SERPONG, ULTIMAGZ.com – Debat antara kedua pasangan calon (paslon) ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (BEM UMN) kembali dilaksanakan untuk menyambut pemilihan umum (pemilu) mahasiswa pekan depan. Debat BEM ini dilaksanakan di kantin UMN pada Kamis (05/10/23).
Baca juga: Pentingnya Mahasiswa Menggunakan Hak Suara dalam Pemilu
Debat berlangsung dengan sangat kondusif meskipun suasana kantin kala jam makan siang sedang ramai. Pertanyaan demi pertanyaan disampaikan oleh tim Komisi Pemilihan Umum (KPU) UMN untuk menggiring jalannya debat. Namun, pertanyaan-pertanyaan penting seperti bagaimana peran BEM yang ideal, strategi komunikasi, kelayakan calon, dan pertanyaan sejenisnya gagal menghasilkan jawaban yang memuaskan. Padahal, pertanyaan tersebut cukup untuk memicu diskusi debat atau argumen yang berbobot.
Topik-topik ini seharusnya mampu memberikan gambaran yang lebih jelas kepada penonton terkait gaya kepemimpinan kedua paslon dan bagaimana kinerja mereka jika nantinya terpilih. Namun, sayangnya perdebatan hanya berorientasi kepada anggota BEM dan bukan mahasiswa.
Orientasi Argumen Paslon
Paslon satu, yaitu calon ketua Vidy Tandiono (Manajemen 2021) dan calon wakil ketua Rapha Zakharia (Arsitektur 2022) sepanjang debat terus mempromosikan tiga misi utama mereka. Ketiga misi tersebut, yakni kesatuan, pengetahuan yang setara, dan berdampak. Namun, ketiga poin ini nyatanya dimaksimalkan penerapannya kepada anggota BEM saja dan tidak dijelaskan secara gamblang apa dampaknya kepada mahasiswa.
Hal ini dapat dilihat dari visi, misi, dan program kerja yang disusun oleh paslon satu terus-menerus berorientasi pada anggota BEM dan organisator saja. Sebab, kata “mahasiswa” terlihat absen di unggahan visi dan misi paslon satu. Kata “internal”, “anggota bem”, dan “organisator” justru mendominasi visi serta misi BEM.
View this post on Instagram
Tidak jauh berbeda dengan paslon satu, paslon dua dengan calon ketua Sherly (Sistem Informasi 2021) dan calon wakil ketua Nicholas Prawira (Sistem Informasi 2022) juga belum menunjukkan program kerja yang memberikan dampak signifikan secara langsung kepada mahasiswa. Hal ini terlihat dari bagaimana paslon berargumen.
Saat ditanya mengenai peran BEM pada debat Kamis (05/10/23), Sherly menjawab, “BEM sebagai lembaga eksekutif yang menaungi kegiatan-kegiatan yang ada di BEM sendiri.”
Jawaban ini menunjukan bahwa paslon dua juga memiliki orientasi kepada BEM dan kegiatan-kegiatannya sendiri dalam mengartikan peran BEM. Paslon-paslon seakan lupa bahwa tugas utama mereka sebagai badan eksekutif adalah bertanggung jawab kepada mahasiswa.
Jadi BEM UMN itu Untuk Siapa?
Dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh kedua paslon selama debat BEM, penulis jadi bertanya-tanya, sebenarnya BEM UMN ini untuk siapa? Siapa target audiens BEM sesungguhnya?
Perlu diakui, solidaritas dan kualitas dari seluruh anggota BEM dan organisasinya adalah hal yang penting untuk ditingkatkan. Namun, untuk apa jika tidak ada dampaknya kepada mahasiswa? Padahal, mahasiswalah yang nantinya memberikan suara. Dalam debat tahun ini, mahasiswa yang menjadi penonton bahkan tidak diacuhkan karena pembahasan debat berputar pada BEM, BEM, dan BEM lagi.
Padahal, jika kita telusuri bagaimana fungsi dari BEM pada kampus-kampus lain, pada umumnya BEM berfokus untuk menjadi pelayan yang baik untuk mahasiswanya dan menjembatani mereka untuk mendapatkan hak-hak mereka dari kampus. Sebagai contoh, BEM Universitas Negeri Padang memiliki berbagai fungsi seperti fungsi aspiratif, advokasi, koordinasi, katalisator, inisiator, dan fasilitator.
Di Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (SB ITB), salah satu misi BEM SB ITB adalah mendengar, menampung, mendiskusikan, dan merealisasikan aspirasi dari semua civitas akademik SB ITB. Contoh lainnya, BEM Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (FKH UB) memiliki nilai aspiratif dalam pengadvokasian problematika mahasiswa dan nilai progresif dalam bergerak memperjuangkan hak mahasiswa sebagai misi utama mereka.
Karya Terbaik untuk Almamater, Almamater, Almamater
Bagaimana dengan BEM UMN? Sayangnya, kedua calon masih belum bisa memberikan gebrakan-gebrakan luar biasa untuk BEM UMN yang berfokus kepada mahasiswa. Kesan dari bagaimana mereka menjelaskan visi, misi, dan program kerja malah menjadi sekadar melanjutkan program kerja tahun-tahun sebelumnya dengan sedikit ‘bumbu-bumbu idealisme’ baru, seperti ‘kebersamaan’, ‘pemerataan’, ‘komunikatif’, dan lain-lain. Jika fokusnya hanya ke anggota BEM dan organisator saja, bagaimana dengan mahasiswa, persada, dan sesama? Apa benar pada akhirnya BEM UMN hanya menjadi event organizer kampus?
BEM sebagai badan eksekutif dalam sistem ‘pemerintahan kampus’ seharusnya berfokus memberikan pelayanan kepada mahasiswa. Meski hal ini diwujudkan salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan solidaritas tim pengurus, tujuan akhir dari program kerja BEM harus berorientasi kepada mahasiswa.
Selain itu, BEM juga harus memberikan dampak yang lebih besar dari sekedar menyusun kegiatan dan acara di kampus. BEM harus mampu menunjukkan perannya pada mahasiswa, kegiatan perkuliahan, masyarakat, bahkan negara.
Lagi, Minimnya Debat pada Debat Paslon
Selain tidak berorientasi pada mahasiswa, keseluruhan debat paslon terkesan ‘template‘ seperti kampanye pada umumnya. Sesi tanya jawab antar paslon seharusnya menciptakan suasana debat yang ‘panas’ dan menggali secara lebih dalam tentang bagaimana masing-masing paslon mempertahankan argumentasinya. Namun, debat malah berisi pertanyaan-pertanyaan soal latar belakang paslon dan elaborasi visi-misi. Pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya sudah dapat dilihat jawabannya pada media sosial paslon dan informasi dari KPU.
Disayangkan pula, ketika KPU mengajukan pertanyaan yang meminta paslon untuk memberikan contoh konkret, jawaban-jawaban yang diberikan oleh calon-calon ketua dan wakil ketua ini juga belum bisa menyediakan gambaran yang lebih jelas terkait gagasan-gagasan mereka kepada penonton.
Pola tidak ada debat pada debat paslon ini telah lama terjadi dari bulan demokrasi beberapa tahun lalu. Hal ini bisa dilihat dari hasil liputan ULTIMAGZ sebelumnya, yakni “‘Tak Ada Debat’ pada Debat Paslon Organisasi Kampus Hari Pertama” pada 2018 dan “Debat Paslon Kembali Tak Menjual Debat” pada 2019.
Baca juga: Kinerja BEM Gen XII Dinilai Baik, Tetapi Kurang Sosialisasi
Selain itu, KPU juga memberikan waktu yang cukup singkat kepada masing-masing paslon, sehingga penyampaian pendapat dan pertanyaan juga terburu-buru. Pertanyaan dan jawaban dari tiap paslon harus dirangkum dalam narasi berdurasi satu hingga dua menit. Hal ini mengakibatkan kurangnya elaborasi dan deskripsi gagasan yang ingin disampaikan oleh paslon.
KPU UMN juga disarankan untuk dapat menyediakan wadah bagi mahasiswa yang menonton debat agar bisa bertanya secara langsung kepada paslon di debat BEM selanjutnya. Pasalnya, debat BEM tahun ini tidak memberikan kesempatan bagi mahasiswa sebagai penonton untuk bertanya kepada paslon. Hal ini sangat disayangkan karena informasi-informasi yang sebenarnya bisa ditelusuri dan dikembangkan harus tertahan karena keterbatasan waktu dan ketiadaan wadah bertanya dari mahasiswa. Padahal, hal-hal tersebut menjadi indikator-indikator penting dalam menentukan siapa yang akan dipilih.
Penulis: Reynaldy Michael Yacob (Komunikasi Strategis 2020)
Editor: Alycia Catelyn, Vellanda
Foto: Margaretha Netha
Sumber: bem.unp.ac.id, sb.ipb.ac.id, fkh.ub.ac.id.