. Karena mereka menerima kenyataan bahwa pria juga bisa memakai riasan, mereka sekarang berada di urutan keempat dalam daftar penjualan industri kosmetik tertinggi.
Dari pewarna rambut yang cerah, riasan mata yang tebal hingga kostum panggung yang mencolok, beberapa elemen kunci dari boyband K-pop menentang standar kecantikan konvensional untuk pria. Dengan K-pop dan K-drama saat ini menjadi sorotan global, benar-benar mengubah cara dunia memandang riasan pria.
Riasan bisa dipakai untuk segala usia, segala ras, segala jenis kelamin. Orang-orang melakukan riasan karena mereka merasa percaya diri. Selama bertahun-tahun pria yang menyukai riasan harus menyembunyikan diri agar dapat diterima di masyarakat. Melansir telegraph.co.uk, dalam survei oleh Direct2Florist pada 2020, hasil menunjukkan bahwa 65 persen pria akan memakai riasan atau concealer jika tidak ada rasa takut dihakimi oleh orang lain.
Riasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai kosmetik yang digunakan untuk mewarnai atau mempercantik wajah. Terkadang orang lupa bahwa riasan adalah bentuk seni serta ekspresi artistik. Industri kecantikan telah menjadi tempat yang aman untuk pria dapat berkarier sebagai penata rias.
Aspek artistik dari riasan dapat diperhatikan dari cara riasan menumbuhkan ekspresi pribadi hingga waktu dan upaya yang dilakukan pengguna rias untuk menciptakan penampilan mereka. Dari duduk di depan cermin hingga menonton rutinitas makeup secara online yang menampilkan palet dan merek berbeda, seluruh skenario memiliki unsur seni.
Gagasan bahwa memakai riasan membuat seseorang menjadi kurang laki-laki adalah stereotip yang ketinggalan zaman. Riasan adalah cara yang fantastis untuk mengekspresikan diri dan tidak boleh terbatas pada satu jenis kelamin saja.
Ada sejuta alasan mengapa orang memakai riasan. Ini bisa berupa sesuatu yang sepele seperti sedikit concealer untuk menyembunyikan lingkaran hitam atau jerawat, dan menambahkan sedikit perona pipi untuk kesegaran. Bagi sebagian orang, merias wajah adalah momen perawatan diri yang menyenangkan dan santai, dan di sisi lain, riasan bisa menjadi transformasi total dan bentuk seni.
Baca juga: Gunakan Gaun, Harry Styles Jadi Bintang Sampul Pria Solo Pertama Vogue
Ketika berbicara tentang cara ekspresi diri, tidak ada yang benar atau salah. Kecantikan dan riasan adalah cara yang menarik untuk mengeksplorasi identitas Ultimates dan mungkin mengajari sesuatu yang benar-benar baru tentang diri kalian. Apa pun alasan pribadi Ultimates di balik keinginan untuk menjelajahi riasan, jangan ragu dan lakukan!
Sembari kita bergerak maju, mari kita normalisasikan pria di komunitas kecantikan dan hormati keberanian yang mereka tunjukkan baik secara online maupun secara langsung.
Penulis: Alycia Catelyn
Editor: Nadia Indrawinata
Foto: Mr Iker Ayestaran
Sumber: alodokter.com, magdalene.co, kumparan.com, racked.com
I think this is one of tthe most significant info for me.
Annd i am gladd reading your article. But want to
remark on few general things, The web site style iss ideal, thee articles is really excellent : D.
Good job, cheers https://ukrain-Forum.BIZ.Ua/