• About Us
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Advertise & Media Partner
  • Kode Etik
Thursday, March 23, 2023
No Result
View All Result
ULTIMAGZ ONLINE
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto
No Result
View All Result
ULTIMAGZ ONLINE
No Result
View All Result

Toxic Nationalism: Ketika Patriotisme Warganet Menjadi Racun

by Jairel Danet Polii
May 3, 2021
in Opini
Reading Time: 4 mins read
Warganet
0
SHARES
541
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

SERPONG, ULTIMAGZ.com – Jika masyarakat Indonesia dikenal dengan keramahannya, warganet kita dikenal dengan “sopan santun”-nya.

Belum lama ini, media sosial diramaikan oleh data yang dirilis Microsoft. Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara dengan warganet paling tidak sopan seantero Asia Tenggara. Bukannya berkaca, para warganet justru menyerang balik halaman media sosial perusahaan asal Amerika tersebut dengan berbagai ujaran kebencian, mulai dari komentar pedas yang dibalut dengan nuansa halus, sedikit kasar dan menusuk, hingga blak-blakan seperti ingin mengajak perang.

Tak tahan, Microsoft pun akhirnya mematikan fitur komentar di laman Instagram mereka, menjadikan kejadian tersebut salah satu pencapaian luar biasa dan momen bersejarah warganet Indonesia pada 2021.

Beberapa komentar pedas warganet di akun Instagram milik Microsoft. (Foto: Jairel Danet Polii)

Tidak lama setelahnya, kita disuguhi drama Dewa Kipas (Dadang Subur) melawan Gotham Chess (Levy Rozman). Levy menuduh Dadang melakukan kecurangan saat bertanding melawannya di situs bermain catur chess.com. Warganet Indonesia rupanya tidak terima akan pernyataan tersebut. Dengan alasan nasionalisme dan iba, tanpa melihat data, warganet pun menyerang akun media sosial Levy secara membabi buta hingga akhirnya ia memblokir seluruh akses konten untuk Indonesia.

Perilaku warganet yang terlalu percaya diri ini perlu dipertanyakan dasarnya, sebab petinggi chess.com sudah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa setelah melihat sejarah permainan Dadang di situs tersebut, Dadang memang terindikasi melakukan kecurangan. Hal ini pun semakin diperkuat setelah ia kalah telak 0-3  melawan Women Grandmaster Irene Sukandar pada pertandingan catur yang disiarkan melalui kanal YouTube Deddy Corbuzier, 22 Maret silam.

Komentar warganet kepada @GothamChess di Twitter karena tidak terima Dewa Kipas dituduh melakukan kecurangan. (Foto: Jairel Danet Polii)

Tak berhenti di sana, berita tim bulutangkis Indonesia yang dipulangkan secara paksa dari turnamen All England juga turut membuat semangat patriotisme warganet bergejolak. Dengan semangat ’45, dari balik gawai, mereka kembali beraksi. Perjuangan yang dilakukan tidak sia-sia, akun All England yang digempur selama tujuh hari tujuh malam akhirnya hilang dari Instagram. Parahnya, warganet bahkan turut menyerang halaman pribadi para atlet Inggris yang sebenarnya tidak punya hubungan sama sekali dengan masalah ini.

Ancaman pembunuhan dari salah satu warganet kepada Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terkait turnamen All England. (foto: Instagram BWF)

Anda bisa bayangkan sendiri, ‘kan, seberapa beradabnya warganet kita?

Sebenarnya, di balik tindakan tersebut, saya bisa mengerti bahwa warganet Indonesia memiliki sikap nasionalisme yang tinggi. Sayangnya, hal tersebut cenderung mengarah pada tindakan berbahaya yang justru dapat mencela harkat dan martabat bangsa Indonesia secara kolektif. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai toxic nationalism, yakni ketika sikap patriotisme berubah menjadi racun.

Memang, ada rasa bangga ketika kita, bersama dengan anggota masyarakat lain, bersatu suara untuk membela apa yang kita rasa benar. Namun, dari daftar kejadian tersebut, kita bisa melihat bahwa mayoritas warganet Indonesia belum memenuhi “standar kelayakan” dalam bermedia sosial.

Warganet kita tampak kurang memiliki keinginan untuk memverifikasi pemberitaan yang beredar di media sosial. Glorifikasi atas negara justru muncul ketika Indonesia diberitakan secara internasional, terlepas dari baik atau buruknya representasi kita di berita-berita tersebut . Kasus Microsoft dan Dewa Kipas sudah menjadi bukti nyata bagaimana warganet buta akan fakta dan justru “mengagungkan” sesuatu yang jelas-jelas salah jika dilihat datanya. Jika informasi yang mereka telan ternyata salah, mereka berlindung di balik “klarifikasi”.

Enggak heran. Nyimpulin artikel aja, cuma dari judul.

Selain itu, warganet pun tampak kurang memahami bedanya kritik dan hujatan. Kritik merupakan sebuah komentar yang berlandaskan data dan analisis yang bertujuan untuk membangun. Penyampaiannya tentu dilakukan dengan etika dan adab, tidak seenaknya saja tanpa arah serta makna. Mereka juga tampak tidak bisa membedakan satir dan sarkasme, dua kata yang jelas memiliki perbedaan makna. Satir adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir seseorang, sedangkan sarkasme jauh lebih frontal dan jelas untuk menyakiti hati orang lain.

Pesan, terutama jika berbentuk tulisan, memang memiliki sifat abu-abu. Apa yang kita sampaikan belum tentu dimaknai secara persis oleh orang lain yang menerimanya. Hal yang kita tulis dengan maksud baik, belum tentu dianggap baik oleh pembaca karena tidak adanya ekspresi dan intonasi di sana. Tulisan panjang saja sering salah kita cerna, apalagi komentar media sosial yang cenderung lugas dan tidak deskriptif. Bisa kacau! Maka berhati-hatilah dalam berkomentar, sekalipun itu hanya bercanda atau ikut-ikutan.

Maksud yang kamu “maksud”, belum tentu ditangkap sama oleh sang penerima pesan.

Kritik ini bukan berarti kita sebagai warganet tidak boleh berpendapat, melainkan sekadar kritik atas cara penyampaian pendapat di internet. Bagaimanapun juga, budaya seperti ini tidak boleh kita biarkan berlanjut  karena dapat memengaruhi sikap penerus bangsa dalam bermedia. Sebuah warisan mental yang tidak sejalan dengan nilai luhur bangsa dan Pancasila. Jika begitu, tidak menutup kemungkinan  nantinya akan muncul stereotip negatif yang dapat berdampak buruk bagi Indonesia secara kolektif.

Kalian terserah, deh, mau komentar apa di konten dalam negeri, tapi tolong jangan dibawa ke forum luar yang aneh-anehnya.

Bangga terhadap negeri sendiri sudah wajib hukumnya. Solidaritas warganet sudah menjadi bukti nyata dijalankannya sila pertama. Namun, jangan lupa, dalam ideologi negara juga terdapat sila kedua yang meminta dengan hormat agar kita menjadi “manusia yang adil dan beradab”.

Di luar kontroversi yang kerap ditimbulkan warganet, saya merasa sedikit bangga karena mereka memberikan kontribusi keterampilan nonteknis (softskill) bagi Indonesia. Jika Amerika punya persenjataan militer yang canggih, kita punya warganet yang siap membela NKRI sampai mati.

Pertahankan sikap patriotismenya, buang racunnya, mari beraksi!

Penulis: Jairel Danet Polii

Editor: Charlenne Kayla Roeslie

Ilustrasi: theeconomyjournal.eu

Tags: All Englanddadang suburgotham chessmedia sosialmicrosoftnasionalismepatriotismetoxic nationalismwarganet
Jairel Danet Polii

Jairel Danet Polii

Related Posts

Ilustrasi musik dangdut
Opini

Merunut Sejarah dan Stigma Kampungan dalam Musik Dangdut

March 9, 2023
Hollywood
Opini

Di Tengah Riuhnya Hollywood, Ini Tantangan Industri Perfilman Indonesia

March 7, 2023
Seniman
Iptek

Seniman Tidak Akan Tergantikan oleh Kecerdasan Buatan

March 1, 2023
Next Post
Bukamata 2021 Tunjukkan Pembuatan Eco Enzym pada Masyarakat

Bukamata 2021 Tunjukkan Pembuatan Eco Enzym pada Masyarakat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

thirteen + 7 =

Popular News

  • wawancara

    Bagaimana Cara Menjawab Pertanyaan ‘Klise’ Wawancara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pusat Perbelanjaan yang Dapat Dijangkau dengan MRT Jakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Risa Saraswati Ceritakan Kisah Pilu 5 Sahabat Tak Kasat Matanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ivanna Van Dijk Sosok Dari Film ‘Danur 2 : Maddah’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gading Festival: Pusat Kuliner dan Rekreasi oleh Sedayu City

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Pages

  • About Us
  • Advertise & Media Partner
  • Beranda
  • Kode Etik
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Ultimagz Foto

Kategori

About Us

Ultimagz merupakan sebuah majalah kampus independen yang berlokasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Ultimagz pertama kali terbit pada tahun 2007. Saat itu, keluarga Ultimagz generasi pertama berhasil menerbitkan sebuah majalah yang bertujuan membantu mempromosikan kampus. Ultimagz saat itu juga menjadi wadah pelatihan menulis bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) UMN dan non-FIKOM.

© Ultimagz 2021

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Info Kampus
    • Berita Kampus
    • Indepth
  • Hiburan
    • Film
    • Literatur
    • Musik
    • Mode
    • Jalan-jalan
    • Olahraga
  • Review
  • IPTEK
  • Lifestyle
  • Event
  • Opini
  • FOKUS
  • Artikel Series
  • Ultimagz Foto

© Ultimagz 2021