Menurut saya, kebudayaan adalah warisan yang sadar atau tidak sadar telah mendarah daging dalam kehidupan kita. Beruntunglah bangsa Indonesia memiliki keberagaman budaya. Mulai dari ritual daerah, tari-tarian, hingga beragam musik daerah dengan iringan instrumental yang berbeda. Permasalahannya, sangat disayangkan apabila warisan budaya ini mulai memudar eksistensinya.
Belakangan, generasi muda lebih cenderung menyukai hal yang “kekinian”. Sebaliknya, mereka justru kurang tanggap terhadap hal-hal yang identik dengan kesenian daerah. Rasanya ada yang perlu ditambahkan dalam upaya menanamkan kecintaan masyarakat terhadap tanah air. Namun, perlu diakui pula jika kesadaran personal amat dibutuhkan. Ya, mempelajari kesenian daerah bukan hanya masalah pendiktean secara tutur dan perilaku, melainkan juga pemahaman dan penghayatan.
Sebagai salah satu mahasiswa jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, upaya yang dilakukan untuk menyalurkan rasa cinta tanah air adalah dengan mengajarkan musik daerah kepada murid Sekolah Dasar (SD). Bayangkan jika di usia mereka saat ini, mereka lebih sering mendengar musik modern yang bahkan tak jarang mengandung unsur kekerasan. Akan lebih baik, jika di usia seperti mereka, mulai ditanamkan rasa nasionalis dengan cara mengajarkan kesenian tradisional yang kita miliki.
Musik daerah tidak akan pernah lekang oleh waktu jika kita peduli. Hal ini terjadi karena musik daerah berbeda dengan musik kekinian yang mudah datang dan pergi. Musik daerah memiliki jiwanya sendiri. Mungkin pada awalnya kita tidak menyukainya, tetapi jika kita sudah mempelajarinya, dunia musik kedaerahan itu ternyata luar biasa.
Jika ada yang bilang musik daerah itu kuno, hal ini menandakan orang tersebut kurang cinta terhadap budaya dan musik tradisional Indonesia. Jika kita mencintai negara kita, maka cintailah budayanya. Jika seni tradisional belum dipelajari mungkin terlihat rumit, tetapi jika sudah dipelajari tentu pasti bisa dan pasti cinta.
[divider] [/divider] [box title=”Info”]Oleh Fenni Pratiwi – Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) 2013
Ditulis ulang oleh Firqha Andjani
Editor: Desy Hartini
Foto: //dinaspariwisataposo.files.wordpress.com/2011/02/festival-danau-lindu.jpg
[/box]