SERPONG, ULTIMAGZ.com – Ketika Anda bercermin, apa yang Anda pikirkan? Apakah Anda menyukai citra tubuh Anda atau justru membencinya? Gerakan body neutrality mendorong Anda untuk tidak melakukan keduanya, melainkan sekadar menerimanya.
Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda atas tubuhnya sendiri: ada yang percaya diri dan senang dengan tubuhnya, tetapi tak sedikit juga yang menganggap tubuhnya sebagai beban atau hal yang buruk. Gerakan body neutrality bertujuan untuk menghilangkan persepsi hitam putih tersebut dengan memberikan jalan tengah.
Body neutrality adalah gerakan citra tubuh baru yang justru tidak fokus dengan rupa. Gerakan ini percaya bahwa Anda tidak perlu mempunyai perasaan negatif ataupun positif terhadap tubuh Anda, cukup netral saja. Karena kenetralan tersebut, bagaimana Anda berpenampilan pun terpisah dari perasaan Anda dan tidak seharusnya berhubungan dengan satu sama lain.
Pola pikir ini mengajak masyarakat agar tidak memberi sorotan berlebih terhadap penampilan seseorang, apalagi mengaitkan penampilan dengan nilai dan harga diri. Langkah utamanya adalah dengan melihat “tubuh” bukan sebagai obyek estetika, melainkan sebagai sumber kehidupan.
Maria Sorbara Mora, ahli gizi spesialis gangguan makan, mengibaratkan tubuh sebagai kendaraan yang digunakan untuk bergerak. Body neutrality menghargai fakta tersebut dengan memberikan perhatian terhadap fungsi tubuh Anda, bukan pada penampilannya. Hal ini diharapkan dapat mengubah fokus seseorang dari keinginan untuk mengendalikan atau mengubah tubuhnya menjadi rasa syukur.
“Bagi banyak orang, [pola pikir] ini menghilangkan tekanan untuk selalu mencintai tubuh kita, sepanjang waktu. Meskipun kita mungkin tidak menyukai selulit kita, kita menghargai bahwa tubuh kita mampu melahirkan seorang anak. Saat kita bersyukur atas tubuh kita yang ajaib, kita memupuk kegembiraan, kita dapat mendengarkan kebutuhannya, dan kita mampu untuk menyediakan kebutuhan itu, ” ucap Maria dalam wawancaranya dengan byrdie.com.
Mengapa body neutrality?
Mempraktikkan body neutrality terbukti dapat meminimalisir persepsi negatif terhadap tubuh. Dilansir dari insider.com, Elizabeth Wassenar, Direktur Kesehatan Eating Recovery, mengatakan bahwa body neutrality adalah pendekatan yang dinilai lebih mudah dilakukan dan lebih realistis dibanding body positivity—gerakan yang percaya bahwa setiap orang harus mempunyai citra tubuh yang positif.
Keharusan untuk selalu menyukai dan mendambakan tubuh sendiri memang merupakan hal yang cukup sulit. Perlu diakui, untuk beberapa orang yang bergumul dengan eating disorders atau insecurity berat, diperlukan waktu yang sangat lama untuk bisa mencapai citra tubuh positif. Oleh sebab itu, dengan memilih jalan tengah yaitu netralitas, Anda diharapkan dapat menemukan kedamaian dengan diri sendiri.
Wassnenar berkata, “Ketika Anda sudah berdamai, Anda akan lebih mampu untuk fokus pada tujuan pribadi dan harga diri Anda daripada pendapat dan persepsi orang lain tentang Anda.”
Bagaimana cara mencapai body neutrality?
Kunci utama dalam mencapai pola pikir netral akan tubuh adalah fokus terhadap kesehatan fisik dan mental. Saat kita mampu menghargai jerih payah tubuh kita sebagai sumber kehidupan, maka kita akan memberikan penghargaan kepadanya tanpa kata “jika” atau “tapi”.
Mengutip Wassenar, “Kita tidak perlu mengorbankan tubuh Anda untuk penampilan. Anda tidak bisa menjadi yang terbaik ketika Anda tidak sehat secara fisik dan mental.”
Hal tersebut dapat dimulai dari cara yang mudah yaitu dengan memberikan tubuh Anda asupan makanan yang sehat dan bergizi, istirahat yang cukup, dan pakaian atau riasan yang sesuai dengan kenyamanan Anda.
Perjalanan menuju body neutrality memang terdengar mudah secara teori. Namun, perjalanan tersebut adalah perjalanan yang cukup panjang. Maka, perlu diingat bahwa esensi body neutrality adalah komitmen. Pola pikir ini bukanlah “tidak merasa apa-apa”, melainkan membangun komitmen untuk menghargai dan menerima tubuh kita dengan memberikannya nutrisi dan perawatan terlepas dari bagaimana perasaan kita terhadapnya.
Penulis: Arienne Clerissa
Editor: Charlenne Kayla Roeslie
Foto: bustle.com
Sumber : guardian.com, insider.com, byrdie.com