Judul buku: A-Sh*t Torture
Penulis: Rizki Dwika Aprilian
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: Pertama, 2018
Tebal buku: 224 halaman
ISBN: 978-602-04-8536-2
Mahasiswa arsitektur tidak akan pernah tidur
Ya. Karena mereka tidak tidur.
SERPONG, ULTIMAGZ.com – Apakah arsitektur adalah sekadar ilmu yang mewajibkan keahlian menggambar bangunan dan ruangan? Sebenarnya, ilmu arsitektur menganggap bangunan sebagai makhluk hidup; ruang bagi manusia untuk berkumpul, berbicara, bermasyarakat, melakukan pembelian-penjualan barang sehari-hari, beristirahat dari penatnya rutinitas; bahkan ruang itu sendiri berperan untuk mengekspresikan diri siapakah pribadi manusia tersebut.
Oleh karenanya, jurusan arsitektur mengharuskan mahasiswanya mempelajari hampir semua ilmu lainnya walaupun tidak mendalam, seperti ekonomi, sosial, budaya, psikologi, keterkaitan bangunan dengan lingkungan, dan sejarah. Bagaimana tidak? Arsitektur pada hakikatnya adalah ilmu untuk menyediakan ruang bagi manusia yang berbeda-beda untuk menjalani aktivitias mereka sehari-hari.
Namun demikian, lulusan arsitektur Universitas Indonesia (UI) Rizki Dwika Aprilian sekaligus admin akun media sosial receh seputar jurusan arsitektur menemukan bahwa sudah terlalu banyak terjadi salah kaprah mengenai jurusannya. Alih-alih dipandang sebagai ilmu yang luas dan rumit, sesatnya pikiran kemudian memandang arsitektur identik sebagai jago gambar, jasa gratis mendesain rumah (apabila kenal atau berteman), penggagas tren minimalis yang tidak dimengerti oleh orang yang mengucapkannya sendiri, atau bekerja di pengembang mewah yang lagunya sudah terlalu sering dimainkan di bioskop-bioskop terdekat.
Admin akun media sosial receh ini kemudian banting setir menjadi penulis buku “A-Sh*t Torture” untuk meluruskan apa yang sebenarnya dipelajari dan dialami oleh para mahasiswa arsitektur yang dibungkus dengan komedi santai.
Ibarat suka tapi in denial, Rizki membuka “A-Sh*t Torture” dengan ungkapan bahwa kehidupan mahasiswa arsitektur tidak berbeda jauh dari penyiksaan. Namun ia menunjukkan kecintaannya kepada jurusan arsitektur pada halaman-halaman berikutnya. Ada pun ‘penyiksaan’ tersebut berupa masa adaptasi perkuliahan dan tugas-tugas yang membuat Rizki kehilangan bobot badan 15 kg, begadang semalaman untuk mengerjakan maket, terluka karena peralatan-peralatan tugas, atau menghadapi para reviewer yang akan menilai presentasi maketnya di kampus.
Percaya nggak percaya, rasa syukur alhamdulillah (masuk jurusan arsitektur) dapat berubah menjadi naudzubillah dalam waktu yang relatif cepat.
Kecintaan Rizki juga dapat terlihat dari tumpukan-tumpukan curhat atas penderitaan tersebut. Rizki menjelaskan dengan bahasa sederhana bagaimana arsitektur bisa terkait dengan bidang ilmu lainnya, bagaimana studio perancangan mempunyai peran besar bagi mahasiswa arsitektur, atau sekadar mengisahkan apa yang dipikirkan dan dilakukan para arsitek dalam melakukan pekerjaan mereka.
Tidak heran, arsitektur adalah jurusan ilmu yang sangat menarik karena terbentuk sejak masa lampau. Berawal dari menggunakan batang dan rimbunan pohon untuk membentuk pilar dan atap untuk berlindung dari kekuatan alam, hingga masa sekarang yang menggunakan material dan teknologi modern untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat dan menghibur masyarakat dengan seni dan taman. Apakah mungkin ini adalah alasan mengapa beberapa pembuat kebijakan di Indonesia bergelar insinyur, seperti Presiden Pertama Indonesia Soekarno, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini? Bisa jadi.
Kemudian, “A-Sh*t Torture” juga bertujuan memperingatkan bagi mereka, terutama pelajar SMA yang berangan-angan untuk masuk jurusan arsitektur saat kuliah. Rizki mengungkapkan bahwa tidak jarang mahasiswa jurusan arsitektur berganti jurusan atau bahkan Drop Out (DO) dari kampus karena memang tidak sesuai dengan kemampuan atau keinginan dari mahasiswa sendiri.
Maka dari itu, jika ingin berkenalan dengan jurusan arsitektur atau ingin mengetahui derita menjadi mahasiswa arsitektur tanpa mengalaminya langsung, maka “A-Sh*t Torture” dapat menjadi salah satu pilihan bacaan ringan Anda.
Penulis: Ignatius Raditya Nugraha
Editor: Nabila Ulfa Jayanti
Foto: ebooks.gramedia.com