SERPONG, ULTIMAGZ.com – Coba Ultimates bayangkan ini, bertemu kembali dengan seseorang yang sangat dekat dan berperan besar bagi kehidupan muda kalian. Namun, kabar baik itu harus datang bersamaan dengan kabar buruk bahwa orang itu didiagnosis penyakit serius dan usianya tidak lama lagi. Apa yang akan kalian lakukan?
Tuesdays with Morrie karya Mitch Albom merupakan salah satu buku terlaris yang pernah ia tulis. Melansir dari nytimes.com dan mitchalbom.com, buku ini sudah diterjemahkan ke lebih dari 50 bahasa, terjual lebih dari 17 juta cetak, pernah berada di dalam daftar buku nasional terlaris New York Times lebih dari 4 tahun, dan sekarang dinobatkan sebagai memoar terlaris sepanjang masa.

Buku yang terbit pada 1997 ini bercerita tentang refleksi hidup seorang lelaki tua yang bernama Morrie Schwartz sebelum ia meninggal. Ia merupakan seorang profesor Sosiologi di Universitas Brandeis, tempat Mitch berkuliah 20 tahun sebelum buku ini dirilis.
Pada saat itu, Morrie diprediksi hanya memiliki sisa waktu beberapa bulan menuju akhir hidupnya karena penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) yang dideritanya.
Semasa kuliah, Mitch sangat akrab dengan sang profesor. Menurut Morrie, ia merupakan anak yang spesial dan cerdas. Bahkan hal tersebut diungkapkannya kepada orang tua Mitch saat seremoni kelulusan. Pada saat itu juga ia berjanji untuk terus tetap berhubungan dengan sang profesor, tetapi sayangnya tidak terlaksana.
Pada 1995, setelah enam belas tahun kelulusannya, Mitch melihat Morrie tampil di salah satu stasiun televisi. Dari sana, ia memutuskan untuk mencari kediamannya untuk berhubungan kembali.

“My old friend,” bisik Morrie sembari memeluk Mitch ketika mereka bertemu. “You’ve come back at last.”
Sesuai dengan judulnya, Mitch menghadiri ‘kelas-kelas’ terakhir dari mantan profesornya setiap Selasa di kediaman Morrie. Kelas ini dimulai setelah sarapan dengan total satu orang murid saja. Topiknya tentang arti dari kehidupan yang diajarkan melalui pengalaman hidup. Tidak ada ujian akhir, tetapi muridnya diharapkan dapat menghasilkan sebuah karya tulis berdasarkan apa yang dipelajari. Akhirnya, lahirlah buku ini.
Morrie mengajarkan kepada Mitch mengenai bagaimana seharusnya ia menghargai waktu, momen, dan juga memaknai kematian. Ada 14 kisah yang diangkat melalui empat belas minggu yang dihabiskan oleh Mitch dengan sang profesor. Mereka banyak membahas tentang dunia, keluarga, cinta, uang, emosi, pernikahan, pengampunan, penuaan, dan masih banyak lagi.
Baca juga: “Girl In Pieces”, Eksplorasi Perjalanan Pemulihan Seorang Remaja
Berbeda dengan buku-buku jenis serupa, Tuesdays with Morrie menawarkan pembelajaran hidup yang sangat berharga dan menyentuh hanya dengan 192 halaman dengan ukuran buku yang bisa dibilang kecil. Setiap kisahnya ditulis dengan sangat indah, menggunakan bahasa yang sederhana, dan langsung pada intinya. Diikuti dengan beberapa kutipan langsung dari percakapan antara Morrie dan Mitch.

Salah satu kutipannya:
“As you grow, you learn more. Aging is not just decay…it’s growth. It’s more than the negative that you’re going to die, it’s also the positive that you understand that you’re going to die, and that you live a better life because of it.”
Buku ini menunjukkan hubungan yang murni dan hangat antara seorang guru dan muridnya. Murni karena seperti itulah seharusnya hubungan antara guru dan murid, begitu nyaman hingga menjadi sebuah persahabatan. Salah satu aspek pembelajaran yang paling penting adalah mendengarkan, yang juga membentuk dasar persahabatan.
Semua orang, khususnya anak muda, perlu membaca buku ini untuk membantu mereka lebih mengerti bagaimana harus menghadapi dunia ini dan mendapatkan nasihat untuk melaluinya. Semua orang butuh sosok Morrie di dalam hidup mereka.
Buku ini akan membuat Ultimates dalam suasana hati yang melankolis. Namun, juga membuat kita berpikir tentang pengalaman, pelajaran, dunia dan kehidupan untuk waktu yang lama setelah selesai membacanya.
Penulis: Vanessa Anabelle Herlin
Editor: Alycia Catelyn
Foto: amherstwire.com
Sumber: nytimes.com, mitchalbom.com